Elisa menata beberapa helai bajunya di atas tempat tidur. Ia mengambil traveling bag-nya kemudian meletakkannya juga di atas tempat tidur. Dimasukkannya beberapa helai bajunya itu ke dalam tas tersebut. Kemudian sambil berdiri, ia berpikir apa lagi yang sekiranya kurang atau terlupa.
"Oh iya, sikat gigi," katanya pada dirinya sendiri yang lupa memasukkan sikat gigi ke dalam tasnya.
Ia pun berjalan keluar dari kamarnya ka arah kamar mandi. Diambilnya sikat giginya yang berwarna merah dan berjalan keluar dari kamar mandi melewati ruang keluarga, di mana ayahnya sedang duduk menonton TV.
"Handuknya nggak lupa, Sa?" tanya ayahnya mengingatkan.
"Udah, Yah," jawab Elisa sambil berjalan melewati ruang keluarga.
"Sabunnya? Sikat giginya? Odolnya?" tanya ayahnya berentetan. Biasalah... Ayahnya suka menggoda Elisa dengan candaannya.
"Udah, Yah!" jawab Elisa yang sudah hampir sampai di depan pintu kamarnya.
Ia membuka pintu kamarnya dan m
Makasih buat kalian yang udah dukung karya ini dari awal. Lots of love ❤️
Tanggal 5 Juli. Hari pertama masuk kembali ke sekolah setelah liburan kenaikan kelas. Siswa-siswa di SMA Akasia hari itu akan datang lebih pagi untuk berkenalan dengan teman-teman sekelasnya yang baru. Kelas baru dan daftar nama teman-teman sekelas mereka memang telah diberikan kepada siswa masing-masing pada saat liburan kenaikan kelas. Alex dan Steven tetap berada di dalam satu kelas yang sama, kelas 11-A, sedangkan Joshua terpisah dari mereka dan masuk ke kelas 11-B. Setelah berjalan bersama memasuki area sekolah, mereka pun harus berpisah di depan kelas mereka masing-masing. Di dalam kelas Joshua, sudah ada beberapa anak yang duduk dan mengobrol serta bercanda ria. Melihat Joshua sekelas dengan mereka, mereka pun menyapanya dan kelas menjadi cukup riuh. "Wah, Joshua dateng, guys!" seru salah seorang anak laki-laki bernama Martin yang dulunya memang sekelas dengan Joshua. "Wuih, sekelas sama Joshua nih!" seru anak laki-laki yang lain lagi yang dulunya berb
Good morning, everyone. I would like to introduce your new classmate," kata Miss Ratna hendak memperkenalkan teman sekelas baru mereka. Semua siswa di situ memang baru saja memasuki kelas baru dan baru saja saling mengenal teman-teman sekelas mereka yang baru. Namun siswa pindahan pasti akan selalu diperkenalkan secara khusus di depan kelas. "Elisa, please introduce yourself," kata Miss Ratna mempersilahkan Elisa memperkenalkan dirinya sendiri di depan kelas. Elisa mengumpulkan keberaniannya dan mulai memperkenalkan dirinya di depan teman-teman barunya itu. "Hi, my name is Elisa. I'm 16 years old. Nice to meet you all, and I hope that we can be good friends," kata Elisa mempekenalkan diri dengan penuh senyum, sambil berusaha menyembunyikan rasa gugupnya, "Hi, Elisa!" sapa teman-teman sekelasnya bersamaan. "Be good to Elisa, guys! Alright, Elisa. You may sit over there," kata Miss Ratna mempersilahkan Elisa duduk sambil menunjuk sebuah bangku kosong di
Alex dan Steven berjalan keluar dari kelasnya hendak menuju kelas Joshua untuk mengajaknya pergi ke kantin bersama. Mereka berdiri di depan pintu kelas Joshua dan memanggilnya. "Josh, ayo ke kantin!" ajak Steven. Sementara itu, Alex melihat siapa-siapa saja teman-teman sekelas Joshua yang baru, kemudian pandangannya tertuju pada salah seorang anak baru yang tentunya terlihat asing baginya. Dilihatnya gadis itu juga melihat ke arahnya. Gadis itu kemudian merasa agak terkejut karena pandangan mereka bertemu dan langsung memalingkan pandangannya. Cantik, batin Alex. Ia beranggapan bahwa gadis baru yang dilihatnya itu cantik. Di sekolah itu memang banyak sekali gadis-gadis lain yang lebih cantik dari Elisa. Tapi ukuran kecantikan seseorang menurut ukuran laki-laki pastilah berbeda antara satu dan yang lainnya. Alex melihat anak baru tersebut terlihat cantik secara alami dan sederhana, tidak mendapat banyak polesan di wajahnya. Begitulah ukuran can
Elisa berangkat ke sekolah dengan lebih bersemangat pagi itu. Setelah pengalaman hari pertama masuk sekolahnya kemarin yang cukup baik, ia merasa agak lebih percaya diri pagi itu.Ia memarkirkan motornya dan melihat Meta yang juga baru datang. Ia pun berjalan menghampiri Meta yang baru saja melepas helmnya."Pagi, Ta," sapa Elisa dengan senyum sumringah."Eh, Sa. Kamu juga baru dateng?" tanya Meta."Iya. Barengan lagi kita masuknya ya," kata Elisa sambil tersenyum."Yuk, masuk yuk," ajak Meta disambut anggukan Elisa.Mereka berjalan memasuki area sekolah memasuki lobi. Kali ini wajah mereka tidak setegang kemarin. Mereka pun berjalan keluar dari lobi, memasuki koridor terbuka menuju kelas mereka. Kelas mereka, kelas 11 berada di gedung sebelah kanan, sedangkan kelas 10 berada di sebelah kiri, dan kelas 12 berada diantaranya di belakang. Di masing-masing gedung terdapat berbgai fasilitas sekolah dan kelas-kelas lain juga yang digunakan untuk
Sepulang sekolah, Elisa berlari menghampiri ayahnya yang sedang minum teh, kemudian mencium tangannya."Ada apa kok semangat gitu?" tanya ayahnya heran."Ayah tau nggak, di sekolah Elisa ternyata banyak orang terkenal! Ada artis, anak artis, anak pejabat, pokoknya anak-anak orang kaya, Yah," terang Elisa dengan bersemangat."Oya?" Ayahnya menunjukkan ketertarikan."Iya, Yah. Terus ada anak orang terkaya ke-37 Indonesia di kelas Elisa!" Elisa makin terdengar bersemangat."Halah... paling juga dia nggak mau nyapa kamu kan?" tanya ayahnya meremehkan."Hmm... Ayah ngeremehin Elisa. Dia itu duduknya pas di depan Elisa, suka ngajakin Elisa ngobrol!" timpal Elisa.Ayahnya yang sangat terkejut itu pun memuncratkan teh yang sedang diminumnya. Elisa ikut terkejut melihat ayahnya terkejut."Loh, kok Ayah kaget banget sih? Ayah aja ngobrol-ngobrol sama Pak Bambang Linardi, masa denger gini aja Ayah kaget sampe segitunya?" Elisa tidak menya
Saat jam istirahat kedua siang itu, Elisa masih duduk diam di kursinya sambil memegang selembar kertas. Kertas yang dipegangnya itu adalah sebuah formulir pendaftaran untuk kegiatan ekstrakurikuler. Dijelaskan bahwa tiap-tiap siswa boleh mengikuti maksimal 2 pilihan kegiatan ekstrakurikuler.Elisa membaca pilihan-pilihan kegiatan ekstrakurikuler yang ada di hadapannya itu. Terdapat sekitar 12 pilihan kegiatan yang bisa ia ikuti. Pilihan-pilihan kegiatan yang ada di situ sangat menarik bagi Elisa, salah satunya adalah Olah Vokal dan Jurnalistik. Tapi masalahnya terletak pada tulisan di dalam kolom yang terletak di sebelah kolom pilihan kegiatan. Isinya sungguh membuatnya terkejut. Kolom tersebut berisi besarnya iuran yang harus dibayarkan per bulan untuk masing-masing kegiatan, yang nominalnya tidaklah murah.SMA Akasia memang sangat serius dalam mengadakan kegiatan-kegiatan ekstrakurikulernya dengan tujuan memupuk bakat dan minat masing-masing siswa. Karena itu f
"Ayah...," panggil Elisa sambil cemberut pada ayahnya yang sedang duduk di depan TV. Ia lalu menyerahkan selembar kertas yang merupakan fomulir pendaftaran kegiatan ekstrakurikuler."Apa ini, Sa?" tanya ayahnya sambil menerima kertas dari Elisa itu.Elisa duduk sebelum menjawab pertanyaan ayahnya itu. "Formulir pendaftaran ekskul, Yah," jawabnya sambil tetap cemberut."Oh... Terus kok kamu cemberut gitu, Sa?" tanya ayahnya heran."Mahal Yah, iurannya...," jawab Elisa dengan nada sedih."Iya, Ayah udah dikasih tau waktu nyerahin berkas. Nggak apa-apa, udah dikasih sekolah sama fasilitasnya gratis, masa ekskul juga mau gratis?" Ayahnya menenangkan Elisa. Untuk beasiswa di sana, semua biaya sekolah, termasuk SPP, buku, seragam, biaya ujian, dan lain sebagainya memang digratiskan. Tapi khusus untuk ekstrakurikuler, mereka harus tetap membayar."Terus jadinya kamu mau ikut apa?" tanya ayahnya."Tuh, udah Elisa centang," jawab Elisa s
Alex mengambil handphone yang diletakkannya di samping komputernya setelah mendengar nada pesan notifikasi masuk. Ia segera membukanya dan melihat beberapa pesan notifikasi yang memang ia diamkan sedari tadi saking asyiknya ia bergumul dengan musiknya.Ada beberapa notifikasi masuk dari beberapa media sosial miliknya. Ia pun membuka pesan notifikasi dari website komunitas sekolah. Ada beberapa notifikasi baru yang menginformasikan tentang nama beberapa follower barunya. Alex tak membacanya dengan seksama dan langsung melewatinya. Ia memang tak pernah menaruh perhatian pada siapa saja yang mengikutinya di sosial media mana pun.Ia melanjutkan membaca pesan notifikasi yang berisi pesan pribadi yang masuk di akunnya itu. Di inbox-nya terdapat beberapa pesan baru yang masuk. Dilihat dari namanya, rata-rata pengirim pesan itu adalah perempuan. Biasanya ia akan menerima banyak pesan dari teman seangkatan ataupun kakak kelas perempuan. Tapi semenjak ia naik kelas dan me
Elisa memandang ke arah orang yang menarik tangannya itu dengan wajah terkejut. Dilihatnya Alex sedang memegang tangannya sambil memandang Ryan dengan wajah dingin."Ngapain kamu narik tangan Elisa?" tanya Ryan dengan wajah marahnya."Emangnya kenapa? Elisa bukan pacar kamu kan?" jawab Alex dengan ketus.Ryan terkekeh dibuatnya. "Terus kamu pikir kamu siapanya?" tanya Ryan."Jangan deketin Elisa lagi," pinta Alex tanpa menjawab pertanyan Ryan."Emangnya kenapa? Suka-suka aku dong mau deketin siapa. Kamu juga bukan siapa-siapanya," jawab Ryan dengan santainya.Alex berjalan mendekat ke arah Ryan, bermaksud melakukan sebuah konfrontasi untuk memperingatkan Ryan. "Kamu tau, kamu itu bisa bahayain Elisa," kata Alex dengan tatapan mata tajamnya.Elisa terkejut mendengar perkataan Alex itu. Dari mana Alex tahu kalau kedekatannya dengan Ryan bisa membahayakan keadannya? Ia belum pernah memberitahu Alex alasan sebenarnya di balik Sandra
Elisa merasa heran melihat tas kertas yang ada di hadapannya itu. Ia masih tak percaya ada seseorang yang mengirimkannya sesuatu dengan diam-diam seperti itu. Ia mulai penasaran dengan apa isi tas tersebut karena terasa cukup berat ketika diangkat. Perasaannya bercampur antara penasaran, senang, dan takut. Ia takut kalau-kalau tas itu berisi sesuatu yang buruk, yang dikirimkan oleh seseorang yang tak menyukinya.Ia membuka tas itu dan mengeluarkan sebuah kotak yang berukuran cukup besar berwara merah muda dengan pita biru. Ia membuka kotak itu dan merasa sangat terkejut melihat berbagai macam produk kosmetik yang masih terbungkus rapi dari berbagai merk di dalamnya. Ia melihat sebuah set lengkap peralatan makeup, skin care, dan parfum dari berbagai merk mahal yang tentu saja tak akan dapat dijangkaunya bahkan dengan menabung selama bertahun-tahun sekalipun. Ia masih tak percaya bahwa isi kotak itu semua diperuntukkan baginya. Ia pun melihat sepucuk kartu kecil lagi d
Sore itu sehabis les dan mandi, Alex menghabiskan waktunya berkutat di depan laptopnya, seperti sedang mencari sesuatu di internet. Ia terus saja mengetikkan kata-kata kunci pencarian di Google dan melihat hasil pencarian yang diberikan oleh mesin pencari itu. Ia mengetikkan kata kunci "makeup terbaik untuk remaja" dan melihat hasil yang keluar. Dibukanya website-website resmi yang menjual makeup di halaman itu, dan dibukanya gambar-gambar yang tertera di sana satu per satu.Ia menghela nafas sambil tangannya menyentuh dahinya, merasa seperti sedang kebingungan."Hah... diliat berkali-kali tetep aja nggak ngerti juga," keluhnya pada diri sendiri yang tak kunjung mengerti kegunaan produk-produk makeup yang dilihatnya tadi."Banyak banget sih macemnya," keluhnya lagi dengan alis yang mengernyit memandangi layar laptopnya.Setelah mengetahui bahwa tas kecil Elisa diambil oleh Sandra tadi pagi, ia berniat menggantinya agar Elisa tak merasa sedih lagi. Sebenar
"Elisa pulang!" seru Elisa saat memasuki rumahnya.Wajahnya siang itu tampak sangat lesu dan tak bersemangat. Terbayang peralatan makeup kesayangannya yang dirampas oleh Sandra tadi pagi. Ia terus saja memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa membeli peralatan makeup yang baru, sementara ia tak mempunyai cukup tabungan saat ini. Ia pun kemudian menjatuhkan dirinya ke sofa depan TV sambil meghela nafas panjang.Ayahnya berjalan menghampirinya dan melihat wajah lesu anaknya itu."Lah kok mukanya kusut gitu? Ada apa, Sa?" tanya ayahnya sambil duduk di sebelahnya."Nggak ada apa-apa kok, Yah," jawab Elisa berbohong. Tentu saja ayahnya tak langsung percaya."Ah, masa nggak ada apa-apa? Kayaknya kok ada apa-apa gitu?" tanya ayahnya berusaha mencari jawaban yang sebenarnya."Nggak ada apa-apa kok, Yah. Elisa cuma capek aja," jawab Elisa.Ayahnya sejenak memandanginya. Ia tentu tahu bahwa anaknya itu sedang menyimpan suatu permasalahan dalam
Alex berlari dengan panik mencari di mana keberadaan Elisa sebenarnya. Ia mencari di segala ruangan yang mungkin didatangi Elisa, seperti perpustakaan ataupun learning centre, namun tak kunjung menemukannya. Ia merasa semakin panik dan bingung.Sambil mengatur nafasnya yang masih terengah-engah sehabis berlari tadi, ia teringat bahwa terdapat sebuah toilet perempuan lagi di dalam sekolah itu yang belum sempat ia periksa, yaitu toilet di sport hall. Ia pun berlari ke arah toilet tersebut dan berharap bahwa toilet terakhir yang ditujunya itu bisa memberikannya sebuah jawaban.Ia berdiri di depan pintu toilet dan menunggu adanya seseorang yang keluar dari toilet itu. Tapi didengarnya samar-samar seperti ada suara seorang perempuan yang menangis dan bertengkar di dalam toilet itu. Merasa ada yang tak beres, tak ambil pusing dengan apa yang akan dikatakan orang padanya, ia pun memutuskan untuk masuk ke toilet itu dan melihat siapa yang ada di dalamnya.Saat melangkah
Sandra sedang berbaring di atas sebuah kasur di dalam ruang UKS. Entah mengapa meskipun mengantuk ia tetap tidak bisa tertidur dengan nyenyak di ruangan itu. Tiba-tiba ia mendengar ada suara notifikasi yang menandakan sebuah sebuah pesan masuk di handphone-nya. Ia segera mengambilnya dan membuka pesan yang ternyata dari Melissa, teman dekatnya itu."Duh, ngapain sih Melissa kirim-kirim pesen? Udah tau aku mau tidur," gumam Sandra pada dirinya sendiri dengan perasaan kesal.Saat ia membuka pesan yang dikirim oleh Melissa itu, matanya membelalak lebar karena terkejut. Rasa kantuk seketika hilang saat itu juga, tergantikan oleh sebuh rasa marah. Di layar handphone-nya itu, ia melihat foto Ryan yang sedang duduk berhadapan dengan Elisa di dalam kantin.Apa-apaan ini? Berani-beraninya dia nunjukin kedeketannya sama Ryan di depan anak-anak? Kalo gini caranya satu sekolah bisa tau kalo mantanku sekarang deket sama anak beasiswa! Sandra membatin saat melihat foto terseb
Jam 03.00 pagi. Sandra baru saja pulang syuting dan langsung tidur di kamarnya tanpa mengganti baju dan menghapus makeup-nya karena rasa kantuk berat yang dirasakannya. Ia memang terbiasa mengikuti kegiatan syuting sinetron dari sepulang sekolah sampai larut malam, tak jarang sampai dini hari. Seperti yang saat ini tengah ia alami.Tujuannya menjadi seorang artis bukan untuk mencari uang karena keluarganya sudah sangat berkecukupan. Ia menjadikannya sebagai sebuah hobi dan cita-cita. Itu semua didukung oleh papanya, Tony Halim, yang merupakan pemilik salah satu stasiun TV nasional, HiTV. Sandra bisa menjadi artis pun karena kekuatan pengaruh dari papanya itu. Padahal sebenarnya tujuannya menjadi artis hanyalah untuk mencari popularitas, sehingga kemampuan aktingnya pun tidak terlalu bagus. Karena itu pula, ia jarang didapuk menjadi pemeran utama dalam sinetron maupun film yang dibintnginya. Lagipula bagus ataupun tidak bagus aktingnya, tidak akan ada yang berani menghentikann
Malam itu, papa dan mama Alex pulang lebih awal dari biasanya. Alex yang baru saja turun ke bawah dari kamarnya, melihat mamanya itu seperti sedang keskitan sambil menggaruk-garuk tangannya dan menimbulkan bekas kemerahan pada kedua tangannya. Bi Sum sedang membantu mamanya itu untuk berjalan dan membantunya duduk di ruang keluarga sementara papanya sedang membawakan tas mamanya di belakang mereka."Loh, Mama kenapa, Ma?" tanya Alex berjalan menghampiri mamanya."Nggak tau nih, gatel-gatel semua. Kayaknya alergi," jawab mamanya."Emangnya habis makan apa tadi?" tanya Alex."Kayaknya mama kamu tadi ambil siomay isi udang pas acara," jawab papanya."Mama udah tau alergi udang kok ambil itu sih?" tanya Alex dengan perasaan cemas."Mama nggak tau, kirain isinya cuma ayam. Soalnya halus banget gilingan dagingnya," jawab mamanya sambil meringis menahan gatal dan sakit."Alex, jagain Mama bentar ya. Papa mau telepon Om Adi dulu," pinta papan
Pagi itu, kelas Alex sedang mengikuti pelajaran olahraga. Para siswa di kelas Alex saat itu sedang mempelajari teknik bermain voli di lapangan voli dalam sport hall. Mereka mengikuti pelajaran olah raga dengan sangat asyik dan menikmatinya. Mereka bergantian menggunakan lapangan untuk bermain, dan saat itu Alex belum mendapat giliran untuk bermain sehingga ia pun duduk di pinggir lapangan.Saat itu juga masuklah siswa-siswa dari kelas 11-B ke dalam sport hall menuju ke lapangan basket. Mereka baru saja mempelajari teori basket di kelas sebelum menuju ke sana. Alex sangat hafal bahwa teman-teman yang dilihatnya itu berasal dari kelas 11-B karena ia melihat Martin, Niken, dan tentu saja Joshua."Hei, bro!" Sapa Joshua menghampiri Alex kemudian melakukan high five. Saat itu, Steven sedang bermain voli di lapangan.Joshua pun berlari kembali ke kumpulan kelasnya di lapangan basket. Saat melihat Joshua berlari kembali itu, Alex melihat Elisa yang sedang berdiri denga