Hari ini Clara dan Rama akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Rama memberikan gaun berwarna nude untuk dipakai Clara. Hari ini juga pertama kalinya Clara akan menghirup udara bebas di luar sana sejak dia masuk ke rumah Rama.
Wajah Clara sumringah. Dengan dandanan natural namun terlihat sangat cantik. Wajahnya yang tirus dengan mata bulat kecoklatan,hidung mancung dan bibir yang tipis kemerahan, membuat Clara nampak mempesona. Sebelumnya dia tidak pernah berdandan, hanya sekedar memakai skincare untuk kebutuhan sehari-hari.
Sejenak Rama terpana ketika melihat Clara keluar dari dalam rumah. Clara tersenyum dan menghampiri Rama yang bersandar pada mobil mewahnya.
"Saya sudah siap, tuan" masih dengan senyumannya sambil memegangi perutnya yang besar. Menggoyang-goyangkan gaunnya dengan manja.
"Masuk ke mobil!" Perintah Rama, tidak ingin Clara menyadari bahwa dia terpesona kali ini.
"Baik, tuan" Clara bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.
Sepanjang perjalanan Clara senyum-senyum sendiri sambil melihat pemandangan di luar dari balik jendela kaca mobil. Rama melirik dengan ujung matanya dengan sedikit tersenyum. Seperti anak kecil saja, batin Rama.
"Sudah lama saya tidak menikmati pemandangan di luar. Terimakasih tuan Rama sudah mengajak saya keluar" Clara menoleh ke arah Rama. Secepat kilat Rama mengalihkan pandanganya ke depan. Akan memalukan jika Clara tau bahwa dia sedang memperhatikannya.
"Ini karena kau yang tadi malam sangat ceroboh. Kalau tidak aku tidak akan membawamu keluar."
Clara cemberut.
"Alangkah baiknya kalau setiap hari saya ceroboh. Jadi setiap hari bisa keluar rumah"
"Coba saja kalau berani!" Bentak Rama.
Lihat saja, jika nanti ada kesempatan aku akan kabur, kata Clara dalam hati.
"Tuan Rama mengurungku dalam rumah seperti seorang tawanan. Aku memang tidak punya tempat tinggal. Tapi aku masih mempunyai seorang ayah. Bagaimana jika ayahku melaporkanmu ke polisi?" Clara berpikir dia ingin menakut-nakuti Rama.
Rama tertawa.
"Ayah? Orang yang tidak menganggapmu anak kau sebut dia ayah? Bahkan dia lebih memilih istri barunya ketimbang dirimu. Mungkin jika kau mati pun dia tidak peduli"
Clara kaget. Bagaimana dia tau? Ah, mungkin rama hanya menebak-nebak karena Rama berpikir selama ini tidak ada yang mencarinya.
"Tapi Tuan jangan lupa. Aku juga punya ayah dari bayi yang ku kandung ini"
Rama semakin tertawa keras. Membuat Clara merasa ngeri.
"Maksudmu laki-laki bernama Satria itu? Laki-laki yang telah mencampakkanmu? Sungguh menyedihkan!!"
"Ba..bagaimana tuan Rama tau segalanya tentang saya?" Clara terkejut sungguh tidak menyangka Rama tau tentang kehidupannya selama ini.
"Itu mudah saja bagiku. Aku tau semuanya tentangmu. Dan ingat! Jangan pernah sekali-sekali ingin kabur dariku. Atau kau akan menyesal menjadi gelandangan!" Rama menatap tajam Clara.
Clara bergidik. Rama seperti sudah membaca pikirannya bahwa dia berencana untuk kabur. Sungguh menakutkan, bahkan dalam pikirannya saja dia sudah bisa menebak.
Sampailah di rumah sakit. Setelah dokter melakukan usg memastikan bayinya baik-baik saja dan memberikan resep obat, mereka keluar.
"Tunggu di sini. Aku akan ambil obatnya" kata Rama pada Clara.
Clara berdiri menunggu di depan pintu rumah sakit. Melihat sekeliling. Ingin sekali dia kabur, tapi dia merasa takut dengan ancaman Rama tadi. Clara mengurungkan niatnya. Lagipula kehidupannya diluar sana belum tentu akan lebih baik. Selama Rama tidak pernah melakukan kekerasan padanya itu sudah bagus daripada menjadi gelandangan seperti yang dikatakan Rama.
Tidak lama Rama kembali membawa obat. Memberikan pada Clara dan menyuruhnya masuk ke mobil.
Sepanjang perjalanan semua membisu.
"Tuan, apa boleh aku meminta sesuatu sebelum kita kembali ke rumah?" Clara membuka percakapan.
"Katakan " jawab Rama.
"Saya ingin melihat-lihat taman kota. Sebentar saja, tuan. Saya tidak akan lama-lama, saya janji" Clara mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Rama diam. Mengarahkan mobilnya menuju taman kota. Hari ini kebetulan ada pesta perayaan memperingati hari jadi kota. Ada pertunjukan air mancur dengan lampu yang berwarna warni. Setibanya di sana Clara segera turun. Dia sangat senang. Pergi ke sebuah bangku kosong dan duduk di sana. Melihat pancuran air setinggi 4 meter dengan lampu sorot beraneka warna yang seolah menari berlenggak-lenggok dengan indahnya.
Rama menghampiri dan duduk di dekat Clara.
"Lihatlah tuan Rama, ini indah sekali" kata Clara tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun dari air mancur. Dia tertawa senang sekali.
Rama memandang Clara dengan menyembunyikan senyum yang tersungging di bibirnya. Wanita polos ini, sungguh bodoh bisa dijebak oleh laki-laki yang tidak bertanggung jawab.
"Terimakasih tuan Rama. Hari ini saya sangat bahagia" tanpa sadar Clara menggenggam tangan Rama dengan lembut saking bahagianya. Rama menatap kedua tanggan Clara, merasakan ada getaran di hatinya.
"Saya janji mulai hari ini saya akan selalu patuh pada tuan, Rama. Tidak akan membuat masalah lagi" Clara tersenyum pada Rama.
Tak terasa hari semakin malam. Air yang terus menari-nari semakin membuat suasana semakin syahdu. Sangat cocok dinikmati bersama pasangan. Namun Clara dan Rama bukanlah pasangan.
Clara berjalan melewati ruang kerja Rama. Pintunya sedikit terbuka. Clara mengintip ke dalam ruangan itu. Terlihat Rama duduk menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya di atas meja. Clara melirik jam dinding. Sudah pukul 8 pagi kenapa Tuan Rama tidak berangkat kerja. Tapi Clara tidak berani mengganggunya. Clara menuju meja makan. Melihat makanan masih utuh belum tersentuh sama sekali. "Bi Imah.." Clara memanggil Bi Imah "Iya nona" Bi imah menghampiri Clara. "Kenapa makanannya masih utuh? Apa tuan Rama belum sarapan?" "Belum nona. Tadi saya sudah memanggil tuan Rama ke ruang kerjanya. Tapi tuan tidak juga bangun. Tidak biasanya tuan Rama seperti ini" jawab Bi Imah. Mendengar penjelasan Bi Imah,Clara cepat-cepat kembali ke ruang kerja Rama. Membuka pintu dan menghampiri Rama. "Tuan Rama.. Anda tidak apa-apa?" Tanya Clara. Tidak ada jawaban. Dia menempelkan tangannya ke dahi Rama. Suhu tubuhnya panas sekali. "Anda demam, tuan" Clara segera memanggil Bi Imah agar membantunya m
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
Terdengar keributan di ruangan depan. Clara keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi. "Lepaskan aku. Beraninya kalian!" Seorang wanita muda tengah berusaha melepaskan diri dari pegawai satpam Rama."Anda tidak boleh masuk, Nona." kata Satpam terus menghalangi wanita itu."Nona Claudia...?" Bi Imah keluar dari dapur karena mendengar keributan."Dimana Rama?" tanya Claudia terus berusaha melepaskan diri.Rama yang sedang berada di ruang kerja keluar."Kenapa membuat keributan?!" suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan, dingin dan tegas. Satpam yang semula menghalangi Claudia segera membungkukkan badan ke arah Rama."Maafkan kami, Tuan. Nona Claudia tiba-tiba memaksa masuk dan kami tidak bisa mencegahnya." terang satpam. "Kalian pergilah." kata Rama kepada satpam. Merekapun meninggalkan tempat itu."Awas saja kalian. Aku akan buat kalian dipecat!" Claudia melirik satpam dengan kesal.Rama berdiri tanpa sepatah kata. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali."Rama.
Claudia keluar dari kamar kedua. Dia melihat Clara sedang menggendong Bintang di ruangan depan. Claudia tertegun sejenak. Apakah itu anaknya Rama yang dimaksud bi Imah? Rama benar-benar sudah memiliki anak dengan Clara. Claudia sama sekali tidak menyangka.Claudia berjalan menghampiri Clara."Bagaimana mungkin Rama bisa menikahi mu? Dia mungkin sedang mabuk." Claudia menatap Clara dengan sinis."Nona Claudia, kau melupakan teh mu. Aku meletakkannya di dapur. Mungkin sudah dingin." Kata Clara seolah tidak peduli dengan ucapan Claudia."Meski kau sudah menikah dengannya, tapi aku tidak yakin Rama mencintaimu. Pasti ada sesuatu yang Rama sembunyikan dariku."Clara tercekat. Memang ada sesuatu dibalik pernikahannya. Rama memang tidak mencintainya. Tapi Clara berpikir itu tidak ada hubungannya dengan Claudia. Claudia sudah putus dengan Rama. Jadi terserah dia mau berpikir seperti apa. Yang terpenting saat ini dia adalah nyonya di rumah itu. Istri sahnya Rama."Claudia, jika urusanmu sudah
"Jangan bercanda, Bi. Kapan Rama punya istri?""Bahkan Tuan Rama sudah memiliki seorang putra." lanjut bi Imah. Claudia semakin terbelalak. Namun sesaat kemudian dia tertawa."Bibi, ini tidak lucu! Hei, cepat buatkan aku minuman!" Claudia kembali menyuruh Clara."Biar aku yang buatkan, Nona." Sahut bi Imah."Aku ingin dia yang membuatkan untukku, Bi!" Claudia menunjuk Clara. "Sudah, Bi. Tidak apa-apa. Biar aku buatkan." Kata Clara saat bi Imah ingin menyela ucapan Claudia. Dia tidak ingin berdebat seperti waktu itu.Clara bergegas ke dapur diikuti oleh bi Imah."Nona Claudia itu terlalu angkuh. Bibi benar-benar tidak menyukainya." kata Bi Imah setelah mereka berada di dapur. Clara tersenyum mendengar keluhan bi Imah."Apa dia kekasih tuan Rama, Bi?" tanya Clara."Itu dulu, nona. Sebelumnya tuan Rama sudah bertunangan dengan nona Claudia."Clara tertarik dengan cerita bi Imah. "Lalu?" Dia mendengar bi imah dengan serius."Nona Claudia bersama laki-laki lain saat tuan Rama ada pekerja
Terdengar keributan di ruangan depan. Clara keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi. "Lepaskan aku. Beraninya kalian!" Seorang wanita muda tengah berusaha melepaskan diri dari pegawai satpam Rama."Anda tidak boleh masuk, Nona." kata Satpam terus menghalangi wanita itu."Nona Claudia...?" Bi Imah keluar dari dapur karena mendengar keributan."Dimana Rama?" tanya Claudia terus berusaha melepaskan diri.Rama yang sedang berada di ruang kerja keluar."Kenapa membuat keributan?!" suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan, dingin dan tegas. Satpam yang semula menghalangi Claudia segera membungkukkan badan ke arah Rama."Maafkan kami, Tuan. Nona Claudia tiba-tiba memaksa masuk dan kami tidak bisa mencegahnya." terang satpam. "Kalian pergilah." kata Rama kepada satpam. Merekapun meninggalkan tempat itu."Awas saja kalian. Aku akan buat kalian dipecat!" Claudia melirik satpam dengan kesal.Rama berdiri tanpa sepatah kata. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali."Rama.
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu