Pintu kamar diketuk dari luar. Clara bergegas keluar kamar mandi dengan mengenakan handuk yang terlilit ke tubuhnya yang ramping dan putih.
"Nona, saya mengantar makanan untuk nona" terdengar Bi Imah dari balik pintu."Oh iya bi... silahkan masuk. Pintunya tidak dikunci" jawab Clara. Bi Imah membuka pintu. Meletakkan nampan berisi makanan dan segelas air minum ke atas meja di dekat tempat tidur."Sebaiknya makanan ini nona habiskan. Kalau tidak akan jadi masalah. Saya pergi dulu" kata Bi Imah."Iya Bi... terimakasih "Clara membuka koper dan sibuk mencari pakaian yang akan dia kenakan hingga tidak menyadari kalau pintu kamar belum ditutup oleh Bi Imah.
Tanpa sengaja Rama lewat di depan kamar tamu yang ditempati Clara. Rama tertegun melihat Clara yang hendak melepas handuk yang melilit ditubuhnya karena akan berganti pakaian. Spontan Rama bergegas ingin menutup pintu kamar itu. Mendengar suara langkah kaki Clara menoleh dan terkejut melihat Rama yang sudah memegang gagang pintu. Dengan gerakan refleks Clara memegang handuknya yang hampir terlepas. Dia memunggungi Rama dan tidak berani menoleh ke arahnya."Apa yang kau lakukan tuan Rama? Tutup pintunya!" Tanpa sadar Clara berteriak. Rama segera menutup pintu dengan kasar. Mendengar suara pintu sudah ditutup,Clara berlari ke arah pintu dan menguncinya dari dalam."Apa yang kau pikirkan??" Rama marah karena Clara berani meneriakinya."Dan ingat di rumah ini hanya aku yang berhak memerintah!! Lain kali tutup pintunya kalau mau bergantian pakaian!!" Suara Rama terdengar lantang dan dingin. Terdengar langkah kaki meninggalkan kamar.Clara gemetar dan terduduk lemas. Secepat mungkin dia berganti pakaian. Perutnya sudah keroncongan karena seharian belum terisi apapun. Clara melihat makanan yang terhidang di meja. Ketika hendak mengambil makanan itu dia mengurungkan niatnya.Bagaimana jika makanan ini ada sesuatu? Bagaimana jika ada obat tidur? Dan saat dia tidak sadar Rama akan melakukan hal yang tidak senonoh kepadanya. Dia masih salah paham. Tapi perutnya sudah kelaparan dan tidak bisa ditahan.
Clara membuka pintu perlahan. Mengintip ke luar kamar. Rumah yang begitu besar tapi sepi sekali. Pelan-pelan dia keluar kamar. Mencoba mencari dapur barangkali dia akan menemukan makanan lain di sana. Tapi rumah itu luas sekali. Dia susah menemukan di mana dapurnya.
"Cari siapa nona?" Tiba-tiba Bi Imah muncul di belakang Clara. Clara terkejut.
"Bi, tolong saya. Apa saya boleh ke dapur?"
"Mau apa nona? Apa makanannya sudah dihabiskan?"
"Emm.. belum bi. Saya ingin makanan lain. Kalau perlu saya akan masak sendiri " Clara mengeluarkan jurus memelas.
"Siapa yang mengijinkanmu ke dapur dan memasak?" Clara menoleh karena terkejut. Rama sudah berada di belakang Clara.
"Jangan sembarangan melakukan hal sesukamu di rumah ini!" Lanjut Rama. Clara terdiam.
"Tidak ada apapun di makanan itu seperti yang kau pikirkan. Aku bukan orang yang licik. Habiskan makananmu yang sudah dihidangkan. Di sini semua orang tidak boleh membuang-buang makanan. Paham!!!" Ucapan Rama membuat Clara bergidik. Kenapa dia bisa tau apa yang ada di pikiran Clara. Apakah dia paranormal?
"Baik tuan" Clara patuh dan kembali masuk ke dalam kamar. Dengan ragu Clara mengambil makanannya. Karena perut yang sudah melilit dia terpaksa memakan makanan itu.
Beberapa saat kemudian Bi Imah ke kamar Clara untuk membereskan makanan.
"Bi, boleh saya bertanya sesuatu?" Clara memberanikan diri bertanya pada Bi Imah.
"Iya nona"
"Sebenarnya tuan Rama itu siapa? Dia kaya sekali. Oh ya panggil saja saya Clara bi"
"Tuan Rama adalah pemilik White Castle Group, nona Clara"
"White Castle Group perusahaan properti yang terkenal itu Bi?" Clara seolah tak percaya dengan yang dia dengar. White Castle Group adalah perusahaan di bidang properti yang sukses menguasai pasar properti dibanyak kota-kota besar. Nama White Castle Group sudah terkenal seantero kota. Dan Clara tidak menyadari bahwa Rama yang membawanya adalah pemilik White Castle Group.
"Tuan Rama tidak suka keramaian di rumahnya. Semua harus tunduk dan patuh padanya. Jadi saya harap nona tidak sampai membuat masalah yang akan membuat tuan marah. Namun begitu, tuan Rama sebenarnya adalah orang yang baik. Nona adalah wanita kedua yang masuk rumah ini setelah saya, selain ibu Tuan Rama tentunya" Bi Imah menjelaskan panjang lebar.
Clara mengangguk-anggukkan kepalanya tetapi masih tidak mengerti mengapa Rama membawanya ke sini.
"Kenapa tuan Rama membawaku ke sini ya Bi? Kami tidak saling kenal sebelumnya" Clara bertanya.
"Saya tidak berani berasumsi nona. Tidak ada yang bisa menebak pikiran tuan Rama"
"Baiklah nona. Sudah malam silahkan nona istirahat" Bi Imah mengambil peralatan makan di meja dan pergi meninggalkan Clara.
"Terimakasih Bi" Clara menatap kepergian Bi Imah. Melihat apakah Bi Imah lupa menutup pintu seperti kejadian baru saja.
Sesaat kemudian Clara mengantuk sekali dan tertidur dengan pulas.
Keesokan harinya Clara terbangun karena ada yang mengetuk pintu. Sejenak Clara memandang ke tempat tidurnya, tidak ada yang berubah. Syukurlah berarti tidak terjadi apa-apa selama Clara tertidur."Nona Clara. Apakah nona sudah bangun?" Suara Bi Imah terdengar dari balik pintu."Iya bi..." Clara beringsut dari tempat tidurnya. Melangkahkan kakinya untuk membuka pintu."Sarapan nona Clara" Bi Imah masuk ke dalam kamar."Bibi kenapa repot-repot. Tunjukkan saja di mana dapurnya,aku akan ke sana untuk makan. Diantar seperti ini seperti nyonya besar saja""Nona tidak usah sungkan. Bibi sudah terbiasa melayani orang. Lagipula tuan Rama yang menyuruh agar makanan nona Clara diantar ke kamar""Apakah semua tamu diistimewakan seperti ini bi?" Tanya Clara."Tidak pernah ada tamu di rumah ini nona Clara. Paling-paling ibunya tuan Rama yang datang. Itu pun sangat jarang karena beliau tinggal di luar negeri. Menikah lagi dengan orang sana dan menetap di sana setelah 5 tahun kematian ayah tuan Rama.
"Kemarilah Clara. Duduk di dekatku" Nyonya Triana memanggil Clara untuk duduk bersamanya di ruang keluarga. Dengan sedikit gemetar Clara datang dan duduk di samping nyonya Triana. Apa yang akan terjadi hari ini? "Ibu belum sempat bertanya kapan kalian menikah? Kenapa tidak mengabariku?" "Itu...saya..." Clara gugup benar-benar takut salah bicara. "Maafkan saya bu. Saya tidak bisa jelaskan. Biar Tuan Rama nanti yang menjelaskan pada ibu" "Memangnya kenapa?" Masih dengan rasa kebingungan, apa yang harus Clara katakan. Selama ini semua orang di rumah itu mengira bahwa Clara adalah istrinya Rama. Tanpa ada yang berani bertanya kapan menikah atau darimana asal Clara. Clara berpikir sejenak. "Ibu... sebenarnya saya dan tuan Rama...kami..." Tiba-tiba Rama masuk ke ruangan itu. "Ibu..kapan ibu datang?kenapa tidak memberitahuku?" Rama memeluk dan mencium tangan nyonya Triana. Ternyata dia juga bisa bersikap lunak, Clara menatap Rama dengan heran. Bukan seperti Rama yang selama ini dia
"Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri. "Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar."Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana."Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya."Ibu tenang saja" balas Rama."Baiklah. Ibu pergi dulu"Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulika
Hari ini Clara dan Rama akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Rama memberikan gaun berwarna nude untuk dipakai Clara. Hari ini juga pertama kalinya Clara akan menghirup udara bebas di luar sana sejak dia masuk ke rumah Rama.Wajah Clara sumringah. Dengan dandanan natural namun terlihat sangat cantik. Wajahnya yang tirus dengan mata bulat kecoklatan,hidung mancung dan bibir yang tipis kemerahan, membuat Clara nampak mempesona. Sebelumnya dia tidak pernah berdandan, hanya sekedar memakai skincare untuk kebutuhan sehari-hari.Sejenak Rama terpana ketika melihat Clara keluar dari dalam rumah. Clara tersenyum dan menghampiri Rama yang bersandar pada mobil mewahnya."Saya sudah siap, tuan" masih dengan senyumannya sambil memegangi perutnya yang besar. Menggoyang-goyangkan gaunnya dengan manja."Masuk ke mobil!" Perintah Rama, tidak ingin Clara menyadari bahwa dia terpesona kali ini."Baik, tuan" Clara bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalana
Clara berjalan melewati ruang kerja Rama. Pintunya sedikit terbuka. Clara mengintip ke dalam ruangan itu. Terlihat Rama duduk menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya di atas meja. Clara melirik jam dinding. Sudah pukul 8 pagi kenapa Tuan Rama tidak berangkat kerja. Tapi Clara tidak berani mengganggunya. Clara menuju meja makan. Melihat makanan masih utuh belum tersentuh sama sekali. "Bi Imah.." Clara memanggil Bi Imah "Iya nona" Bi imah menghampiri Clara. "Kenapa makanannya masih utuh? Apa tuan Rama belum sarapan?" "Belum nona. Tadi saya sudah memanggil tuan Rama ke ruang kerjanya. Tapi tuan tidak juga bangun. Tidak biasanya tuan Rama seperti ini" jawab Bi Imah. Mendengar penjelasan Bi Imah,Clara cepat-cepat kembali ke ruang kerja Rama. Membuka pintu dan menghampiri Rama. "Tuan Rama.. Anda tidak apa-apa?" Tanya Clara. Tidak ada jawaban. Dia menempelkan tangannya ke dahi Rama. Suhu tubuhnya panas sekali. "Anda demam, tuan" Clara segera memanggil Bi Imah agar membantunya m
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Claudia keluar dari kamar kedua. Dia melihat Clara sedang menggendong Bintang di ruangan depan. Claudia tertegun sejenak. Apakah itu anaknya Rama yang dimaksud bi Imah? Rama benar-benar sudah memiliki anak dengan Clara. Claudia sama sekali tidak menyangka.Claudia berjalan menghampiri Clara."Bagaimana mungkin Rama bisa menikahi mu? Dia mungkin sedang mabuk." Claudia menatap Clara dengan sinis."Nona Claudia, kau melupakan teh mu. Aku meletakkannya di dapur. Mungkin sudah dingin." Kata Clara seolah tidak peduli dengan ucapan Claudia."Meski kau sudah menikah dengannya, tapi aku tidak yakin Rama mencintaimu. Pasti ada sesuatu yang Rama sembunyikan dariku."Clara tercekat. Memang ada sesuatu dibalik pernikahannya. Rama memang tidak mencintainya. Tapi Clara berpikir itu tidak ada hubungannya dengan Claudia. Claudia sudah putus dengan Rama. Jadi terserah dia mau berpikir seperti apa. Yang terpenting saat ini dia adalah nyonya di rumah itu. Istri sahnya Rama."Claudia, jika urusanmu sudah
"Jangan bercanda, Bi. Kapan Rama punya istri?""Bahkan Tuan Rama sudah memiliki seorang putra." lanjut bi Imah. Claudia semakin terbelalak. Namun sesaat kemudian dia tertawa."Bibi, ini tidak lucu! Hei, cepat buatkan aku minuman!" Claudia kembali menyuruh Clara."Biar aku yang buatkan, Nona." Sahut bi Imah."Aku ingin dia yang membuatkan untukku, Bi!" Claudia menunjuk Clara. "Sudah, Bi. Tidak apa-apa. Biar aku buatkan." Kata Clara saat bi Imah ingin menyela ucapan Claudia. Dia tidak ingin berdebat seperti waktu itu.Clara bergegas ke dapur diikuti oleh bi Imah."Nona Claudia itu terlalu angkuh. Bibi benar-benar tidak menyukainya." kata Bi Imah setelah mereka berada di dapur. Clara tersenyum mendengar keluhan bi Imah."Apa dia kekasih tuan Rama, Bi?" tanya Clara."Itu dulu, nona. Sebelumnya tuan Rama sudah bertunangan dengan nona Claudia."Clara tertarik dengan cerita bi Imah. "Lalu?" Dia mendengar bi imah dengan serius."Nona Claudia bersama laki-laki lain saat tuan Rama ada pekerja
Terdengar keributan di ruangan depan. Clara keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi. "Lepaskan aku. Beraninya kalian!" Seorang wanita muda tengah berusaha melepaskan diri dari pegawai satpam Rama."Anda tidak boleh masuk, Nona." kata Satpam terus menghalangi wanita itu."Nona Claudia...?" Bi Imah keluar dari dapur karena mendengar keributan."Dimana Rama?" tanya Claudia terus berusaha melepaskan diri.Rama yang sedang berada di ruang kerja keluar."Kenapa membuat keributan?!" suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan, dingin dan tegas. Satpam yang semula menghalangi Claudia segera membungkukkan badan ke arah Rama."Maafkan kami, Tuan. Nona Claudia tiba-tiba memaksa masuk dan kami tidak bisa mencegahnya." terang satpam. "Kalian pergilah." kata Rama kepada satpam. Merekapun meninggalkan tempat itu."Awas saja kalian. Aku akan buat kalian dipecat!" Claudia melirik satpam dengan kesal.Rama berdiri tanpa sepatah kata. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali."Rama.
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu