Acara pertunangan akhirnya berjalan lancar. Risa Abdullah berdiri di depan kolam renang dengan kilauan unik di malam hari. Adnan ada di sisinya. “Malam ini, aku sungguh bahagia,” ungkap Adnan puas, tersenyum lembut dengan wajah tampan berkacamatanya. “Syukurlah. Aku kira kamu akan kecewa karena pestanya tidak seperti yang keluarga Budiraharja inginkan.” Senyum Risa agak kaku, tapi berusaha dibuat setulus mungkin. Tangannya menggoyang-goyangkan minuman di depan tubuhnya. Adnan menoleh, segera meraih dagu sang wanita dengan tangan bebasnya, lalu menyentuh ujung bibir manisnya dengan ibu jari. Tersenyum dengan sedikit menggoda. “Kamu bicara apa? Pesta ini sudah sangat mewah. Tidak lihat ayahku sangat puas sampai terbahak kencang di dalam sana?” Kedua orang ini lalu berbalik ke arah pintu kaca yang terbuka. Di dalam ruangan megah itu, masih ada beberapa tamu yang tinggal meski jam pesta sudah dinyatakan selesai. Di antara para tamu-tamu di sana, ayah dari kedua calon suami istri ini
Hari Senin pagi, Risa Abdullah menghempaskan tubuhnya ke kursi dengan bunyi berderit keras menghiasi udara. Sekarang statusnya telah resmi menjadi tunangan Adnan, tapi setelah mempelajari isi kontrak yang diberikan oleh Shouhei beberapa waktu lalu, dunia Risa bagaikan dibalik secara mendadak. Dalam beberapa klausal itu, ada beberapa poin yang sepertinya sulit membuatnya berpisah dengan lelaki kejam itu. Hatinya mencelos dingin, tidak tahu harus bagaimana menghadapi pemutusan kontrak tersebut. Masalah baru yang ada di depan matanya bukanlah soal pembayaran hutang, atau pun denda berkali-kali lipat yang tertera di sana, melainkan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh Risa sebelum benar-benar bisa memutuskan kontraknya. Gila! Bagaimana bisa dia memikirkan hal seperti itu untuk mengikatnya? “Aduh... kamu ini kenapa, Risa? Pagi-pagi sudah terlihat suram begitu?” goda salah satu sekretaris rekan kerjanya. Risa tertawa kecil, menanggapinya santai. “Benarkah? Mungkin karena semal
Sepeninggal orang-orang tadi, Risa Abdullah menegang kaku mendapati dirinya berada di dekat Shouhei. “Kenapa tidak masuk?” sinisnya dingin. Hah? Masuk? Dia ingin menggunakan lift yang sama dengannya? Bukankah dia bisa menggunakan lift khusus seperti biasa? Kenapa harus pakai lift umum, sih? Seandainya saja sejak awal Shouhei menggunakan lift khusus, pertemuan mereka tidak akan memulai banyak masalah yang tidak berarti seperti sekarang ini. Berpikir karena masalah pertunangannya tidak dibahas sedikit pun oleh Shouhei, Risa Abdullah menganggukkan kepala canggung seolah-olah karyawan patuh kepada bos galaknya. “Permisi...” bisiknya sembari berjalan memasuki lift di mana Shouhei sudah menahan pintunya untuk dimasuki berdua. “Sepertinya, hari ini kamu terlihat senang.” Punggung Risa Abdullah membeku dingin begitu mendengar sindirannya. Di belakang, Shouhei berdiri sembari bersandar di dinding lift, kedua tangan berada di saku celana. Mata dingin gelap pria ini menatap punggung sang
“Hypnosis?” Risa tertegun kaget ketika mendengar penjelasan siapa pria yang mengenalinya itu, dan mengaku sebagai seorang dokter pribadinya. “Benar. Aku dulunya adalah dokter pribadimu yang juga menjalani profesi sebagai ahli hypnosis.” Risa keringat gelisah melihat senyum lebar pria tampan di depannya. Memang bisa, ya, seperti itu? Dokter dan ahli hypnosis di saat yang sama? Karena tiba-tiba dikenali oleh sang dokter, dan pembawaan pria itu terlihat formal, ajaibnya, Risa mendapat izin dari Ayana untuk berbicara dengannya di meja lain. Mata Risa melirik sejenak kepada Ayana yang tengah menikmati pesanannya sambil melakukan video call. Itu pasti adalah Shouhei yang diajaknya berbicara. Wajah senang begitu berseri-seri, hanya pernah dilihatnya bersama bos sialannya itu. Hati Risa remuk redam. Dia teringat lagi tiba-tiba dengan gosip yang didengarnya beberapa saat lalu. Hehe. Mereka sudah French Kiss di depan umum, kan? Itu artinya adalah pernyataan yang sudah sangat jelas akan
Pertemuan dengan dokter Jay cukup membuat pikiran dan suasana hati Risa Abdullah sukses semakin anjlok setelah apa yang didengarnya tentang gosip Shouhei dan Ayana. Belum lagi, bos galaknya itu malah menyuruhnya menjadi asisten pribadi calon istrinya! Sialan! Apa yang tidak beres, sih, dalam hidupnya ini? Kenapa hanya penuh dengan lika-liku saja dan konflik tak berkesudahan? Dengan kemarahan di hatinya, sisa hari itu diakhiri dengan Risa yang pamit dari hadapan Ayana tanpa ada niat menjelaskan apa yang membuatnya tiba-tiba bersikap dingin dan begitu tertutup. Ayana yang merasa tidak enak hati melihatnya, dan diam-diam takut dengan kemarahan Risa, akhirnya membiarkannya saja pulang lebih dulu. Begitu meninggalkan tempat tersebut, Ayana termenung dalam diam. Saat dia berbalik untuk mengecek sosok dokter tampan tadi, dia sudah tidak ada di mejanya. “Aneh. Apa yang mereka bicarakan sampai Risa menjadi diam seperti itu?” gumamnya kepada diri sendiri. Ponsel Ayana yang ada di atas me
Di kamar, Risa Abdullah sedang termenung menatap langit-langit kamar tanpa kedip. Pengakuan ibunya beberapa saat lalu masih membuatnya syok dan merasa dikhianati oleh seluruh anggota kelarganya. “Ibu tidak bisa menjelaskan hal rumit ini kepadamu sendirian, Risa. Tunggu ayahmu pulang dari luar negeri dan kakakmu pulang dari luar kota. Baru kita bicarakan hal itu bersama-sama sebagai satu keluarga.” Itu adalah ucapan ibunya yang terdengar lesu dan tampak tidak sehat usai kaget dirinya mengetahui rahasia kecil mereka semua. Risa Abdullah yang sudah dalam piyama tidurnya, akhirnya memiringkan tubuhnya dengan wajah sedih, lalu menatap cincin tunangan di jarinya. Dia punya masa lalu segelap dan sekelam itu? Hanya gara-gara ingin melupakan cinta pertamanya? Siapa cinta pertamanya sampai dia mengalami masa-masa sulit seperti itu? Pantas saja selama ini keluarganya sama sekali tidak keberatan melihatnya suka berganti-ganti pacar, dan juga tidak keberatan mengizinkannya bekerja sesuai deng
Risa Abdullah membuntuti pasangan itu dengan wajah menggelap kelam, bibir digigit kuat-kuat, matanya sudah berkaca-kaca ingin menangis. Di depan sana, terlihat Ayana benar-benar kecentilan sembari memeluk sebelah lengan Shouhei sangat manja memasuki sebuah kafe yang sangat cocok untuk berkencan, membuat siapa pun yang melihat wanita cantik dan pria tampan jalan bersama sudah barang tentu membuat semua orang iri! Hati Risa benar-benar panas! “Lihat apa yang bisa aku lakukan kepada kalian! Satunya maniak, egois, dan manipulatif! Satunya lagi sok baik, sok polos, dan tukang pamer! Grrrr! Aku akan memberi kalian pelajaran! Muehehehe!” geram Risa kepada diri sendiri, sudah tertawa aneh dengan raut wajah licik mengerikan menatap kedua orang di depannya. Mata berkilat penuh kemarahan! Risa Abullah yang bersembunyi di balik pohon hias menjulang tinggi di indoor tersebut, menggeser tubuhnya pelan-pelan untuk kemudian lenyap dari balik batang pohon, sudah mirip hantu gentayangan. Senyum leb
Rencana Risa berjalan sangat lancar selama hampir satu jam ke depan. Keluar dari tempat makan sebelumnya, Risa yang sudah sangat kesal melihat kedekatan Ayana bersama Shouhei, sementara Shouhei sendiri tidak mau melepaskannya dari jeratan sebagai orang ketiga, akhirnya mengeluarkan semua ide liciknya untuk mempermainkan pasangan itu. Siapa suruh dia memojokkannya seperti sekarang?! “Oh, astaga! Ba-bagaimana mungkin ini terjadi?” pekik Ayana kesal dengan wajah tidak percaya, gaunnya ketumpahan es krim dari seorang anak laki-laki yang berdiri di dekat pagar lantai dua. Sebelum kejadian es krim yang jatuh itu, Ayana sempat terpeleset di lantai yang licin seorang diri. Tapi, segera ditolong oleh Shouhei bagaikan seorang pangeran yang begitu gentleman. Pemandangan itu semakin menusuk mata Risa yang sudah kepalang jengkel dengan sikap keduanya, sepertinya dengan sengaja membuatnya jadi orang bodoh sebagai orang ketiga dalam hubungan mereka. Risa Abdullah sangat yakin kalau insting Ayan