"Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri.
"Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar.
"Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana.
"Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya.
"Ibu tenang saja" balas Rama.
"Baiklah. Ibu pergi dulu"
Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.
Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulikan Clara. Clara menghela napas dalam-dalam. Nerakanya kembali di mulai. Dia beranjak dari tempatnya dan menuju ke kamarnya. Sebelum sampai di kamarnya samar-samar dia mendengar Rama sedang menelepon seseorang. Karena penasaran Clara menguping di balik pintu.
"Sudah ku atur semuanya. Tinggal beberapa bulan lagi. Setelah itu tuan Smith tidak akan dapat sepeserpun. Jangan harap dia bisa menikmati hasil dari perusahaan White Castle."
Bukankah tuan Smith adalah suami nyonya Triana? Ada apa sebenarnya? Kenapa Rama bicara seperti itu?
"Sedang apa nona?" Tiba-tiba Bi Imah muncul mengejutkan Clara.
"Bukan apa-apa, Bi. Cuma melihat-lihat takut ada debu di pintu ini. Bukankah tuan Rama alergi debu?" Clara membungkukkan badannya sambil mengelus pintu.
Pintu di buka dari dalam.
"Sedang apa kalian di sini?" Bentak Rama. Clara kembali terkejut. Jika saja dia punya penyakit jantung mungkin sudah pingsan.
"Tidak apa-apa tuan. Saya tadi kebetulan bertemu Bi Imah di sini dan kami ngobrol sebentar. Bukan begitu, Bi?" Clara mengerlingkan matanya pada Bi Imah. Tentu saja Rama melihatnya.
"Cepat pergi!!" Rama kembali membentak.
"Ba..baik..tuan" Clara menarik tangan Bi Imah untuk segera pergi dari hadapan Rama. Mereka pergi ke taman belakang. Seperti biasa jika Clara merasa bosan dia akan pergi ke taman belakang dan ngobrol bersama Bi Imah.
"Bi...apa bibi percaya kalau aku adalah istrinya tuan Rama?" Clara duduk di sebuah gazebo dan menyandarkan kepalanya sambil melihat langit yang cerah dengan awan yang saling beriringan.
"Kenapa nona berkata seperti itu? Tentu saja saya percaya." Jawab Bi Imah.
"Mana ada suami yang bersikap seperti itu pada istrinya bi?"
"Saya tau sifat tuan Rama, nona. Tuan Rama memang seperti itu. Tapi percayalah sebenarnya dia orang yang baik" jelas Bi Imah.
Baik dari mananya? Clara mengerucutkan bibirnya. Hanya saja memang segala kebutuhan Clara tidak pernah ada yang terlupa diberikan. Bahkan kandungannya dirawat dengan baik dengan rutin memanggil dokter ke rumah itu. Tapi tetap saja Clara merasa bosan. Tidak boleh melakukan hal sesuka hati dan dilarang keluar sama sekali. Kabur pun tidak mungkin karena rumah itu dikelilingi benteng yang sangat tinggi, sedangkan di depan ada satpam yang menjaga 24 jam.
"Bibi tidak penasaran darimana asalku?" Clara kembali bertanya.
"Dari manapun asal nona, saya yakin pilihan tuan Rama tidak akan salah " jawab Bi Imah.
Huh, membosankan. Selalu memuji laki-laki itu. Apa hebatnya dia.
"Tuan Rama bukan tipe orang yang suka membawa wanita. Dia pernah punya kekasih tapi dikhianati. Sejak itu tuan Rama sangat dingin pada wanita. Jangankan membawa wanita ke rumah, melirik wanita saja dia tidak mau." Jelas Bi Imah.
"Begitu rupanya.."
"Tuan Rama sudah membawa nona ke rumah ini untuk menjadi istrinya. Sekarang nona Clara hamil anak tuan Rama. Ini adalah berita yang sangat bagus"
Clara tercekat. Ini bukan anak Rama. Tapi Rama berani mengakui pada semua orang kalau ini adalah anaknya. Bahkan ayah kandungnya sendiri tidak mau mengakui. Bagaimana mungkin orang yang tidak ada sangkut pautnya berani mengakui kalau itu adalah anaknya? Tuan Rama benar-benar misterius. Entah apa yang sedang direncanakan.
Hari ini usia kandungan Clara sudah menginjak delapan bulan. Clara menjalani hari-hari dengan jenuh karena tidak bisa berbuat apa-apa. Malam hari Clara terbangun karena merasa haus. Dia beranjak dari tempat tidurnya bergegas pergi ke dapur. Sesampainya di dapur dia menuju kulkas yang terletak di pojok ruangan untuk mengambil air dingin. Clara menuangkan air dingin ke dalam gelas. Karena rasa kantuk tanpa sengaja Clara menumpahkan airnya ke lantai. Clara tidak menyadarinya. Saat ingin kembali ke kamar, kakinya menginjak tumpahan air itu, dia terpeleset dan jatuh. Spontan Clara berteriak. Mendengar ada teriakan dari arah dapur, Rama yang sedang berada di ruang kerja dengan cepat pergi ke dapur. Dia melihat Clara sudah duduk di lantai dengan memegangi perutnya sambil meringis kesakitan.
"Apa yang kau lakukan di sini??" Bentak Rama dan dengan cepat segera membopong tubuh Clara. Bi Imah berhenti di depan pintu dapur, tercengang melihat Clara yang sudah dibopong oleh Rama. Dia juga datang karena mendengar teriakan dari dapur.
"Bersihkan lantai itu cepat,Bi!" Teriak Rama setengah berlari menuju kamarnya. Menggeletakan tubuh Clara di atas tempat tidurnya. Clara terus memegangi perutnya menahan rasa sakit yang luar biasa. Dahinya berkeringat. Rama segera mengambil ponsel di atas meja untuk menelepon dokter.
Tidak lama dokter datang.
"Ada apa dengan nona Clara, tuan?" Tanya dokter sembari membuka kotak peralatan yang dibawanya.
"Dia baru saja terjatuh,dokter. Tolong periksa kondisinya" Rama sedikit merasa panik.
Dokter segera memeriksa Clara. Melihat apakah kondisi Clara dan bayinya baik-baik saja.
"Sementara saya beri obat pereda rasa sakit. Syukurlah kondisi ibu dan bayinya tidak apa-apa. Tapi untuk memastikan besok bawalah nona Clara ke rumah sakit untuk pemeriksaan lebih lanjut" kata dokter.
"Baik dokter " jawab Rama.
Sepeninggal dokter, Rama menghampiri Clara yang terbaring di ranjangnya.
"Sungguh ceroboh!" Rama menatap Clara tajam.
Sesaat kemudian Bi Imah datang membawa minuman. Dia membantu Clara duduk dan mengarahkan gelas yang dibawanya untuk diminum Clara. Meminumkan obat yang diberikan dokter.
"Kenapa bisa ada air di lantai dapur,Bi?" Rama bertanya dengan sedikit emosi.
"Saya tidak tau tuan. Sebelum tidur saya selalu memastikan semua sudah beres"
"Saya tidak sengaja menumpahkan air ke lantai. Bukan salah Bi Imah" Clara menjawab masih dengan muka pucat karena rasa sakit.
"Itulah kenapa aku melarangmu pergi ke dapur! Kenapa tidak panggil Bi Imah untuk mengambilkannya??"
"Sudah larut malam tuan. Saya tidak tega membangunkan Bi Imah" jawab Clara pelan.
"Dasar ceroboh!!"
"Bibi kembalilah tidur. Saya sudah tidak apa-apa" Clara berkata pada Bi Imah.
" Baik nona. Kalau ada apa-apa panggil saja Bibi" Bi imah pergi meninggalkan Clara dan Rama. Menutup pintu kamar.
Hari ini Clara dan Rama akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Rama memberikan gaun berwarna nude untuk dipakai Clara. Hari ini juga pertama kalinya Clara akan menghirup udara bebas di luar sana sejak dia masuk ke rumah Rama.Wajah Clara sumringah. Dengan dandanan natural namun terlihat sangat cantik. Wajahnya yang tirus dengan mata bulat kecoklatan,hidung mancung dan bibir yang tipis kemerahan, membuat Clara nampak mempesona. Sebelumnya dia tidak pernah berdandan, hanya sekedar memakai skincare untuk kebutuhan sehari-hari.Sejenak Rama terpana ketika melihat Clara keluar dari dalam rumah. Clara tersenyum dan menghampiri Rama yang bersandar pada mobil mewahnya."Saya sudah siap, tuan" masih dengan senyumannya sambil memegangi perutnya yang besar. Menggoyang-goyangkan gaunnya dengan manja."Masuk ke mobil!" Perintah Rama, tidak ingin Clara menyadari bahwa dia terpesona kali ini."Baik, tuan" Clara bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalana
Clara berjalan melewati ruang kerja Rama. Pintunya sedikit terbuka. Clara mengintip ke dalam ruangan itu. Terlihat Rama duduk menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya di atas meja. Clara melirik jam dinding. Sudah pukul 8 pagi kenapa Tuan Rama tidak berangkat kerja. Tapi Clara tidak berani mengganggunya. Clara menuju meja makan. Melihat makanan masih utuh belum tersentuh sama sekali. "Bi Imah.." Clara memanggil Bi Imah "Iya nona" Bi imah menghampiri Clara. "Kenapa makanannya masih utuh? Apa tuan Rama belum sarapan?" "Belum nona. Tadi saya sudah memanggil tuan Rama ke ruang kerjanya. Tapi tuan tidak juga bangun. Tidak biasanya tuan Rama seperti ini" jawab Bi Imah. Mendengar penjelasan Bi Imah,Clara cepat-cepat kembali ke ruang kerja Rama. Membuka pintu dan menghampiri Rama. "Tuan Rama.. Anda tidak apa-apa?" Tanya Clara. Tidak ada jawaban. Dia menempelkan tangannya ke dahi Rama. Suhu tubuhnya panas sekali. "Anda demam, tuan" Clara segera memanggil Bi Imah agar membantunya m
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
Claudia keluar dari kamar kedua. Dia melihat Clara sedang menggendong Bintang di ruangan depan. Claudia tertegun sejenak. Apakah itu anaknya Rama yang dimaksud bi Imah? Rama benar-benar sudah memiliki anak dengan Clara. Claudia sama sekali tidak menyangka.Claudia berjalan menghampiri Clara."Bagaimana mungkin Rama bisa menikahi mu? Dia mungkin sedang mabuk." Claudia menatap Clara dengan sinis."Nona Claudia, kau melupakan teh mu. Aku meletakkannya di dapur. Mungkin sudah dingin." Kata Clara seolah tidak peduli dengan ucapan Claudia."Meski kau sudah menikah dengannya, tapi aku tidak yakin Rama mencintaimu. Pasti ada sesuatu yang Rama sembunyikan dariku."Clara tercekat. Memang ada sesuatu dibalik pernikahannya. Rama memang tidak mencintainya. Tapi Clara berpikir itu tidak ada hubungannya dengan Claudia. Claudia sudah putus dengan Rama. Jadi terserah dia mau berpikir seperti apa. Yang terpenting saat ini dia adalah nyonya di rumah itu. Istri sahnya Rama."Claudia, jika urusanmu sudah
"Jangan bercanda, Bi. Kapan Rama punya istri?""Bahkan Tuan Rama sudah memiliki seorang putra." lanjut bi Imah. Claudia semakin terbelalak. Namun sesaat kemudian dia tertawa."Bibi, ini tidak lucu! Hei, cepat buatkan aku minuman!" Claudia kembali menyuruh Clara."Biar aku yang buatkan, Nona." Sahut bi Imah."Aku ingin dia yang membuatkan untukku, Bi!" Claudia menunjuk Clara. "Sudah, Bi. Tidak apa-apa. Biar aku buatkan." Kata Clara saat bi Imah ingin menyela ucapan Claudia. Dia tidak ingin berdebat seperti waktu itu.Clara bergegas ke dapur diikuti oleh bi Imah."Nona Claudia itu terlalu angkuh. Bibi benar-benar tidak menyukainya." kata Bi Imah setelah mereka berada di dapur. Clara tersenyum mendengar keluhan bi Imah."Apa dia kekasih tuan Rama, Bi?" tanya Clara."Itu dulu, nona. Sebelumnya tuan Rama sudah bertunangan dengan nona Claudia."Clara tertarik dengan cerita bi Imah. "Lalu?" Dia mendengar bi imah dengan serius."Nona Claudia bersama laki-laki lain saat tuan Rama ada pekerja
Terdengar keributan di ruangan depan. Clara keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi. "Lepaskan aku. Beraninya kalian!" Seorang wanita muda tengah berusaha melepaskan diri dari pegawai satpam Rama."Anda tidak boleh masuk, Nona." kata Satpam terus menghalangi wanita itu."Nona Claudia...?" Bi Imah keluar dari dapur karena mendengar keributan."Dimana Rama?" tanya Claudia terus berusaha melepaskan diri.Rama yang sedang berada di ruang kerja keluar."Kenapa membuat keributan?!" suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan, dingin dan tegas. Satpam yang semula menghalangi Claudia segera membungkukkan badan ke arah Rama."Maafkan kami, Tuan. Nona Claudia tiba-tiba memaksa masuk dan kami tidak bisa mencegahnya." terang satpam. "Kalian pergilah." kata Rama kepada satpam. Merekapun meninggalkan tempat itu."Awas saja kalian. Aku akan buat kalian dipecat!" Claudia melirik satpam dengan kesal.Rama berdiri tanpa sepatah kata. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali."Rama.
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu