Ruang makan keluarga Li terasa cukup sunyi pagi ini. Semua anggotanya fokus menyantap makanan mereka dengan tenang.
Natasha yang memang baru bisa tidur pagi tadi dan bangun ketika Lucas selesai mandi untuk bersiap ke kantor pun terlihat lesu bahkan tidak nafsu makan. Dia masih kepikiran tentang Zihan dan juga pertanyaan Lucas yang sampai sekarang masih sulit untuk ia jawab.“Papa,”—tiba-tiba Najia memecah keheningan—“lusa ada acara seni dan olah raga di sekolah Najia, Papa—”“Mamamu saja,” potong Anming, “lusa papa ada urusan di kantor, biasanya juga mama kamu, ‘kan, yang datang.”“Tapi ini weekend, Pa. Masa Papa tidak libur?” protes Najia.“Kalau papa bilang tidak bisa, ya berarti tidak bisa, Najia!” tegas Anming, “lagipula kenapa, sih, kamu repot sekali mau papa dan mama datang? kakakmu Leo saja dulu tidak pernah serepot ini minta papa datang.”Najia mulai kesal dan memanyunkan bibirnya. Melihat hal itu, Lin mencoba untuk menSejak setelah persidangannya, Duan masih belum mendapatkan kabar mengenai Sishi. Sebenarnya Duan tidak terlalu peduli pada istrinya itu, akan tetapi melihat Sishi pingsan seperti tadi membuatnya sedikit khawatir. Setidaknya, untuk saat ini Duan ingin tahu bahwa Sishi baik-baik saja.“Sishi tidak biasanya selemah ini, kenapa bisa sampai pingsan? apa dia syok memiliki suami seorang narapidana?” batin Duan, ... “hah!”—Duan menghela napas kasar.Saat ini Duan sedang dalam perjalanan menuju sel barunya. Setelah persidangan tadi, dia lantas dipindahkan dari rumah tahanan menuju penjara para narapidana. Selang beberapa saat, mobil yang membawanya pun tiba di penjara. Namun, sesampainya di sana, Duan tidak langsung dibawa menuju selnya melainkan dibawa ke salah satu ruangan yang ada di sana.Ruangan itu mirip seperti ruang interogasi, hanya ada dua kursi dengan satu meja dan sebuah lampu gantung di atasnya. Ketika memasuki ruangan tersebut, firasat Duan pun menjadi tidak enak. “Kenapa aku d
Pagi ini Natasha tidak melihat Sishi di ruang makan. Menurut keterangan Mayleen, Sishi merasa tidak enak badan, sehingga dia memilih untuk sarapan di kamarnya. Hanya saja, Natasha tahu bahwa kenyataannya tidaklah seperti itu. Menurut informasi yang diberikan Yue padanya, Sishi sudah sejak kemarin dikunci di dalam kamar dan tidak diizinkan keluar oleh Mayleen. Seusai sarapan, Mayleen terlihat pergi meninggalkan kediaman Li. Hal tersebut dimanfaatkan oleh Natasha untuk membuka pintu kamar Sishi dan bertemu dengan si empunya.“Natasha?”—Sishi terkejut mengetahui bahwa Natasha lah yang membuka pintu kamarnya—“Apa yang kamu lakukan di sini?”“Apakah sekarang penting untuk mengetahui alasanku berada di sini? memangnya kamu tidak ingin pergi menemui suamimu?” balas Natasha.Sishi terpaku di tempatnya. Dia cukup syok terhadap apa yang terjadi saat ini. Sishi tidak mengira Natasha akan menjadi orang yang berdiri untuk mendukungnya. “S
“Jadi, kapan persidangan cerai Sishi dan Duan akan berlangsung?” tanya Jiang pagi ini di ruang makan.Pertanyaan tersebut membuat Anming dan Mayleen gelagapan. Pasalnya, baik Duan maupun Sishi, keduanya sama-sama tidak mau menandatangi surat cerai.Anming baru akan membuka mulutnya, tapi Sishi sudah lebih dulu menanggapi pertanyaan Jiang. “Sishi tidak akan bercerai, Paman Jiang,” terang Sishi, “Sishi dan Kak Duan akan terus menjadi suami istri dan membesarkan anak kami bersama.”Jawaban dari Sishi berhasil menyita setiap tatapan mata dari semua anggota keluarga. Beberapa terkejut karena jawaban itu dan fakta bahwa Sishi tengah hamil, sedangkan beberapa lainnya ingin melihat dan memberi dukungan kepada Sishi. Sishi melanjutkan, “Sishi tidak akan menyerahkan masa depan keluarga Sishi demi image, bisnis, atau apapun itu. Sishi tidak mau seperti Tante Suzhi!” “Sishi!” bentak Mayleen, “tidak sopan!”Mendengar Sishi mengatakan kalima
Sishi yang saat ini sedang mendengarkan musik klasik untuk membuat dirinya rileks pada akhirnya harus terganggu oleh Natasha yang secara paksa membawanya keluar rumah. Natasha tidak memberi tahu Sishi ke mana mereka akan pergi, baru setelah keduanya sudah ada di dalam mobil, Natasha mengungkapkan ke mana tujuan mereka.“Kita akan ke sekolah Najia!”“Ha?”—Sishi terkejut—“untuk apa?”Natasha mengepalkan kedua tangannya lalu dia letakkan di depan dada. “Memberi dukungan!” ucap Natasha penuh semangat.“Ha?”—lagi-lagi Sishi terkejut—“tidak, aku tidak mau pergi,” kata Sishi. Sishi lantas meminta supir untuk membuka kunci pintu mobilnya. Namun, Natasha mencegahnya dan meminta sang supir untuk segera berangkat.“Tidak, kita jalan sekarang!” perintah Natasha.Pada akhirnya Sishi hanya bisa pasrah dan menurut pada Natasha. Meskipun, sepanjang perjalanan Sishi hanya diam dan manyum karena kesal.Setelah beberapa saat dala
Setelah keributan dan kekacauan yang terjadi, di sinilah kini Natasha, Lin, Najia, Sishi, dan Yue berakhir, berjalan di halaman sekolah Najia dengan pakaian yang kusut, rambut yang sudah tidak lagi rapi dengan wajah lesu. Meskipun Najia dan teman-temannya sudah berbaikan dan saling memaafkan, nyatanya hal itu tidak membuat mereka lepas dari hukuman. Najia dan teman-temannya mendapat hukuman diskualifikasi dari perlombaan seni dan olah raga tahun ini. “Maafkan mama, ya, Sayang!” ucap Lin.Najia menoleh ke arah mamanya dengan wajah ceria. “Kenapa Mama minta maaf?”Lin, Natasha, Sishi, dan Yue tentunya terkejut dan juga bingung melihat ekspresi bahagia tersebut. Mereka sama sekali tidak menyangka jika seorang Najia yang pemarah dan ambisius, alih-alih kesal setelah didiskualifikasi, dia justru tersenyum bahagia.“Kamu tidak marah karena didiskualifikasi dari lomba lari?” tanya Lin.Najia menggeleng—“Tidak,” jawab Najia. Dia lantas menjelaskan, “Sebenarnya Najia ikut lomba karena di kela
Belum lama Lin, Najia, dan Sishi memasuki rumah utama, mereka sudah disambut oleh wajah ketus Mayleen. “Dari mana saja kalian?”—Mayleen menarik Sishi mendekat padanya—“Kak, kamu tahu putriku sedang hamil muda dan butuh banyak istirahat, kenapa masih mengajaknya keluar rumah seperti ini?” tanyanya ke Lin.Lin tentu bingung harus dari mana ia mulai menjelaskannya kepada Mayleen. Sebab, pada kenyataannya bukan dia yang mengajak Sishi pergi. “Tante Lin tidak tahu apa-apa, Sishi sendiri yang mau keluar rumah,” terang Sishi.“Kamu ini, tidak bisa ya, diam di rumah saja? kalau terjadi sesuatu padamu siapa yang tanggung jawab, siapa yang susah akhirnya? mama sama papa juga, ‘kan? sudah cukup ya, kamu buat masalah dengan membawa suamimu yang narapidana itu ke keluarga kita!”Sishi terpaku mendengar setiap kata yang keluar dari mulut mamanya itu. “Wah!”—Sishi tidak habis pikir. Sishi baru menyadari bahwa selain menyebalkan ternyata mamanya juga b
Ana memasuki rumahnya dan berjalan menuju kamar Zihan. Tanpa menyalakan lampu kamar, Ana terduduk di lantai dengan punggung yang bersandar pada ranjang Zihan.Sambil memegangi robot mainan milik Zihan, Ana berkata, “Maafkan mama, Sayang!” Ana meneteskan air matanya lagi dan kali ini sambil memeluk robot mainan Zihan tersebut. Kilasan masa lalu ketika Zihan memamerkan robotnya itu yang baru saja dibelikan oleh Changyi datang membayangi Ana.Ana menyesal karena pada saat itu ia tidak fokus dan tidak serius mendengarkan putranya. Ketika Zihan mengajaknya bicara, dia hanya menanggapi seadanya dan kembali sibuk pada pekerjaannya. Pada akhirnya Ana sadar bahwa apa yang dikatakan Changyi benar adanya, bahwa dia membiarkan suaminya itu menjaga Zihan sendirian. Selama ini Ana terlalu fokus pada dendamnya dan rasa ingin membuktikan kemampuannya pada sang mama dan keluarga Li.CETEK!Tiba-tiba lampu kamar Zihan menyala. Ana terkejut dan l
“Iya, Lucas, aku mengerti!” tutup Changyi.Setelah mengetahui situasi serta kondisi Ana dan Zihan saat ini, Changyi pun terdiam merenung. Dia melepas topi koki dan apronnya kemudian mulai memikirkan keputusan yang sudah ia buat. “Aku akan menjadi laki-laki paling egois dan tidak bertanggung jawab, jika aku masih tetap di sini.” Changyi sangat mengenal putranya. Zihan merupakan anak yang penurut. Jika dia sudah sampai kabur dari Ana seperti ini, maka itu artinya putra dan istrinya itu memang sudah tidak baik-baik saja.Changyi tidak bisa menggadaikan masa depan keluarganya hanya untuk mimpi dan karirnya sendiri. Dia harus pulang.Hari itu juga Changyi mencari penerbangan paling cepat. Dia tidak peduli pada nominal yang harus ia keluarkan dua kali lipat, menurutnya istri dan anaknya tidak bisa ternilai dengan uang. Keesokan harinya, bel apartemen Lucas pun berbunyi. Di saat Kai membukakan pintu, terlihatlah sosok Changyi sudah