Zayden telah kembali ke dalam kamarnya saat ini, tampak dia yang berdiri di depan jendela kaca besarnya. Menatap taman rumahnya yang penuh dengan tanaman bunga.Kedua tangannya dia masukkan ke dalam saku celananya. Zayden terlihat hanya terdiam, tatapannya begitu sendu. Seakan memperlihatkan perasaannya saat ini.Clakkk!Tiba-tiba air matanya itu menetes, dia lalu menyekanya dengan satu tangannya.Hatinya terasa begitu hancur, karena tidak ada yang bisa dia lakukan. Dia terpaksa memberikan janji itu pada Aara, karena sepertinya Aara benar-benar tidak bisa menerimanya lagi.Namun, meskipun begitu. Aara tetap tidak mengatakan apa pun. Dia hanya terus membuang mukanya ke arah lain.‘Setidak ingin itukah kau melihatku? Aku tahu, ini mungkin hukuman yang pantas untukku. Dan rasa sakit ada di hatiku saat ini adalah bayaran, atas rasa sakitmu selama ini,’ batinnya.Sementara itu, sama seperti Zayden. Aara juga terlihat hanya berdiri di depan jendela kacanya. Tatapannya juga lurus, mel
Aara langsung datang ke rumah sakit, setelah mendengar kabar dari Anin.Tampak dia yang langsung masuk ke dalam, Aara terlihat terburu-buru. Dia bahkan seperti tidak mengingat bahwa saat ini tengah mengandung.“Nyonya pelan-pelan, ingat bayi Anda,” ujar Anin yang mengikuti Aara dari belakang.Sebenarnya, dia tidak menyangka jika Aara akan seterpukul ini. Di mengingat dengan jelas ekspresi Aara tadi saat dia memberi tahu kabar mengenai kecelakaan Zayden.Nyonyanya itu terdiam sesaat, dia lalu menggeleng. Seakan tidak mempercayainya.Tapi, setelah beberapa kali Anin mengatakannya. Aara langsung menangis histeris dan meminta diantarkan ke rumah sakit.Setibanya di depan ruang UGD, langkah kaki Aara pun terhenti. Di sana, dia sudah melihat keberadaan Alya dan juga Zion.Air mata Aara semakin deras menetes, karena itu artinya benar. Di dalam sana, orang yang tengah dirawat itu adalah Zayden.Langkah kaki Aara begitu lemas, rasanya bahan dia tidak sanggup lagi untuk berdiri.“Nyony
Waktu terus berlalu, kini sudah 3 jam berlalu sejak Zayden dipindahkan ke ruang ICU.Aara, Alya dan Zion masih setia menunggunya di luar ruang ICU. Mereka menunggu dengan perasaan khawatir, dan penuh ketakutan.Alya menautkan kedua tangannya itu, untuk sedikit menenangkan tubuhnya yang terus bergetar. Dia benar-benar sangat takut jika putranya tidak bisa melewati masa kritisnya.Pandangan Alya lalu beralih pada Aara yang hanya berdiri seraya menunduk, meskipun jaraknya terpaut 2 meter saat ini. Tapi dia bisa melihat tubuh Aara yang juga bergetar hebat.Sama seperti dirinya, Aara juga pasti merasakan ketakutan yang luar biasa saat ini.Kakinya itu lalu melangkah, mendekat pada Aara.“Nak,” panggilnya.Mendengar suara Alya, Aara pun mengangkat kembali wajahnya itu.“Nyonya,” jawabnya.Air mata Aara terus keluar semakin deras, terlebih saat dia melihat wajah Alya yang juga dibanjiri oleh air mata.“Maafkan saya, sayalah penyebab semua ini. Saya telah membuat hati Zayden terluka
Sudah satu minggu berlalu, tapi Zayden tak kunjung membuka matanya. Setiap hari Aara, Alya dan Zion selalu datang, untuk menemaninya. Seperti sekarang, mereka tampak masuk ke ruang rawat Zayden bahkan jika itu hanya untuk sekedar menyapanya. Alya duduk di kursi yang ada di sana, begitu pun Aara. Tangannya itu membelai lembut kening Zayden, berharap jika putranya itu akan segera sadar. “Selamat pagi sayang, hari ini pun mama, papa dan Aara datang lagi. Kapan kamu akan sadar, dan melihat kami. Ini sudah terlalu lama, apa kamu sudah tidak mau melihat mama lagi. Dengar, sekarang Aara bahkan sudah memaafkanmu dan tidak akan pergi lagi darimu. Bukankah itu keinginanmu, karena itu. Bangunlah sayang, kami merindukanmu.” Alya menunduk, hatinya tidak bisa berbohong. Dia memang sangat ingin melihat Zayden sadar kembali, dan bersama lagi dengannya juga orang-orang yang menyayanginya. Di sampingnya, Aara mengusap lembut bahu ibu mertuanya itu. Dia merasakan kesedihan dan kerinduan yang amat d
Aara, Alya dan Zion terlihat berada di ruangan David. Mereka bertiga duduk di depan meja kerja David, dengan David yang juga tampak ada di sana.“David, sebenarnya apa yang terjadi. Kenapa Zayden tidak bisa mengingat Aara, dan juga semua kenangan bersamanya?” tanya Alya.David terdiam sebentar, dia melirik pada Aara yang tampak juga begitu penasaran.“Sepertinya Zayden mengalami amnesia pasca trauma. Seperti yang kalian tahu, Zayden mengalami mengalami benturan yang sangat keras di kepalanya. Hal itu membuat cedera yang parah, karena itu dia juga mengalami koma, bukan? Dan oleh sebab itu, amnesia seperti ini juga bisa terjadi,” jelasnya.“Tapi, kenapa hanya pada Aara. Sedangkan pada kami, kau dan yang lainnya. Dia tidak melupakannya?” tanya Zion kemudian.“Seperti akhir-akhir ini pikiran Zayden terus dipenuhi oleh Aara, tapi bukan hal yang menyenangkan. Melainkan pikiran itu membuatnya stres dan mungkin ke arah depresi. Karena itu, dia hanya melupakan sosok Aara dan juga kenangan
“Dia istrimu Zay.”Deg!Apa yang dikatakan Alya itu tentu saja membuat Zayden begitu terkejut. Dia langsung terdiam, dengan ekspresi wajah yang lebih terlihat tidak percaya.“Apa?” ucapnya, “ja-jadi, maksud Mama aku sudah menikah dengannya? Dan anak yang ada di dalam kandungannya itu adalah anakku?”Alya mengangguk.“Hah.” Zayden menunjukkan senyum tidak percayanya. “Mama pasti sedang bercanda, kan? Aku tidak mungkin sudah menikah. Aku bahkan belum memiliki pacar, terlebih sebentar lagi aku akan jadi ayah? Jika mama marah padaku, mama marahi saja aku seperti biasanya. Tapi untuk lelucon ini, aku tidak bisa menerimanya,” ucapnya panjang lebar.Alya menatap putranya itu sendu, karena ternyata dia benar-benar tidak mengingat perihal Aara. “Tapi sayangnya, itu bukan lelucon,” ujarnya kemudian. Dan sukses membuat Zayden kembali terdiam.Dia lalu menatap Aara, yang saat itu tampak menunduk. Lalu secara perlahan mengangkat wajahnya dan menatap padanya.Zayden sedikit tersentak, ketik
Suasana di ruang rawat Zayden tampak begitu sepi, hari juga sudah begitu larut. Karena waktu memang telah menunjukkan pukul 11 malam.Namun, Zayden sama sekali tidak bisa tidur. Dia terus memikirkan ucapan mamanya.Dengan perlahan, Zayden menolehkan wajahnya ke arah Aara yang tampak sudah mulai terlelap dalam tidurnya.Zayden berkedip, lalu melihat lagi pada Aara. Rasanya dia sama sekali tidak percaya jika wanita itu adalah istrinya, bukan hanya itu. Tapi saat ini wanita itu tengah mengandung calon anaknya.“Sebenarnya apa yang terjadi, bagaimana aku bisa kecelakaan. Dan kenapa aku sama sekali tidak bisa mengingat wanita itu,” gumamnya.Zayden merasa kepalanya sedikit sakit, karena sepertinya dia terlalu memaksa untuk mengingat memorinya.Dia menarik nafasnya dalam, lalu mengeluarkan secara perlahan untuk membuat perasaannya kembali tenang.Zayden lalu memegang tenggorokannya yang terasa kering. “Aku haus,” ucapnya.Dia melihat ke arah nakas di sampingnya. Dan mendapati segela
Tidur lelap Aara terasa terganggu, saat telinganya itu mendengar suara pintu ruang rawat Zayden yang terbuka lalu tertutup lagi.Dia juga mendengar suara langkah kaki yang mendekat. Sayup-sayup, Aara mendengar suara laki-laki yang sepertinya cukup dia kenal.“Aku tidak menyangka, rupanya kau masih bisa bertahan, sama seperti dulu. Aku pikir kau sudah pergi ke neraka Zayden Crisiant Tan, tapi ternyata kau masih sangat beruntung. Baiklah, sepertinya aku memang harus membunuhmu dengan tanganku sendiri.”Deg!Aara terlonjak bangun kala dia mendengar kalimat terakhir dari suara yang dia dengar.“Siapa kau!” ujarnya, saat melihat seorang pria tinggi yang berdiri di sebelah Zayden dengan memegang sebuah senjata tajam. Matanya membelalak saat dia mengenali sosok itu. “Kau,” pekiknya.Zayden juga tampak terbangun, karena suara Aara yang cukup keras. Sama seperti Aara, dia juga kaget setelah melihat penampakan sosok pria di depannya itu.“Aland,” ujarnya.Aland terlihat sangat kesal,