"Kemarilah Clara. Duduk di dekatku" Nyonya Triana memanggil Clara untuk duduk bersamanya di ruang keluarga. Dengan sedikit gemetar Clara datang dan duduk di samping nyonya Triana. Apa yang akan terjadi hari ini?
"Ibu belum sempat bertanya kapan kalian menikah? Kenapa tidak mengabariku?""Itu...saya..." Clara gugup benar-benar takut salah bicara."Maafkan saya bu. Saya tidak bisa jelaskan. Biar Tuan Rama nanti yang menjelaskan pada ibu""Memangnya kenapa?"Masih dengan rasa kebingungan, apa yang harus Clara katakan. Selama ini semua orang di rumah itu mengira bahwa Clara adalah istrinya Rama. Tanpa ada yang berani bertanya kapan menikah atau darimana asal Clara.Clara berpikir sejenak."Ibu... sebenarnya saya dan tuan Rama...kami..."Tiba-tiba Rama masuk ke ruangan itu."Ibu..kapan ibu datang?kenapa tidak memberitahuku?" Rama memeluk dan mencium tangan nyonya Triana. Ternyata dia juga bisa bersikap lunak, Clara menatap Rama dengan heran. Bukan seperti Rama yang selama ini dia temui."Seharusnya ibu yang tanya padamu Rama. Menikah diam-diam. Kau anggap apa ibumu ini?" Nada bicara nyonya Triana sedikit kesal.Rama menatap Clara. Mereka saling berpandangan. Clara menunduk tidak berani melihat tatapan Rama."Apa yang Clara katakan pada ibu?" Rama bertanya."Dia tidak mengatakan apapun. Dia bilang kau yang akan menjelaskan pada ibu""Baiklah aku katakan. Clara adalah istriku, kami menikah 4 bulan yang lalu" Clara terkejut dan kembali menatap Rama."Tuan Rama...?""Iya bu. Maafkan Rama belum sempat memberitahu ibu karena Rama sangat sibuk.""Dasar anak tidak berbakti. Hal sebesar ini masih tidak sempat memberitahu ibu. Jika ibu tidak datang, mungkin saat cucu ibu lahir kau juga tidak akan memberi tau ibu""Aku pasti memberitahu ibu. Bukankah ibu dari dulu mengharapkan seorang cucu?" Rama tersenyum meski terlihat itu begitu canggung."Tapi kenapa ibu tidak lihat kalian seperti suami istri. Seharusnya suami istri itu bersikap mesra. Pulang kerja seorang suami mencium kening istrinya dan istri mencium tangan suaminya."Rama segera duduk dan memeluk pundak Clara. Menarik kedua sudut bibirnya, memaksakan senyuman di bibirnya."Itu cuma perasaan ibu saja" ucap Rama. Clara melirik tangan Rama yang melingkar di pundaknya. Ada rasa hangat saat kepala Clara menempel ke dada Rama.Sosok yang biasanya berpenampilan dingin itu ternyata bisa berubah menjadi sosok yang hangat dalam sekejap. Tiba-tiba hati Clara berdebar.Apa maksud tuan Rama dengan mengatakan pada ibunya bahwa dia adalah istrinya? Bukankah jika ibunya tau kenyataannya ini akan menjadi masalah besar."Sudahlah terserah kalian saja." Nyonya Triana menyeruput teh yang tersaji di meja."Dimana orang tuamu Clara? Seharusnya kami besan saling berkenalan" lanjutnya"Dia sudah tidak punya orang tua bu. Dia hidup sebatang kara di dunia ini" Rama menjawab. Clara kembali menatap Rama. Rama tau benar ibunya tidak akan mempermasalahkan menantunya dari mana atau keluarga mana. Yang terpenting menantunya adalah orang yang berakhlak baik dan menghormati suami serta orang tua. Rama melihat Clara sudah cukup memenuhi kriteria itu."Oh, kasihan sekali. Tenang saja Clara, mulai hari ini anggap aku sebagai ibumu sendiri. Tidak perlu sungkan" Nyonya Triana tersenyum sambil menggenggam tangan Clara dengan penuh kehangatan."Ba...baik bu""Kalau begitu temani suamimu ke kamar untuk berganti pakaian. Dan segeralah pergi ke ruang makan. Kita makan bersama.""Apa? Tapi bu..." Belum selesai Clara bicara Rama menarik tangan Clara sambil berdiri."Baik bu" Rama menggenggam tangan Clara menuju kamarnya. Clara hanya bisa patuh tanpa bisa melawan.Sesampainya di dalam kamar, Rama menutup pintu."Duduk!!" Perintahnya pada Clara dengan dingin. Tiba-tiba sikapnya berubah 180 derajat. Clara terkejut dan menurut."Dengar!! Kau pura-pura saja menjadi istriku di depan ibu.""Tapi kenapa tuan? Apa maksudnya semua ini?""Sudah diam! Kau tidak ada hak bertanya padaku. Turuti saja apa yang ku katakan.""Tuan Rama...saya mohon lepaskan saya..." Mata Clara berkaca-kaca. Sebenarnya dia sudah tidak tahan terus dikurung dalam rumah itu. Tidak pernah tau dengan dunia luar lagi. Dia harus selalu tunduk dan patuh pada semua aturan Rama. Dia bagaikan hewan peliharaan Rama. Rupanya masuk ke dalam rumah itu adalah kesalahan besar"Saya masih tidak mengerti kenapa tuan memperlakukan saya seperti ini" air mata Clara menetes.Rama tidak peduli. Dia mengambil pakaian di lemari dan bergegas menuju kamar mandi. Barang-barang di kamar Rama semua terlihat sangat mewah. Hanya saja Clara sudah tidak lagi terkesan seperti pertama kali dia masuk ke rumah itu. Tepatnya dia sudah bosan.Beberapa menit kemudian Rama keluar dari kamar mandi. Mengenakan celana santai tanpa memakai kaos. Dadanya terbuka. Bentuk tubuh yang ideal untuk seorang laki-laki dengan badan tegap dan dada bidang. Wajahnya terlihat semakin tampan namun masih dengan aura yang dingin.Clara mengalihkan pandangannya. Tidak pantas rasanya dia melihat semua itu."Tuan, sebaiknya saya menunggu tuan di meja makan saja" Clara hendak berdiri dari tempat duduknya."Tetap di sana! Siapa yang mengijinkanmu pergi!" Clara kembali duduk dengan takut."Jangan sampai ibuku curiga. Kau mengerti??" Bentak Rama.Setelah memakai pakaian, Rama dan Clara keluar dari kamar menuju meja makan. Terlihat Nyonya Triana menyiapkan makanan bersama Bi Imah. Clara menghampirinya."Biar saya bantu bu""Tidak usah. Ini sudah selesai. Duduk dekat suamimu dan layani dia makan." Kata nyonya Triana. Clara memandang Rama yang sudah duduk di kursinya. Clara segera duduk di samping Rama. Diam mematung tidak tau apa yang harus dia lakukan. Nyonya Triana duduk dan melihat Clara dengan heran."Aku ingin makan cumi-cumi asam manis itu, Sayang. Ambilkan untukku." Menyadari ibunya sedang memperhatikan, Rama segera memberi instruksi pada Clara."Ba..baik.." Clara pun mengambilkan apa yang diinginkan Rama. Benar-benar di depan ibunya laki-laki itu berubah total."Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri. "Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar."Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana."Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya."Ibu tenang saja" balas Rama."Baiklah. Ibu pergi dulu"Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulika
Hari ini Clara dan Rama akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Rama memberikan gaun berwarna nude untuk dipakai Clara. Hari ini juga pertama kalinya Clara akan menghirup udara bebas di luar sana sejak dia masuk ke rumah Rama.Wajah Clara sumringah. Dengan dandanan natural namun terlihat sangat cantik. Wajahnya yang tirus dengan mata bulat kecoklatan,hidung mancung dan bibir yang tipis kemerahan, membuat Clara nampak mempesona. Sebelumnya dia tidak pernah berdandan, hanya sekedar memakai skincare untuk kebutuhan sehari-hari.Sejenak Rama terpana ketika melihat Clara keluar dari dalam rumah. Clara tersenyum dan menghampiri Rama yang bersandar pada mobil mewahnya."Saya sudah siap, tuan" masih dengan senyumannya sambil memegangi perutnya yang besar. Menggoyang-goyangkan gaunnya dengan manja."Masuk ke mobil!" Perintah Rama, tidak ingin Clara menyadari bahwa dia terpesona kali ini."Baik, tuan" Clara bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalana
Clara berjalan melewati ruang kerja Rama. Pintunya sedikit terbuka. Clara mengintip ke dalam ruangan itu. Terlihat Rama duduk menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya di atas meja. Clara melirik jam dinding. Sudah pukul 8 pagi kenapa Tuan Rama tidak berangkat kerja. Tapi Clara tidak berani mengganggunya. Clara menuju meja makan. Melihat makanan masih utuh belum tersentuh sama sekali. "Bi Imah.." Clara memanggil Bi Imah "Iya nona" Bi imah menghampiri Clara. "Kenapa makanannya masih utuh? Apa tuan Rama belum sarapan?" "Belum nona. Tadi saya sudah memanggil tuan Rama ke ruang kerjanya. Tapi tuan tidak juga bangun. Tidak biasanya tuan Rama seperti ini" jawab Bi Imah. Mendengar penjelasan Bi Imah,Clara cepat-cepat kembali ke ruang kerja Rama. Membuka pintu dan menghampiri Rama. "Tuan Rama.. Anda tidak apa-apa?" Tanya Clara. Tidak ada jawaban. Dia menempelkan tangannya ke dahi Rama. Suhu tubuhnya panas sekali. "Anda demam, tuan" Clara segera memanggil Bi Imah agar membantunya m
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Claudia keluar dari kamar kedua. Dia melihat Clara sedang menggendong Bintang di ruangan depan. Claudia tertegun sejenak. Apakah itu anaknya Rama yang dimaksud bi Imah? Rama benar-benar sudah memiliki anak dengan Clara. Claudia sama sekali tidak menyangka.Claudia berjalan menghampiri Clara."Bagaimana mungkin Rama bisa menikahi mu? Dia mungkin sedang mabuk." Claudia menatap Clara dengan sinis."Nona Claudia, kau melupakan teh mu. Aku meletakkannya di dapur. Mungkin sudah dingin." Kata Clara seolah tidak peduli dengan ucapan Claudia."Meski kau sudah menikah dengannya, tapi aku tidak yakin Rama mencintaimu. Pasti ada sesuatu yang Rama sembunyikan dariku."Clara tercekat. Memang ada sesuatu dibalik pernikahannya. Rama memang tidak mencintainya. Tapi Clara berpikir itu tidak ada hubungannya dengan Claudia. Claudia sudah putus dengan Rama. Jadi terserah dia mau berpikir seperti apa. Yang terpenting saat ini dia adalah nyonya di rumah itu. Istri sahnya Rama."Claudia, jika urusanmu sudah
"Jangan bercanda, Bi. Kapan Rama punya istri?""Bahkan Tuan Rama sudah memiliki seorang putra." lanjut bi Imah. Claudia semakin terbelalak. Namun sesaat kemudian dia tertawa."Bibi, ini tidak lucu! Hei, cepat buatkan aku minuman!" Claudia kembali menyuruh Clara."Biar aku yang buatkan, Nona." Sahut bi Imah."Aku ingin dia yang membuatkan untukku, Bi!" Claudia menunjuk Clara. "Sudah, Bi. Tidak apa-apa. Biar aku buatkan." Kata Clara saat bi Imah ingin menyela ucapan Claudia. Dia tidak ingin berdebat seperti waktu itu.Clara bergegas ke dapur diikuti oleh bi Imah."Nona Claudia itu terlalu angkuh. Bibi benar-benar tidak menyukainya." kata Bi Imah setelah mereka berada di dapur. Clara tersenyum mendengar keluhan bi Imah."Apa dia kekasih tuan Rama, Bi?" tanya Clara."Itu dulu, nona. Sebelumnya tuan Rama sudah bertunangan dengan nona Claudia."Clara tertarik dengan cerita bi Imah. "Lalu?" Dia mendengar bi imah dengan serius."Nona Claudia bersama laki-laki lain saat tuan Rama ada pekerja
Terdengar keributan di ruangan depan. Clara keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi. "Lepaskan aku. Beraninya kalian!" Seorang wanita muda tengah berusaha melepaskan diri dari pegawai satpam Rama."Anda tidak boleh masuk, Nona." kata Satpam terus menghalangi wanita itu."Nona Claudia...?" Bi Imah keluar dari dapur karena mendengar keributan."Dimana Rama?" tanya Claudia terus berusaha melepaskan diri.Rama yang sedang berada di ruang kerja keluar."Kenapa membuat keributan?!" suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan, dingin dan tegas. Satpam yang semula menghalangi Claudia segera membungkukkan badan ke arah Rama."Maafkan kami, Tuan. Nona Claudia tiba-tiba memaksa masuk dan kami tidak bisa mencegahnya." terang satpam. "Kalian pergilah." kata Rama kepada satpam. Merekapun meninggalkan tempat itu."Awas saja kalian. Aku akan buat kalian dipecat!" Claudia melirik satpam dengan kesal.Rama berdiri tanpa sepatah kata. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali."Rama.
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu