Dan di saat bersamaan, Zayden sudah menyelesaikan teleponnya dan kembali berbalik. Keningnya berkerut saat dia melihat sesuatu di depannya. Zayden berjalan mendekati hal yang sudah mencuri perhatiannya. “Pintu ini, apakah dari tadi pintu ini terbuka?” gumamnya.Zayden merasa aneh dan juga bingung. Tadi dia merasa pintu ini tertutup dengan rapat. Lalu, kenapa tiba-tiba pintu ini terbuka. Deg! Tiba-tiba detak jantung Zayden berdetak dengan cepatnya. Dia teringat dengan Aara. “Apa tadi dia bersembunyi di sini?”Zayden kembali mengedarkan pandangannya, dia mencari keberadaan Aara yang kemungkinan baru saja pergi ketika dirinya sedang menelepon tadi. Tidak mendapatkan tanda-tanda, dia pun langsung berlari dan kembali mencari Aara.“Aaraaa!” panggilnya dengan suara keras. Dia kembali melihat sekelilingnya, dia sungguh berharap bahwa matanya ini benar-benar akan menangkap sosok mungil itu. Mata Zayden sudah memerah, bukan karena amarah tapi karena air mata yang kembali turun dan membuat p
Waktu menunjukkan pukul 11.03 siang, saat ini Zayden berada di dalam mobilnya sendiri. Dia tengah dalam perjalanan entah kemana, tidak ada ekspresi apa pun yang dia tunjukkan saat ini, hanya tatapan lurus melihat jalanan yang saat ini tengah dilewatinya.Tampak, laju mobilnya yang mulai memelan dan memasuki sebuah pintu gerbang bertuliskan pemakaman umum di atasnya.Zayden lalu memarkirkan mobilnya di tempat parkir yang memang tersedia di sana.Dia lalu turun dari dalam mobilnya dan menatap dengan manik mata coklatnya hamparan makam di depannya itu.Kakinya itu dia langkahkan melewati satu persatu makam di sana, hingga akhirnya langkahnya itu pun terhenti kala dia melihat nama yang memang tengah dicarinya itu tertulis di batu nisan pada salah satu makam di sana.Bruk!Zayden berlutut di depan makam itu, air matanya mulai menetes. Ekspresi wajahnya juga langsung berubah, menunjukkan sebuah rasa bersalah yang begitu besar.Dia mengangkat wajahnya, menatap pada batu nisan bertulis
Hari sudah gelap, waktu pun sudah menunjukkan pukul 19.21. malam. Aara sedang mengaduk susunya di dapur rumah kontrakannya. Setelah selesai, dia lalu membawa susunya ke ruang tamu kontrakannya. Dia duduk dan meminum susu hamilnya itu.Aara meminumnya seteguk, lalu menghentikannya. Dia menunduk dan mengusap perutnya dengan tangan kirinya sedangkan tangan kanannya masih memegangi gelas susunya. Dia tersenyum lalu meminum lagi susunya dan menghabiskannya. “Hah, mama sudah menghabiskan susunya. Semoga kalian berkembang dengan baik ya Nak,” ucapnya sambil terus mengelus-elus perutnya dengan penuh kasih sayang.Aara lalu mengambil sebuah buku yang terletak di meja yang ada di depannya. Dia membuka buku itu lantas membacanya. Buku itu adalah buku yang berisi tentang panduan cara mengurus bayi dengan benar dari mulai dalam kandungan hingga lahir ke dunia. Tapi sekarang, dia lebih fokus membaca mengenai cara mengurus bayi kembar. Di sana terdapat juga bagaimana cara menggendong yang baik aga
“Tunggu sebentar,” tahan Aara, dan membuat Zayden kembali berbalik padanya.Zayde mengernyit, tidak mengerti apa lagi yang Aara inginkan.“Aku ingin bertemu dengan seseorang yang menyelamatkanku dulu,” lanjutnya.Aara keluar, dia berjalan melewati Zayden untuk menuju rumah bu Darmi.Melihat itu, Zayden pun langsung mengikuti Aara, karena dia takut Aara akan kembali melarikan diri darinya. Begitu pun dengan Sam, dia juga mengikuti Aara dan Zayden dari belakang mereka.Tampak Aara yang berjalan dengan langkah cepatnya, karena dia tidak mau jalan berdampingan dengan Zayden. Di dalam hatinya dia masih merasa takut, kalau-kalau Zayden akan bertindak kasar lagi padanya.“Hei, jangan jalan terlalu cepat. Kau sedang hamil, tidak baik untuk bayi kita.” Zayden memegang lengan Aara bermaksud untuk menghentikan langkahnya, namun tanpa di sangka. Aara justru langsung menghempaskan tangan Zayden dengan kasarnya. “Sudah kubilang jangan menyentuhku!” bentaknya.Zayden tersentak ketika mende
Saat ini Aara sudah berada di dalam mobil Zayden, mereka tengah dalam perjalanan menuju mansion. Tampak Aara dan Zayden yang duduk di kursi belakang dan Sam yang duduk di kursi kemudi.Dari awal perjalanan, pandangan mata Aara terus saja melihat lurus ke depan, dia sama sekali tidak menghiraukan Zayden yang ada di sampingnya. Biasanya, ketika mereka di dalam mobil bersama-sama seperti ini, Aara akan selalu mencuri-curi pandang padanya walaupun dengan wajah takutnya. Tapi sekarang, justru pandangannya itu terlihat dingin dan sama sekali tidak memedulikannya.Saat ini, justru Zayden yang terus memandangi Aara. Di dalam hatinya dia ingin sekali menyentuh gadis di sampingnya ini, dia ingin sekali memeluknya dengan sangat erat, dia ingin mengelus perut buncitnya dan menyapa calon anaknya. Tapi, hal itu tidak bisa dia lakukan, karena terhalang janjinya pada Aara.Entahlah, rencana Zayden yang awalnya sangat ingin meminta maaf pada Aara itu seperti telah dia lupakan. Lebih tepatnya, dia t
“Selamat datang kembali Nyonya,” sapa seseorang yang suaranya masih sangat Aara ingat. Dia pun menolehkan wajahnya pada asal suara itu. Dan seperti dugaannya, orang itu tak lain dan tak bukan adalah Lucas. Orang yang selama ini juga paling dia takuti di rumah ini. Namun, anehnya. Ekspresi wajahnya itu menjadi lebih ramah padanya, sangat berbeda dengan dulu yang selalu memperlihatkan aura dingin padanya.Saking terpakunya dengan perubahan sikap Lucas padanya, Aara bahkan sampai lupa untuk membalas sapaan yang tadi dilontarkan oleh Lucas.“Nyonya, syukurlah Anda sudah kembali,” ucapnya lagi, dia lalu menurunkan pandangannya pada perut Aara yang buncit. Senyum tersungging di bibirnya saat dia melihat hal itu. Itu artinya, sebentar lagi mansion ini akan dipenuhi oleh suara tangis bayi dan juga tawanya.“Nyonya, saya ingin min ....” Lucas tidak melanjutkan kata-katanya, saat dia melihat ke arah Zayden. Tampak Zayden menggeleng agar dirinya tidak melanjutkan kata-katanya. Karena memang Z
Waktu saat ini menunjukkan pukul 19.00 malam. Zayden, Sam dan Lucas tampak berkumpul di ruang kerja Zayden dan sedang membicarakan hal yang terjadi saat ini pada mereka.“Tuan, apa Anda tidak berniat untuk memberitahu semua kebenarannya pada nyonya? Bukankah Anda bilang, Anda ingin meminta maaf padanya?” tanya Lucas.Mendengar pertanyaan Lucas, Zayden pun beranjak bangun dari duduknya. Dia lalu melangkahkan kakinya mendekati jendela kaca besar di dalam ruangannya. Zayden menggerakkan satu tangannya menyentuh kaca itu dengan tatapan sendunya. “Aku ... aku sangat ingin meminta maaf padanya, memberitahu semua kebenarannya padanya. Tapi ... aku lebih takut kehilangannya. Dia sangat membenciku, jika dia tahu bahwa aku sudah mengetahui semua kebenarannya. Dia akan semakin membenciku, terlebih aku tidak pernah mempercayainya selama ini. Kau pikir, jika aku jujur sekarang, apa yang akan dia minta dariku?” tanyanya.“Nyonya pasti akan meminta untuk Anda melepaskannya Tuan,” jawab Lucas.Za
Hari semakin larut, bahkan bunyi dari jam dinding pun sudah terdengar dengan jelasnya karena kesunyian yang mulai menyelimuti suasana malam ini. Tampak kamar Aara yang sudah gelap karena dia sudah tertidur lelap dengan lampu kamarnya yang sudah dia matikan.Aara tertidur di sebelah kanan tempat tidurnya dan memiringkan tubuhnya itu ke samping kanan. Ceklek! Bunyi pintu terbuka itu tiba-tiba terdengar memenuhi ruang kamar itu. Namun, sepertinya Aara tidak terganggu karena bunyi pintu itu lantaran dia yang sudah lelap dalam tidurnya.Seseorang yang membuka pintu itu lalu melangkahkan kakinya dengan pelan masuk ke dalam kamar. Dia terus berjalan menghampiri Aara yang sedang tertidur lelap. Seseorang yang tak lain adalah Zayden itu berdiri di samping Aara dengan tatapannya yang sendu.Wanita yang sangat dia rindukan, wanita yang sangat ingin dia peluk, wanita yang sangat ingin dia mintai maaf, saat ini sudah berada di hadapannya. Tapi, justru semua itu belum bisa dia lakukan. Dia mas