Shouhei Shiraishi menautkan kening. “Aku tidak pernah menyangka kalau kecemburuan seorang wanita akan separah ini.” Risa Abdullah marah mendengarnya, menatap dengan sorot mata mengeras. “Apa hanya itu yang bisa kamu katakan?” “Lalu, apa? Apa yang ingin kamu dengar dariku?” sindirnya dingin, wajahnya tampak begitu santai. Tidak ada tanda-tanda dia takut kehilangan Risa sama sekali. Pemandangan itu membuat hati Risa Abdullah tenggelam kecewa, membenarkan dugaan kalau bosnya ini hanya ingin mempermainkannya di antara banyak wanita yang entah sudah berapa banyak yang dimilikinya. Kalau sudah bosan, pasti akan ditinggal setelah egonya terpuaskan. Risa berdiri cepat, mengepalkan kedua tangan di sisi tubuhnya. Meringis kelam dengan tatapan putus asa ditujukan kepada pria di depanya. Nada suaranya dalam dan tegas, super serius. “Shouhei Shiraishi, aku memang buta selama ini mencintaimu. Setelah dipermainkan oleh beberapa pria, kenapa aku masih saja jatuh pada jebakan yang sama? Kenapa a
Risa Abdullah tergagap dengan pertanyaan sederhana tersebut. Yang dia tahu mengenai keluarga Adnan adalah keluarga dengan pengaruh besar dan luar biasa. Bahkan di luar negeri pun, mereka bagaikan macan yang bergelut di dunia bisnis. Memutuskan perjodohan mereka berdua jelas tidak akan mudah. Apalagi mengingat keluarganya dan kondisi perusahaan yang sudah berada di tepi jurang. Kalau dia ketahuan berbuat macam-macam yang menyinggung keluarga Budiraharja, sudah pasti sama dengan membawa keluarganya sendiri ke rumah penjagalan. Perselingkuhannya dengan Shouhei Shiraishi (itulah yang Risa pikirkan dengan situasi hubungan mereka sekarang) merupakan tindakan paling ekstrem yang pernah dilakukannya sepanjang hidupnya. Dia tahu kalau Shouhei Shiraishi bukanlah pria kaya dengan latar belakang hebat seperti Adnan, tapi melihat kemampuannya yang luar biasa dan otaknya yang cemerlang, seharusnya memiliki sesuatu untuk menyelamatkan hubungan mereka berdua. Tapi, betapa bodohnya dirinya. Sungguh
Pada Sabtu pagi, Risa Abdullah mendapati kantor sangat tenang dan damai. Menurut kabar yang didengarnya, bos mereka ada janji pagi-pagi sekali dengan sang pemilik taman hiburan. Risa Abdullah yang duduk di meja sekretarisnya, hanya bisa mengemil wafer super panjang sambil mengetik di komputer. Kejadian kemarin dianggapnya sebisa mungkin tidak ada, meski beberapa topik pembicaraan mereka sangatlah serius. Apa yang diucapkannya kepada Shouhei kemarin adalah batas kesabarannya menghadapi sang pujaan hati. Mendalami hubungan terlarang seperti itu, setelah dipikir-pikirnya lagi sampai tidak bisa tidur semalaman, ternyata bukanlah gayanya. Hatinya tidak bisa memungkiri kalau dia memang sangat mencintai Shouhei, tapi jalan yang mereka tempuh terlalu berbahaya dan penuh racun. Belum lagi sikap pria itu yang kadang sangat dingin dan tak berperasaan, membuatnya kadang diperlakukan seperti habis manis sepah dibuang. Kalau dia sudah bosan, bagaimana dengan nasibnya kelak? Seperti orang bodoh
Risa Abdullah berjalan menuruni tangga marmer putih dengan corak mewah. Senyum indah merekah di wajahnya, meski sebenarnya dipaksakan dengan amat sangat. Matanya menangkap sosok ibunya yang berdiri di dekat ayahnya, menutupi mulut dengan mata berkaca-kaca penuh haru melihatnya. Wanita bergaun merah dengan kalung indah berkilau di leher jenjangnya itu terlihat begitu memukau di mata semua orang. Adnan Budiraharja sendiri yang dalam pakaian tuxedo hitam elegannya, terpana hingga tidak sanggup mengatakan apa pun lagi. Kedua bola matanya berbinar indah penuh kekaguman. Sosok Risa terpantul sempurna di permukaan kacamatanya. Dia ternyata memiliki calon istri yang sangat cantik! Siapa yang akan menyangka kalau mereka berdua sudah bertemu sebelumnya dalam kondisi yang tak terbayangkan oleh siapa pun? Dengan gagah dan tampan, lelaki berkacamata dengan pembawaan dewasa dan bijak itu berjalan menuju tangga untuk menjemput sang calon tunangan. “Kamu sangat cantik malam ini, Risa Abdullah,”
Acara pertunangan akhirnya berjalan lancar. Risa Abdullah berdiri di depan kolam renang dengan kilauan unik di malam hari. Adnan ada di sisinya. “Malam ini, aku sungguh bahagia,” ungkap Adnan puas, tersenyum lembut dengan wajah tampan berkacamatanya. “Syukurlah. Aku kira kamu akan kecewa karena pestanya tidak seperti yang keluarga Budiraharja inginkan.” Senyum Risa agak kaku, tapi berusaha dibuat setulus mungkin. Tangannya menggoyang-goyangkan minuman di depan tubuhnya. Adnan menoleh, segera meraih dagu sang wanita dengan tangan bebasnya, lalu menyentuh ujung bibir manisnya dengan ibu jari. Tersenyum dengan sedikit menggoda. “Kamu bicara apa? Pesta ini sudah sangat mewah. Tidak lihat ayahku sangat puas sampai terbahak kencang di dalam sana?” Kedua orang ini lalu berbalik ke arah pintu kaca yang terbuka. Di dalam ruangan megah itu, masih ada beberapa tamu yang tinggal meski jam pesta sudah dinyatakan selesai. Di antara para tamu-tamu di sana, ayah dari kedua calon suami istri ini
Hari Senin pagi, Risa Abdullah menghempaskan tubuhnya ke kursi dengan bunyi berderit keras menghiasi udara. Sekarang statusnya telah resmi menjadi tunangan Adnan, tapi setelah mempelajari isi kontrak yang diberikan oleh Shouhei beberapa waktu lalu, dunia Risa bagaikan dibalik secara mendadak. Dalam beberapa klausal itu, ada beberapa poin yang sepertinya sulit membuatnya berpisah dengan lelaki kejam itu. Hatinya mencelos dingin, tidak tahu harus bagaimana menghadapi pemutusan kontrak tersebut. Masalah baru yang ada di depan matanya bukanlah soal pembayaran hutang, atau pun denda berkali-kali lipat yang tertera di sana, melainkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Risa sebelum benar-benar bisa memutuskan kontraknya. Gila! Bagaimana bisa dia memikirkan hal seperti itu untuk mengikatnya? “Aduh... kamu ini kenapa, Risa? Pagi-pagi sudah terlihat suram begitu?” goda salah satu sekretaris rekan kerjanya. Risa tertawa kecil, menanggapinya santai. “Benarkah? Mungkin karena semal
Sepeninggal orang-orang tadi, Risa Abdullah menegang kaku mendapati dirinya berada di dekat Shouhei. “Kenapa tidak masuk?” sinisnya dingin. Hah? Masuk? Dia ingin menggunakan lift yang sama dengannya? Bukankah dia bisa menggunakan lift khusus seperti biasa? Kenapa harus pakai lift umum, sih? Seandainya saja sejak awal Shouhei menggunakan lift khusus, pertemuan mereka tidak akan memulai banyak masalah yang tidak berarti seperti sekarang ini. Berpikir karena masalah pertunangannya tidak dibahas sedikit pun oleh Shouhei, Risa Abdullah menganggukkan kepala canggung seolah-olah karyawan patuh kepada bos galaknya. “Permisi...” bisiknya sembari berjalan memasuki lift di mana Shouhei sudah menahan pintunya untuk dimasuki berdua. “Sepertinya, hari ini kamu terlihat senang.” Punggung Risa Abdullah membeku dingin begitu mendengar sindirannya. Di belakang, Shouhei berdiri sembari bersandar di dinding lift, kedua tangan berada di saku celana. Mata dingin gelap pria ini menatap punggung sang
“Hypnosis?” Risa tertegun kaget ketika mendengar penjelasan siapa pria yang mengenalinya itu, dan mengaku sebagai seorang dokter pribadinya. “Benar. Aku dulunya adalah dokter pribadimu yang juga menjalani profesi sebagai ahli hypnosis.” Risa keringat gelisah melihat senyum lebar pria tampan di depannya. Memang bisa, ya, seperti itu? Dokter dan ahli hypnosis di saat yang sama? Karena tiba-tiba dikenali oleh sang dokter, dan pembawaan pria itu terlihat formal, ajaibnya, Risa mendapat izin dari Ayana untuk berbicara dengannya di meja lain. Mata Risa melirik sejenak kepada Ayana yang tengah menikmati pesanannya sambil melakukan video call. Itu pasti adalah Shouhei yang diajaknya berbicara. Wajah senang begitu berseri-seri, hanya pernah dilihatnya bersama bos sialannya itu. Hati Risa remuk redam. Dia teringat lagi tiba-tiba dengan gosip yang didengarnya beberapa saat lalu. Hehe. Mereka sudah French Kiss di depan umum, kan? Itu artinya adalah pernyataan yang sudah sangat jelas akan