Share

Terjebak Cinta Terlarang
Terjebak Cinta Terlarang
Penulis: Lusia Sudarti

Bab 1

1. PELET(Terjebak Cinta Terlarang)

Dalam perjalanan

Penulis:Lusia Sudarti

Part1

*

"Maya bersiap-siaplah besok kita sekeluarga akan berangkat kerumah Mbahmu di desa Tegal Sari, untuk menghadiri pernikahan Bibikmu disana, bawa pakaian untuk satu minggu ...!" kata Bapak sambil melongok ke dalam kamarku.

"Kok lama banget sih Pak, gimana nanti pekerjaanku?" jawabku protes karena bepergian terlalu lama.

"Tenang saja Maya, kan cuma satu minggu ...!" bujuk Bapak.

"Ok lah Pak ...!" akhirnya aku mengalah.

Perkenalkan namaku Maya! Aku janda punya anak satu.

Bekerja sebagai buruh kasar di perkebunan kelapa sawit.

Tidak sedikit Emak-emak yang menaruh cemburu padaku! Yaah ... secara walaupun aku bekerja jadi buruh kasar, itu tidak mengurangi daya tarikku lho hehehe. Kata orang wajahku manis berambut panjang lurus hidung mungil mata coklat sendu, tubuh langsing walau pun tidak terlalu tinggi, justru membuat kaum adam ter gila-gila hehehe. Pede sedikit gak pa-pa kan!

Keesokan harinya, sesuai rencana kami sekeluarga berangkat mengendarai mobil sewa yang telah tiba satu jam sebelum rombongan berangkat.

Ada sekitar sepuluh orang, sempit, pasti, dan untungnya masih ada sedikit ruang untuk sekedar mengubah posisi duduk.

"Buka sedikit jendela Nduk," perintah si Mbah tetanggaku yang turut menghadiri undangan, yah beliau sudah seperti Mbah sendiri bagiku dan keluargaku.

"Mbah mau merokok ya?" tanyaku sambil tersenyum.

"Iya Nduk asem banget dari tadi." jawabnya.

"Eemm aku juga mau Mbah. Kirain Aku aja yang asem hehehe ...!" balasku seraya nyengir kuda.

Heemm padahal nih gengs belum pernah liat kuda nyengir kaya apa?

❣❣❣

Ternyata perjalanan ini cukup panjang dan melelahkan, kami tiba sekitar pukul 20:30. Untung aja tadi istirahat di rumah makan dua saudara, untuk makan siang dan sekedar buang air kecil, ada yang tiduran meluruskan otot, kalo aku pasti menyegarkan diri, alias mandi."

Setelah selesai kami melanjutkan perjalanan kembali.

"Siapa tau nanti Maya mendapat jodoh lagi disana ya Dek?" Mbah Uti nyeletuk memecah keheningan.

"Hahaha, Iya ya Mbah," sahut Bapak terkekeh menjawab perkataan Mbah Uti.

Dan rombongan pun menjadi riuh.

"Masa ada yang mau sama aku Mbah?" aku merendah.

"Pasti adalah, kayak dulu di desa Mayang wangi, kamu dilamar orang jam sebelas malam, hehehe," Mbah kembali terkekeh mengenang dahulu aku pernah dilamar orang yang tak jelas di tengah malam, sedang aku sendiri sudah berlayar di pulau kapuk.

"Hehehe, iya, ya Mbah, padahal aku kan udah tidur, hanya orang tua yang belum tidur, masih asyik ngobrol melepas rindu. Saat itu kami mengantarkan seserahan sebagai hantaran untuk pernikahan Adik bungsuku."

"Semoga aja Maya cepet ketemu jodoh lagi," Bapak menimpali.

"Iya, mudah-mudahan Maya segera mendapat jodoh lagi, sudah empat tahun menyendiri, biar ada yang bantui mencari nafkah," sahut Maryati Ibu kandungku dan di aminkan oleh semua.

"Maya belum ada keinginan untuk menikah lagi Mbah, takut dapat laki-laki yang nggak bertanggung jawab, lebih parah dari yang pertama," ujarku tetap mengelak.

"Sekitar satu jam lagi kita sampai, ini sudah hampir memasuki perbatasan," Bapak melihat ada penunjuk arah disisi jalan.

Untung ada AC jadi tak terlalu panas di mobil, semua rombongan terlelap, kecuali aku dan Mbah Uti, Mbah Supar dan Bapak.

Mobil melaju dengan kecepatan delapan puluh kilo meter perjam, dan pintu gerbang memasuki wilayah desa Mekar Sari sudah terlihat.

"Bangun, bangun kita sudah memasuki desa," ucap Bapak, dan semua terbangun siap-siap karena kita hampir sampai.

Setelah melewati sawah dan pabrik padi akhirnya mobil berbelok di rumah yang dipasang tenda warna biru. Kami disambut oleh tuan rumah, yaitu Mbahku.

Semua rombongan sudah berkumpul dan bersalam ria, ada yang saling peluk untuk melepas rindu, kalo aku masih malu, karena ini pertama kalinya berkunjung kerumah Mbah.

"Ini pasti Maya dan ini Anaknya kan? Yang namanya Anjani?" Bapak-Bapak seumuran Bapakku bertanya.

"Iya ... pasti ini Mbah kan?" tanyaku sambil kuraih punggung tangannya dan kucium dengan ta'zim.

Begitu pun Anakku bergantian mencium punggung tangan Mbah.

"Wah Maya, Anakmu cantik banget, sama seperti kamu," ujar Mbah kemudian.

Beliau memuji kami berdua.

"Ah Mbah bisa aja ...!" balasku seraya tersenyum malu.

❣❣❣❣

Mbah memperkenalkan Anaknya satu persatu, juga yang lusa yang akan duduk di pelaminan.

Bik Siti namanya, dan Paman Sunardi itu Masnya.

Paman, Bibik dan kedua adiknya menyalami kami secara bergantian.

Saat itu tatapan Sunardi terasa berbeda, dan itu benar-benar aku rasakan ada sesuatu yang tak biasa.

Aku bingung dengan tatapan Sunardi! 'Ada apa ya ...!" lirihku dalam hati.

Keluarga dari kedua belah pihak berkumpul menjadi satu dalam ruangan khusus keluarga. Kami saling memperkenalkan diri, agar lebih dekat dan erat.

Aku diajak masuk ke kamar pengantin, Bibik akan dirias wajahnya oleh MUA, untuk prosesi acara adat.

"Maya, sini. Ayo kenalan dulu sama keluarga dari calon Suami Bibik," Mbah Herman memanggilku yang berada di kamar pengantin.

"Iya Mbah," aku mengekor di belakang Mbah Herman menuju ruang khusus keluarga.

Keluarga dari besan yang jauh, diperkenalkan satu persatu, jika kelak bertemu di jalan bisa saling tegur sapa.

Kami semua saling bercanda, dan tak ada rasa canggung sama sekali.

Karena menurutku, mereka orang-orang yang baik.

Dan cepat sekali menyesuaikan diri bersama kami.

Sejak satu minggu menjelang hari H, dirumah calon pengantin sudah begitu ramai, maklum orang jawa banyak sekali ritual yang harus di jalankan.

Keluargaku mengikuti prosesi acara adat sore ini, aku dan Anakku tak ikut serta, aku lelah dan istirahat dulu di dalam kamar pengantin.

Setelah tadi mengikuti acara perkenalan antar keluargaku dan keluarga besan. Atau pun keluargaku yang belum pernah bertemu sebelumnya.

Ternyata banyak keluarga yang belum kukenal sebelumnya. Karena buatku pribadi, baru kali ini dipertemukan dengan keluarga besar Bapak. Itu pun belum semua, karena banyak yang berhalangan tidak bisa hadir.

Mereka semua banyak yang masih di pesantren, merantau, sakit dan bekerja. Yang tak memungkin kan untuk pulang. Mungkin sekitar empat puluh persen keluarga yang berhalangan hadir.

"Hai Dek, capek ya?" Paman menghampiri aku diruang rias.

"Lumayan Paman, perjalanannya jauh," jawabku dan menggeser tempat duduk untuknya.

"Pantas nggak ikut acara tadi," jawabnya lagi.

"Iya ..."

Paman pamit untuk membantu keluarga yang lain.

Aku tak begitu mengerti tentang adat Jawa, yang aku tahu hanya pernikahan, itu saja.

Setelah melepas lelah sejenak, dan menyantap hidangan untukku dan keluargaku! Kami menuju kerumah Mbah yang lain. Disini kami menginap selama menghadiri acara.

Jaraknya tidak terlalu jauh, juga tidak dekat, cukup untuk sekedar olah raga dengan berjalan kaki, kami bersenda gurau dalam perjalanan, tak terasa akhirnya kami pun tiba.

Bersambung

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status