Clara melangkahkan kakinya keluar dari tempat kost. Menyeret koper yang berisi pakaian dan perlengkapannya. Dia berjalan dengan linglung. Tiada tujuan karena dia hidup sebatang kara di dunia ini. ibunya meninggal karena kecelakaan. Ayahnya menikah lagi dan dia tidak tahan tinggal bersama ibu tiri yang setiap hari menyiksanya, memanfaatkannya melakukan semua pekerjaan rumah. Sampai akhirnya ia memutuskan pergi dari rumah. Bekerja part time untuk membiayai kuliahnya sendiri. Lebih menyakitkan lagi karena ayahnya lebih memilih ibu tirinya dari pada anaknya sendiri.
Clara duduk di sebuah halte. Hidupnya sudah hancur. Dia tidak bisa meneruskan kuliahnya dengan kondisinya yang sedang hamil saat ini, tidak ingin semua teman-temannya tau akan aibnya. Menyesal tapi semua sudah terjadi. Bagaimanapun hidup harus tetap berjalan. Harus menjadi lebih baik daripada sebelumnya.Bus berhenti di depan Clara. Dia menaiki bus dan pergi ke luar kota.Sudah hampir satu bulan Clara berada di kota B. Sulit sekali mencari pekerjaan apalagi dia belum lulus kuliah. Uang tabungannya sudah hampir habis. Dan dia tidak tau lagi harus bagaimana.Clara berjalan dengan pikiran kacau dan tanpa sadar dia menyeberang jalan begitu saja tanpa memperhatikan kiri kanan. Tiba-tiba sebuah mobil melaju dan menabrak Clara.Bruukk! Clara jatuh tersungkur. Koper yang dia seret terpental. Sedetik kemudian semua terasa begitu gelap.Clara membuka matanya perlahan. Dia memegang kepalanya yang terasa pusing. Pandangannya beredar ke seluruh ruangan. Dia kini berada di sebuah kamar rumah sakit. Terakhir kali dia tertabrak sebuah mobil dan kemudian dia tidak ingat apa-apa lagi.Sorang laki-laki dengan setelan jas hitam terlihat memandang keluar jendela. Memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. Badannya yang tinggi dan tegap terlihat sangat berwibawa meski yang terlihat hanya punggungnya.Clara beringsut berusaha duduk bersandar di atas tempat tidurnya sehingga menimbulkan suara. Lelaki itu menoleh. Wajahnya tampan, garis muka dan rahangnya yang besar semakin membuat penampilannya penuh kharisma, serta tatapannya yang tajam dan dingin."Akhirnya kau bangun juga" katanya dengan menatap dingin Clara."Sebenarnya kau punya mata atau tidak? Menyeberang jalan seenaknya. Menyusahkan orang!" Lanjutnya dengan kilatan mata yang menahan amarah.Clara tertunduk ketakutan melihat tatapan tajam laki-laki itu. Dia menyadari itu memang kesalahannya."Ma..maafkan saya tuan" Clara berkata lirih.masih terus menundukkan kepalanya."Tunggu di sini! Aku panggil dokter agar urusan kita segera selesai" Lelaki itu pergi meninggalkan Clara yang masih ketakutan.Tidak lama dokter datang bersamanya. Dokter mendekati Clara. Memeriksa detak jantung dan tekanan darah Clara."Dia sudah tidak apa-apa tuan. Sudah diperbolehkan pulang. Syukurlah bayi yang dikandungnya baik-baik saja." Kata dokter sambil membereskan peralatan yang dibawanya. Lelaki itu terkejut mendengar perkataan dokter."Hamil??" Tanyanya"Iya tuan. Apa anda belum tau istri anda ini sedang hamil? Lain kali jagalah dia dengan baik. Hamil muda masih terlalu rentan.""Baiklah kalau begitu saya pergi dulu" dokter meninggalkan mereka berdua."Terimakasih dokter" jawab lelaki itu sedikit membungkukkan badannya. Sedetik kemudian dia kembali menatap Clara dengan tajam."Bangun! Aku akan mengantarmu pulang!"Clara perlahan bangun dari tempat tidurnya. Sekuat tenaga berdiri dan menahan rasa sakit di badannya.Mereka berdua masuk ke dalam sebuah mobil mewah. Lelaki itu menyalakan mobilnya dan bergegas meninggalkan rumah sakit."Dimana rumahmu?" Tanyanya pada Clara."Saya...saya...tidak punya rumah" jawab Clara perlahan dengan pandangan tertunduk. Lelaki itu menoleh geram."Lalu kemana aku harus mengantarmu?" bentaknya"Antarkan saja saya ke tempat tadi" jawab Clara.Mobil melaju ke tempat di mana Clara tertabrak. Sesampainya di sana Clara turun dari mobil."Tunggu! Ambil ini untuk mengobati lukamu sampai sembuh" lelaki itu menyodorkan amplop coklat."Terimakasih tuan. Dalam hal ini saya yang salah jadi tidak berhak menerima ini. Maaf sudah merepotkan" Clara menepiskan amplop itu kemudian membungkukkan badannya. Berjalan sedikit pincang dan meninggalkan laki-laki bernama Rama itu.Mobil Rama melaju melewati Clara. Namun beberapa saat kemudian mobil itu kembali dan berhenti di samping Clara. Kaca mobil terbuka perlahan."Masuk!" Kata Rama tanpa menoleh pada Clara."Ada apa tuan? Saya..." Clara bingung."Cepat masuk!" Bentak Rama kemudian menatap Clara dengan matanya yang tajam. Sepertinya dia bukan laki-laki biasa. Tampangnya berkharisma dan penuh wibawa. Setiap perkataannya siapa yang berani menolak. Setiap perintahnya seperti hipnotis yang memaksa lawan bicaranya untuk tunduk.Clara membuka pintu mobil dengan ragu. 'Dia pasti orang baik' bisiknya dalam hati mencoba menenangkan diri. Duduk di sebelah Rama sembari melirik dengan sedikit takut.Rama melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi.Sampailah mereka di sebuah rumah besar dan mewah bak istana. Seorang satpam membuka pintu gerbang yang begitu besar dan Kokoh."Selamat sore tuan!" Sapanya pada Rama.Mobil memasuki halaman depan rumah yang begitu luas. Taman-taman membuat halaman itu terlihat sangat sejuk. Clara masih ternganga melihat pemandangan itu. Seumur hidup dia tidak pernah melihat rumah semewah itu."Selamat datang tuan" seorang wanita keluar rumah menyambut kedatangan Rama. Dia menoleh ke arah Clara dengan pandangan penasaran."Bi Imah, antarkan nona ini ke kamar tamu dan ambilkan dia makanan" Rama masuk ke dalam rumah dengan langkahnya yang tegap dan angkuh."Baik tuan! ""Silahkan nona" Bi Imah mempersilahkan Clara masuk dan mengantarnya ke dalam sebuah kamar."Kalau mau membersihkan diri, di dalam ada kamar mandi lengkap dengan peralatannya. Nona bisa mandi dulu, saya akan kembali untuk ambilkan nona makanan" Mungkin Bi Imah melihat Clara yang terlihat lusuh dan kotor akibat terjatuh saat tertabrak mobil tadi sehingga mempersilahkan Clara untuk membersihkan diri."Terimakasih Bi" jawab Clara.Clara masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Melihat sekeliling ruangan."Bahkan kamar yang aku tempati sebelumnya tidak ada yang seluas ini" gumamnya.Dia segera beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.Pintu kamar diketuk dari luar. Clara bergegas keluar kamar mandi dengan mengenakan handuk yang terlilit ke tubuhnya yang ramping dan putih. "Nona, saya mengantar makanan untuk nona" terdengar Bi Imah dari balik pintu. "Oh iya bi... silahkan masuk. Pintunya tidak dikunci" jawab Clara. Bi Imah membuka pintu. Meletakkan nampan berisi makanan dan segelas air minum ke atas meja di dekat tempat tidur. "Sebaiknya makanan ini nona habiskan. Kalau tidak akan jadi masalah. Saya pergi dulu" kata Bi Imah. "Iya Bi... terimakasih " Clara membuka koper dan sibuk mencari pakaian yang akan dia kenakan hingga tidak menyadari kalau pintu kamar belum ditutup oleh Bi Imah. Tanpa sengaja Rama lewat di depan kamar tamu yang ditempati Clara. Rama tertegun melihat Clara yang hendak melepas handuk yang melilit ditubuhnya karena akan berganti pakaian. Spontan Rama bergegas ingin menutup pintu kamar itu. Mendengar suara langkah kaki Clara menoleh dan terkejut melihat Rama yang sudah memegang gagang pintu.
Keesokan harinya Clara terbangun karena ada yang mengetuk pintu. Sejenak Clara memandang ke tempat tidurnya, tidak ada yang berubah. Syukurlah berarti tidak terjadi apa-apa selama Clara tertidur."Nona Clara. Apakah nona sudah bangun?" Suara Bi Imah terdengar dari balik pintu."Iya bi..." Clara beringsut dari tempat tidurnya. Melangkahkan kakinya untuk membuka pintu."Sarapan nona Clara" Bi Imah masuk ke dalam kamar."Bibi kenapa repot-repot. Tunjukkan saja di mana dapurnya,aku akan ke sana untuk makan. Diantar seperti ini seperti nyonya besar saja""Nona tidak usah sungkan. Bibi sudah terbiasa melayani orang. Lagipula tuan Rama yang menyuruh agar makanan nona Clara diantar ke kamar""Apakah semua tamu diistimewakan seperti ini bi?" Tanya Clara."Tidak pernah ada tamu di rumah ini nona Clara. Paling-paling ibunya tuan Rama yang datang. Itu pun sangat jarang karena beliau tinggal di luar negeri. Menikah lagi dengan orang sana dan menetap di sana setelah 5 tahun kematian ayah tuan Rama.
"Kemarilah Clara. Duduk di dekatku" Nyonya Triana memanggil Clara untuk duduk bersamanya di ruang keluarga. Dengan sedikit gemetar Clara datang dan duduk di samping nyonya Triana. Apa yang akan terjadi hari ini? "Ibu belum sempat bertanya kapan kalian menikah? Kenapa tidak mengabariku?" "Itu...saya..." Clara gugup benar-benar takut salah bicara. "Maafkan saya bu. Saya tidak bisa jelaskan. Biar Tuan Rama nanti yang menjelaskan pada ibu" "Memangnya kenapa?" Masih dengan rasa kebingungan, apa yang harus Clara katakan. Selama ini semua orang di rumah itu mengira bahwa Clara adalah istrinya Rama. Tanpa ada yang berani bertanya kapan menikah atau darimana asal Clara. Clara berpikir sejenak. "Ibu... sebenarnya saya dan tuan Rama...kami..." Tiba-tiba Rama masuk ke ruangan itu. "Ibu..kapan ibu datang?kenapa tidak memberitahuku?" Rama memeluk dan mencium tangan nyonya Triana. Ternyata dia juga bisa bersikap lunak, Clara menatap Rama dengan heran. Bukan seperti Rama yang selama ini dia
"Jaga dirimu baik-baik Clara. Nanti jika cucuku sudah lahir, segera beritahu ibu" Nyonya Triana berpesan pada Clara sebelum kembali ke luar negeri. "Apa ibu tidak ingin menginap di sini lebih lama?" Clara bertanya karena merasa jika ada Nyonya Triana dia terlindungi dari sikap Rama yang selalu dingin dan kasar."Ibu sudah satu minggu di sini. Tuan Smith sudah menelepon ibu beberapa kali agar ibu segera kembali" Tuan Smith adalah suami kedua Nyonya triana."Rama, jaga Clara baik-baik. Aku lihat terkadang kau menyuruhnya melakukan sesuatu seperti atasan pada bawahan. Kalian itu pasangan, tidak baik seperti itu" Nyonya Triana mengingatkan Rama. Terbiasa mendikte Clara sehingga terkadang Rama tidak menyadarinya."Ibu tenang saja" balas Rama."Baiklah. Ibu pergi dulu"Mereka mengantar kepergian Nyonya Triana sampai ke halaman. Sebuah mobil mewah sudah menunggu untuk mengantarkan Nyonya Triana.Setelah kepergian Nyonya Triana, Rama bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun mempedulika
Hari ini Clara dan Rama akan pergi ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungannya. Rama memberikan gaun berwarna nude untuk dipakai Clara. Hari ini juga pertama kalinya Clara akan menghirup udara bebas di luar sana sejak dia masuk ke rumah Rama.Wajah Clara sumringah. Dengan dandanan natural namun terlihat sangat cantik. Wajahnya yang tirus dengan mata bulat kecoklatan,hidung mancung dan bibir yang tipis kemerahan, membuat Clara nampak mempesona. Sebelumnya dia tidak pernah berdandan, hanya sekedar memakai skincare untuk kebutuhan sehari-hari.Sejenak Rama terpana ketika melihat Clara keluar dari dalam rumah. Clara tersenyum dan menghampiri Rama yang bersandar pada mobil mewahnya."Saya sudah siap, tuan" masih dengan senyumannya sambil memegangi perutnya yang besar. Menggoyang-goyangkan gaunnya dengan manja."Masuk ke mobil!" Perintah Rama, tidak ingin Clara menyadari bahwa dia terpesona kali ini."Baik, tuan" Clara bergegas membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. Sepanjang perjalana
Clara berjalan melewati ruang kerja Rama. Pintunya sedikit terbuka. Clara mengintip ke dalam ruangan itu. Terlihat Rama duduk menelungkupkan wajahnya di kedua tangannya di atas meja. Clara melirik jam dinding. Sudah pukul 8 pagi kenapa Tuan Rama tidak berangkat kerja. Tapi Clara tidak berani mengganggunya. Clara menuju meja makan. Melihat makanan masih utuh belum tersentuh sama sekali. "Bi Imah.." Clara memanggil Bi Imah "Iya nona" Bi imah menghampiri Clara. "Kenapa makanannya masih utuh? Apa tuan Rama belum sarapan?" "Belum nona. Tadi saya sudah memanggil tuan Rama ke ruang kerjanya. Tapi tuan tidak juga bangun. Tidak biasanya tuan Rama seperti ini" jawab Bi Imah. Mendengar penjelasan Bi Imah,Clara cepat-cepat kembali ke ruang kerja Rama. Membuka pintu dan menghampiri Rama. "Tuan Rama.. Anda tidak apa-apa?" Tanya Clara. Tidak ada jawaban. Dia menempelkan tangannya ke dahi Rama. Suhu tubuhnya panas sekali. "Anda demam, tuan" Clara segera memanggil Bi Imah agar membantunya m
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Claudia keluar dari kamar kedua. Dia melihat Clara sedang menggendong Bintang di ruangan depan. Claudia tertegun sejenak. Apakah itu anaknya Rama yang dimaksud bi Imah? Rama benar-benar sudah memiliki anak dengan Clara. Claudia sama sekali tidak menyangka.Claudia berjalan menghampiri Clara."Bagaimana mungkin Rama bisa menikahi mu? Dia mungkin sedang mabuk." Claudia menatap Clara dengan sinis."Nona Claudia, kau melupakan teh mu. Aku meletakkannya di dapur. Mungkin sudah dingin." Kata Clara seolah tidak peduli dengan ucapan Claudia."Meski kau sudah menikah dengannya, tapi aku tidak yakin Rama mencintaimu. Pasti ada sesuatu yang Rama sembunyikan dariku."Clara tercekat. Memang ada sesuatu dibalik pernikahannya. Rama memang tidak mencintainya. Tapi Clara berpikir itu tidak ada hubungannya dengan Claudia. Claudia sudah putus dengan Rama. Jadi terserah dia mau berpikir seperti apa. Yang terpenting saat ini dia adalah nyonya di rumah itu. Istri sahnya Rama."Claudia, jika urusanmu sudah
"Jangan bercanda, Bi. Kapan Rama punya istri?""Bahkan Tuan Rama sudah memiliki seorang putra." lanjut bi Imah. Claudia semakin terbelalak. Namun sesaat kemudian dia tertawa."Bibi, ini tidak lucu! Hei, cepat buatkan aku minuman!" Claudia kembali menyuruh Clara."Biar aku yang buatkan, Nona." Sahut bi Imah."Aku ingin dia yang membuatkan untukku, Bi!" Claudia menunjuk Clara. "Sudah, Bi. Tidak apa-apa. Biar aku buatkan." Kata Clara saat bi Imah ingin menyela ucapan Claudia. Dia tidak ingin berdebat seperti waktu itu.Clara bergegas ke dapur diikuti oleh bi Imah."Nona Claudia itu terlalu angkuh. Bibi benar-benar tidak menyukainya." kata Bi Imah setelah mereka berada di dapur. Clara tersenyum mendengar keluhan bi Imah."Apa dia kekasih tuan Rama, Bi?" tanya Clara."Itu dulu, nona. Sebelumnya tuan Rama sudah bertunangan dengan nona Claudia."Clara tertarik dengan cerita bi Imah. "Lalu?" Dia mendengar bi imah dengan serius."Nona Claudia bersama laki-laki lain saat tuan Rama ada pekerja
Terdengar keributan di ruangan depan. Clara keluar dari kamar untuk mengetahui apa yang terjadi. "Lepaskan aku. Beraninya kalian!" Seorang wanita muda tengah berusaha melepaskan diri dari pegawai satpam Rama."Anda tidak boleh masuk, Nona." kata Satpam terus menghalangi wanita itu."Nona Claudia...?" Bi Imah keluar dari dapur karena mendengar keributan."Dimana Rama?" tanya Claudia terus berusaha melepaskan diri.Rama yang sedang berada di ruang kerja keluar."Kenapa membuat keributan?!" suara baritonnya menggema ke seluruh ruangan, dingin dan tegas. Satpam yang semula menghalangi Claudia segera membungkukkan badan ke arah Rama."Maafkan kami, Tuan. Nona Claudia tiba-tiba memaksa masuk dan kami tidak bisa mencegahnya." terang satpam. "Kalian pergilah." kata Rama kepada satpam. Merekapun meninggalkan tempat itu."Awas saja kalian. Aku akan buat kalian dipecat!" Claudia melirik satpam dengan kesal.Rama berdiri tanpa sepatah kata. Wajahnya tidak menunjukkan ekspresi sama sekali."Rama.
Dokter keluar dari ruang perawatan."Bagaimana keadaan anak saya, Dokter?" Clara segera menghampirinya."Air susu masuk ke paru-parunya. Sebelumnya dia kesulitan bernapas. Untunglah segera ditangani." kata dokter."Sekarang bagaimana, Dokter?" tanya Clara dengan cemas."Sudah tidak apa-apa. Tidak perlu menjalani rawat inap. Tapi Nona, lain kali berhati-hatilah saat memberikan susu. Bayi mudah tersedak karena sistem pencernaannya belum sempurna." Dokter menjelaskan.Akhirnya Clara bisa merasa lega. Dia menyandarkan tubuhnya yang lunglai pada dinding dan menghela napas " Syukurlah.""Terimakasih, Dokter." Rama sedikit membungkukkan badan. Dokter membalasnya dan kemudian pergi meninggalkan mereka."Dasar ceroboh!!" Rama masih menahan marah.Clara sudah pasrah. Terserah Rama mau berbuat apa padanya. Yang terpenting saat ini dia bisa bernapas lega.Mereka keluar dari rumah sakit dan menaiki mobil. Sebelum menjalankan mobilnya Rama menatap Clara tajam."Ku peringatkan kau, lain kali jangan
"Apa ibu benar-benar mau pergi sekarang?" Rama masuk ke dalam kamar ibunya. Terlihat Nyonya triana sedang berkemas."Iya. Tuan Smith sudah meminta ibu segera kembali."Rama membuang muka acuh tak acuh. Nyonya Triana tersenyum menatap anaknya."Apa kamu masih ingin ditemani ibu seperti saat kamu masih berumur lima tahun?""Aku hanya tidak ingin ibu kenapa-napa. Jika ibu ada di dekatku, aku bisa menjaga dan melindungi ibu.""Rama, ibu bisa menjaga diri. Kamu tidak perlu khawatir.""Berhati-hatilah dengan tuan Smith." Rama mengingatkan ibunya."Kenapa kau selalu berpikiran buruk pada tuan Smith? Berhentilah membencinya, Rama.""Apa ibu begitu mencintainya?""Rama, kamu bukan anak kecil lagi. Bahkan sekarang kamu sudah berkeluarga. Seharusnya kamu tau apa itu tanggung jawab dalam keluarga. Baik suami maupun istri semuanya harus punya tanggung jawab." Nyonya Triana menggenggam tangan anaknya."Jika kamu ingin bertemu ibu, kamu bisa datang kapan saja. Ini bukan perpisahan selamanya." Lanjut
Ini adalah novel Perdana saya. Berawal dari hobi menulis dan akhirnya mencoba untuk membuat novel di platform. Terimakasih kepada editor yang sudah memberi masukan dan sudah membantu saya. Saya masih butuh banyak belajar lagi. Mohon dukungannya untuk para pembaca yang Budiman. Jangan lupa untuk memberi masukan yang membangun untuk saya agar bisa berkarya lebih baik lagi. Kritik dan saran saya terima dengan senang hati. Saya berharap bisa menjadi penulis profesional seperti para senior-senior di sini. Terimakasih kepada para pembaca yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk membaca novel saya. Novel ini hanya fiksi semata. Jika ada kesamaan nama tokoh ataupun kejadian, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Rama masuk ke dalam kamar untuk melihat keadaan Clara dan bayinya. "Tuan, apa kau tidak ingin memberi nama untuk bayiku"? Tanya Clara. Rama mengernyitkan keningnya. Apakah Clara sudah tidak marah lagi? "Aku ingin. Tapi aku tidak tau ini pantas atau tidak" jawab Rama. "Maafkan saya, tuan. Saya terbawa emosi dan marah atas perlakuan tuan pada saya" Clara masih menatap bayinya. Mengelus kepalanya dengan lembut. "Saya sudah merenungkannya. Tindakan tuan tidak sepenuhnya salah. Mungkin jika saya yang berada di posisi itu saya juga akan melakukan hal yang sama seperti tuan" lanjut Clara. "Clara...aku...aku minta maaf" Rama merasa canggung. Selama ini dia tidak pernah mengucapkan permintaan maaf apalagi kepada orang yang statusnya ada di bawah Rama. Clara menoleh memandang Rama. "Tuan tidak perlu minta maaf. Lagipula tuan sudah mengurusku dengan baik selama ini. Kalau tidak, aku pasti akan menjadi gelandangan seperti yang tuan katakan waktu itu" "Itu artinya kau sudah memaafkanku?" T
Rama melajukan mobilnya secepat mungkin menuju rumah sakit. Clara membuka matanya perlahan. Tubuhnya sudah terbaring di ranjang rumah sakit dan beberapa perawat mendorongnya menuju ruang operasi persalinan. Karena Clara mengalami pendarahan jadi dia harus segera di operasi Caesar untuk mengeluarkan bayinya. Udara dingin menyentuh kulitnya saat ranjangnya memasuki ruang operasi. Seorang perawat membantunya duduk. "Nona, dokter akan memberikan suntikan anestesi. Mungkin akan terasa sakit, mohon tahan sedikit " Clara memejamkan matanya. Merasakan sebuah suntikan di tulang belakangnya. Kemudian perawat kembali membantunya untuk merebahkan diri. Beberapa detik kemudian separuh tubuhnya tidak merasakan apa-apa lagi. Dokter mengecek kaki Clara memastikan sudah tidak ada rasa. Kemudian mereka memulai operasi Caesar. Clara merasa sangat mual. Kedua tangannya gemetar dan keringat dingin keluar dari keningnya. Perawat menyekanya dengan tisu. "Tidak apa, nona. Ini tidak akan sakit" perawat
Hari ini seperti biasa Clara berada di taman belakang. Berjalan-jalan sambil menikmati cuaca cerah dan bunga-bunga yang mulai bermekaran. Wanita hamil harus melakukan olahraga raga ringan, setidaknya berjalan-jalan agar persalinannya nanti mudah. "Nona Clara, tuan Rama memanggil anda ke ruang kerja" tiba-tiba Bi Imah muncul. "Ada apa bi?" Tanya Clara heran. Tidak biasanya Rama memanggilnya ke ruang kerja. "Saya tidak tau, non. Sebaiknya nona datang saja ke sana" "Baiklah, Bi. Terimakasih " Clara bergegas pergi ke ruang kerja Rama. Mengetuk pintu. "Masuk!" Suara Rama terdengar dari dalam. Clara membuka pintu dan masuk ke dalam ruangan itu. "Duduk!" Kata Rama. Clara menurut dan segera duduk. "Hari ini aku akan mengatakan sesuatu padamu. Mungkin akan membuatmu sakit hati dan kemudian membenciku, tapi itu hak mu." Rama terdiam sejenak. Clara nampak kebingungan tidak mengerti apa yang ingin dikatakan oleh Rama. "Clara, bukankah kau ingin tau kenapa aku membawamu ke sini dan mengu