Naraya merasa kepalanya berdenyut ngilu, kenapa dirinya harus seperti terjebak dalam pusaran yang membingungkan. Dia memijat kening berulang kali, terlebih saat mengingat pembicaraannya dengan Kenan.“Baiklah jika kamu tidak ingin menceritakan atau menjelaskan kepadaku tentang menghilangnya dirimu. Namun, aku ingin kamu untuk tidak menghilang dari pandanganku lagi, setidaknya beri aku kesempatan untuk menjagamu seperti dulu.”Naraya semakin pusing mengingat ucapan Kenan, apa maksud pemuda itu dan apa yang diinginkan darinya. Naraya tidak bisa menelaah maksud Kenan, sungguh isi kepalanya terasa penuh.Kalandra mengamati Naraya, sejak datang tadi gadis itu berwajah kusut dan langsung duduk di sofa tanpa bicara. Kalandra sedang sibuk mengecek berkas sejak tadi, hingga dirinya memilih tak bicara terlebih dahulu.“Apa kamu sakit?” tanya Kalandra saat melihat Naraya terus memijat kening.Naraya terkejut dengan pertanyaan Kalandra, kemudian mencoba bersikap biasa dan mengulas senyum.“Tidak,
Naraya pergi ke rumah sakit di hari berikutnya. Dia sebenarnya tidak ingin pergi karena takut bertemu Kenan, tapi Amanda meyakinkan jika hari itu Kenan tidak praktek, jadi kemungkinan mereka akan bertemu sangat kecil.“Man, kalau dokternya bertanya macam-macam bagaimana?” tanya Naraya cemas.“Kamu tenang saja, aku sudah menjelaskan semua kemarin. Jadi, tinggal dicek aja,” jawab Amanda meyakinkan.Naraya pun mencoba tenang, menunggu antrian bersama Amanda. Dia melirik ke kiri dan kanan di mana ada beberapa wanita hamil yang juga sedang menunggu jatah antrian periksa. Hingga nama Naraya dipanggil, dia masuk ditemani Amanda karena takut sendirian.“Halo,” sapa sang dokter. “Jadi ini temanmu?” tanya dokter ke Amanda.“Iya, Dok. Mohon bantuannya,” jawab Amanda sopan.Naraya merasa malu, tapi demi menjawab rasa penasaran selama ini dirinya harus melakukan ini. Dokter meminta Naraya berbaring di ranjang pemeriksaan dibantu perawat, kemudian mulai dicek apakah selaput daranya masih ada.“Agak
Naraya duduk dengan sedikit rasa canggung, apalagi saat Amanda menolak untuk ikut dan malah pergi meninggalkannya dengan Kenan. Kini dirinya terjebak bersama pemuda itu, membuatnya bingung karena Kalandra pasti akan mencarinya jika tak kunjung datang.“Kenapa tidak dimakan? Apa makanannya tidak enak?” tanya Kenan saat melihat Naraya hanya melamun.Naraya terjaga dari lamunan, kemudian mencoba tersenyum karena tak enak ketahuan melamun.“Enak kok,” jawab Naraya kemudian memasukkan suapan ke mulut.Kenan meletakkan alat makan, kemudian menyangga dagu dengan kedua telapak tangan yang bertautan, sedangkan siku tampak bertumpu di meja untuk menopang. Dia memandang Naraya yang sedang makan.“Ra, apa sebenarnya kamu tak senang bertemu denganku? Aku lihat kamu seperti tertekan bersamaku?” tanya Kenan karena merasa sikap Naraya jelas beda dengan sebelum gadis itu pergi.Naraya terkejut mendengar ucapan Kenan, hingga berhenti makan dan memandang pemuda di hadapannya.“Tidak,” jawab Naraya.Kena
Kalandra melihat Naraya yang baru saja masuk lobi, kemudian memilih segera memarkirkan mobil ke basement."Ra!" Kalandra langsung memanggil Naraya saat keluar dari lift yang terbuka di lantai unit apartemennya berada.Naraya sedang berjalan menuju unit apartemen, hingga berhenti melangkah saat mendengar suara Kalandra. Dia pun menoleh dan melihat kekasihnya itu sedang berjalan ke arahnya."Tahu kamu juga baru sampai, tadi mending aku jemput," ucap Kalandra saat sudah berada di hadapan Naraya.Naraya gelagapan melihat Kalandra yang datang hampir bersamaan dengannya, hingga takut jika pemuda itu melihat dirinya turun dari mobil Kenan."Ya, aku nggak tahu kamu juga langsung pulang," balas Naraya sekenanya.Kalandra tersenyum, kemudian memilih membuka pintu dan mengajak Naraya masuk.Naraya tampak sedikit lega, melihat Kalandra yang tak tampak emosi atau memberikan tatapan aneh, cukup membuktikan jika pemuda itu tak melihatnya turun dari mobil Kenan.“Kamu mau makan siang di rumah, biar a
Sepuluh tahun yang lalu, saat Naraya marah ke Sofi karena ibunya telah memotong semua foto kenangan yang dimilikinya. Naraya berlari ke jalanan tanpa arah, bahkan menyeberang jalan tanpa melihat.Sofi saat itu mengejar Naraya, tidak akan membiarkan putrinya itu pergi apalagi kembali ke keluarga Evangeline.“Na! Berhenti!” teriak Sofi saat melihat Naraya yang sudah menyeberang jalan.Naraya sendiri berlari ke arah halte bis, hendak benar-benar pergi meninggalkan ibunya. Sofi panik jika sampai Naraya pergi, hingga berlari tanpa melihat, sampai akhirnya ada sebuah truk yang sedang melaju kencang, menabrak tubuh Sofi hingga wanita itu terpental jauh sebelum jatuh ke aspal.Semua orang berteriak histeris, membuat langkah Naraya terhenti. Dia terkejut mendengar orang-orang berteriak jika ada yang tertabrak, juga tak lagi mendengar suara teriakan Sofi. Naraya memutar tubuh dengan gemetar, pikirannya menolak kemungkinan yang terjadi. Hingga dengan mat
Masa lalu memang begitu menyakitkan, tapi lebih menyakitkan lagi saat seseorang tidak bisa memaafkan diri sendiri, hingga pada akhirnya terjebak dalam rasa bersalah yang tak bertepi.Kalandra masih memeluk Naraya, mencoba menenangkan sang kekasih agar tidak larut dalam kesedihan. Dirinya ikut merasakan beban yang dipikul gadis itu, ketika mendengar tangis bercampur rasa penyesalan yang begitu dalam.“Sekarang kamu paham jika aku bersikap demikian ‘kan, Al?” Naraya bicara masih dalam pelukan Kalandra.“Ya, aku paham.” Kalandra membalas ucapan Naraya sambil mengusap punggung gadis itu secara konstan.Naraya menghela napas berat, kemudian bangkit dari pelukan Kalandra. Ditatapnya pemuda yang kini juga membelenggunya, di satu sisi dirinya tidak bisa pergi dari sang ibu, di sisi lain ingin sekali ikut ke mana pun pemuda yang ada di hadapannya saat ini membawa dirinya.“Tapi, apa kamu akan terus seperti ini? Mengikuti sesuatu yang sebenarnya tidak membuatmu bahagia?” tanya Kalandra sambil m
Nayla pergi menemui Prams, ternyata pria itu sedang bertemu dengan Hardi—mantan bos Naraya.“Kalian membohongiku! Mana yang kalian janjikan!” bentak Hardi yang tidak terima karena tak bisa mendapatkan Naraya.“Aku sudah luka begini pun kalian juga tidak tanggung jawab, sekarang kalian mau main kabur, padahal sudah mendapatkan uang dariku!” sembur Hardi lagi. Pria berusia empat puluh tahun itu memang sangat menginginkan Naraya, bahkan pernah berniat menjadikan kekasih Kalandra itu sebagai simpanan, tapi tentunya ditolak mentah-mentah oleh Naraya.Nayla dan Prams saling senggol kaki, keduanya menunduk karena tidak bisa menepati janji.“Beri kami waktu lagi, kami pasti akan membawanya ke hadapan Anda,” kata Nayla terlihat salah tingkah. Jangan sampai pria itu memintanya mengembalikan uang yang jelas sudah habis.“Jangan buat janji lagi, kamu lihat ini!” Hardi menunjukkan kepala yang masih ada bekas
Naraya sedang membersihkan dapur saat mendengar suara pintu terbuka, hingga melihat Nayla baru pulang pada pukul sepuluh malam.“Dari mana kamu, jam segini baru pulang? Apa kamu tidak tahu jika Ibu sangat mencemaskanmu?” Naraya langsung menanyakan dari mana adiknya itu pergi.Nayla memicingkan mata ke arah Naraya yang ada di dapur saat mendengar suara kakaknya itu. Hingga perasaan kesal dan benci semakin bercokol saat ingat bagaimana dirinya harus melayani Hardi, pria tua bangka yang membuatnya risih. Semua itu akibat Naraya yang kabur malam itu, membuatnya kini harus membayar semuanya.“Untuk apa kamu sok-sok tanya dan perhatian, hah!” bentak Nayla yang kesal.Naraya sangat terkejut mendengar Nayla membentaknya, meski ini bukanlah pertama kali adiknya bersikap kasar kepadanya.“Aku hanya tanya karena Ibu sejak tadi cemas, kenapa kamu harus membentakku?” Naraya mulai kesal karena semakin hari Nayla semakin bersikap buruk.Nayla membanting tas ke lantai, kemudian berjalan cepat mengham
“Aku mau gendong bayinya.” Amanda yang baru saja datang, mengambil alih bayi yang berada di gendongan Nayla.“Dia tampan sekali,” ujar Amanda saat menggendong bayi itu.“Cantik, dia itu cewek.” Nayla meralat karena yang digendong Amanda adalah Abigail.Amanda terlihat bingung, bukankah Naraya bilang hamil anak kembar laki-laki, kenapa jadi perempuan.“Jadi, anak kembarnya Na itu sebenarnya cewek dan cowok.” Nayla kembali menjelaskan.“Wah … ternyata mereka sepasang,” gumam Amanda penuh pengaguman.Naraya sudah bisa duduk, Kalandra menemaninya dengan duduk di ranjang samping Naraya dan jemarin mereka saling bertautan.Ayres dikuasi Milea dan Evangeline karena bayi laki-laki itu sangat menggemaskan.“Man, kamu juga cepetan hamil ya, ga usah nunda-nunda apalagi pakai kontrasepsi. Mama ‘kan juga mau punya cucu seperti ini,” ucap Milea yang merasa iri karena Evangeline sudah mendahuluinya mendapatkan cucu, sedangkan dulu saja dia duluan yang mendapatkan anak.Wajah Amanda merona mendengar
“Aku mau gendong.” Nayla begitu bersemangat saat perawat mengantar bayi kembar Naraya ke ruang inap sang kakak.Naraya sudah dipindah ke ruang inap dan akan diobservasi karena kelelahan dan banyak kehilangan cairan tubuh.Naraya hanya tersenyum melihat sang adik yang sangat bersemangat. Tubuhnya masih lemah sehingga tidak mau berebut bayinya dengan Nayla atau Evangeline.Nayla menggendong satu bayi dan Evangeline menggendong bayi satunya, cukup adil karena mereka tidak perlu berebut dan menanti giliran untuk menggendong.“Akan kalian kasih nama siapa?” tanya Devan yang berdiri di samping Evangeline, telunjuk tampak menusuk pipi bayi laki-laki yang terlihat begitu menggemaskan.“Ayres Rajendra dan Abigail Rajendra,” jawab Kalandra. Dia sebenarnya menyiapkan dua nama laki-laki, karena bayi satunya perempuan, membuat Kalandra mencari nama dadakan.“Tunggu, kenapa Abigail? Itu nama cewek.” Protes Nayla sambil menimang bayi perempuan Naraya.“Yang kamu gendong itu perempuan, Nay.” Kalandra
“Kepala bayinya sudah terlihat, apa Ibu siap menyambut mereka?” tanya dokter yang sejak awal memang menangani kehamilan Naraya. Mengajak bicara agar Naraya tidak tegang karena harus berusaha mengeluarkan dua bayi.Naraya tidak mampu berkata-kata, perutnya benar-benar sudah terasa sakit hingga membuatnya hanya menganggukkan kepala.Kalandra setia berada di samping Naraya. Dia menggenggam telapak tangan istriya itu sambil terus menatap ke wajah sang istri. Dia bisa melihat bagaimana Naraya kesakitan bahkan menangis karena akan melahirkan, membuatnya benar-benar tidak tega hingga sesekali mengecup kening Naraya.“Kamu pasti bisa, kamu kuat demi anak kita,” bisik Kalandra memberi semangat.Naraya menggenggam erat telapak tangan Kalandra, sesekali terlihat mengatur napas karena kontraksi yang sudah tidak tertahankan.“Saat kontraksinya terasa kuat, Ibu bisa mulai mengejan,” ujar dokter memberikan aba-aba.Kening sudah bermanik di seluruh wajah Naraya, bahkan kulit wajah pun kini sudah beru
Naraya terlihat gelisah dan tidak bisa tidur malam itu. Pinggangnya terasa panas dan perutnya mulas berulang kali. Dia hendak bergerak ke kanan dan kiri, tapi kesusahan karena perut yang mengganjal.“Ra, kamu tidak bisa tidur lagi?” tanya Kalandra yang bisa merasakan pergerakan Naraya di atas tempat tidur.“Iya, Al. Pinggangku sakit,” ucap Naraya sambil meringis menahan rasa tidak nyaman di pinggangnya.Kalandra meminta Naraya untuk berbaring dengan posisi miring menghadap ke arahnya, lalu dia mengusap-usap pinggang istrinya itu.“Bagaimana?” tanya Kalandra. Biasanya jika diusap seperti itu, Naraya akan merasa nyaman.“Masih sakit,” rengek Naraya.“Aku ingin bangun,” ucap Naraya berusaha bangun.Kalandra buru-buru bangun, kemudian membantu Naraya untuk duduk. Dia cemas karena tidak biasanya Naraya mengeluh sampai seperti itu.Naraya mengangsurkan kaki perlahan ke lantai, hingga saat kedua kaki menapak di lantai, Naraya merasakan sesuatu pecah dan kini di paha mengalir air sampai menet
“Aku juga awalnya malu, Man. Tapi kemudian aku berpikir, untuk apa malu, entah sekarang atau esok, aku tetap harus melakukannya, tidak mungkin mengecewakannya.”Ucapan Naraya terngiang di telinga, Amanda kini sedang di kamar mandi dan baru saja membersihkan diri setelah acara resepsi selesai sekitar empat jam yang lalu. Dia berada di kamar mandi kamar Kenan, terlihat bingung karena ini adalah malam pertama mereka di sana.“Bagaimana jika Kenan terlanjut tidak menginginkan karena aku menundanya beberapa kali?” Amanda bertanya-tanya sendiri karena bingung harus bagaimana.Kenan terlalu baik dengan menyetujui untuk menunda melakukan hubungan suami-istri, tapi Amanda sendiri tidak tahu apakah benar Kenan ikhlas atau hanya terpaksa.Amanda menoleh ke belakang di mana ada lingerie yang disiapkannya tapi belum dikenakan. Haruskah dia menggoda Kenan, agar suaminya itu tahu kalau dia sekarang sudah siap.“Baiklah, kamu wanita modern dan tidak takut akan hal itu, Man.” Amanda menyemangati diri
Hari itu Naraya hanya duduk menanti acara resepsi pernikahan Amanda dan Kenan dimulai. Dia tidak bisa membantu banyak hal karena kondisinya yang sudah hamil besar.Orang-orang berlalu-lalang menyiapkan diri untuk berangkat menuju rumah Kenan. Amanda sudah didandani begitu cantik dengan gaun yang tidak terlalu mewah tapi begitu indah.“Kita siap berangkat sekarang,” kata Kalandra saat menghampiri istrinya.Naraya mengangguk, kemudian berusaha berdiri meski agak kesusahan. Kalandra pun dengan sigap memegang pundak dan lengan Naraya, membantu istrinya itu berdiri dengan tegap.“Terima kasih,” ucap Naraya setelah sudah berdiri dengan benar.“Ra, apa kamu sakit?” tanya Kalandra karena wajah Naraya terlihat pucat. Kalandra takut jika istrinya kecapean.Naraya menangkup kedua pipi saat mendengar pertanyaan Kalandra, dia sudah menggunakan make up tipis, apa mungkin masih terlihat pucat.“Aku baik-baik saja, mungkin karena semalam kurang tidur akibat mereka terus menendang,” jawab Naraya sambi
Hari pernikahan Kenan dan Amanda pun tiba, mereka menikah tiga bulan setelah acara lamaran berlangsung. Mereka melakukan akad di rumah Amanda, tapi sepakat mengadakan pesta di rumah Kenan karena Milea yang meminta dan disetujui oleh keluarga Amanda.Naraya sendiri senang karena pesta diadakan di rumah Milea, sehingga dia tidak harus bepergian ke luar kota dalam kondisi hamil besar. Usia kandungan Naraya kini sudah memasuki usia delapan bulan, dan ukuran perutnya pun begitu besar karena bagi kembarnya.“Untung kalian menikah di sini, jadi aku tidak kerepotan pergi ke luar kota,” ucap Naraya saat mendatangi kamar Amanda.Amanda dan keluarganya diberi tempat di rumah Evangeline agar memudahkan mereka saat pergi ke rumah Kenan.Amanda langsung berlutut di depan Naraya yang sedang duduk, lantas mengusap-usap lembut permukaan perut temannya itu.“Aunty ‘kan baik, jadi ga mau nyusahin kalian,” ucap Amanda dengan tangan mengelus perut Naraya.Usai bicara demikian, terasa gerakan bergeser di p
Kalandra berbaring berbantal paha Naraya, dengan posisi miring dia menghadap ke perut sang istri dan terlihat sesekali menciumnya manja.“Apa mereka lapar atau menginginkan sesuatu?” tanya Kalandra sambil mengusap perut Naraya lagi.“Mereka sudah makan banyak tadi, jadi ga mau apa-apa lagi,” jawab Naraya sambil mengusap rambut suaminya.Kalandra kembali mencium perut Naraya, sebelum kemudian bangun dan mencium bibir istrinya itu.“Sekarang papinya yang menginginkan sesuatu,” ujar Kalandra dengan senyum menggoda.“Mau apa?” tanya Naraya dengan dahi berkerut halus.“Mau nengokin mereka,” jawab Kalandra tanpa basa-basi.Naraya terkesiap tapi kemudian terlihat malu karena ternyata suaminya meminta jatah. Kalandra memang tidak pernah meminta saat usia kandungannya masih di trimester pertama, itu karena larangan dari dokter agar kondisi jalan rahimnya tidak terbuka karena berhubungan intim. Namun, dokter mengizinkan jika berhubungan setelah masuk di trimester kedua.“Boleh, tapi jangan buat
Hari itu Naraya dan yang lainnya pergi untuk ikut dalam acara lamaran yang akan dilakukan Kenan. Setelah beberapa bulan berpacaran, akhirnya Kenan memantapkan hati untuk melamar Amanda.Semua orang singgah di hotel sebelum acara lamaran yang akan dilakukan esok hari, sedangkan Naraya meminta izin tinggal di rumah Amanda karena melepas rindu dengan temannya itu.“Perutmu besar sekali, Na? Bukankah kamu bilang baru lima bulan?” tanya Amanda keheranan.“Aku lupa bilang kalau mereka kembar,” ujar Naraya saat melihat temannya terheran-heran melihat perutnya yang besar.“Kembar?” Amanda seolah tidak percaya jika Naraya akan memiliki bayi kembar.Naraya mengangguk-angguk, sebelum kemudian berbisik, “Mereka laki-laki.”Amanda semakin tidak percaya karena Naraya bisa seberuntung itu. Dia menyentuh perut Naraya yang besar, penasaran sedang apa bayi kembar Naraya sekarang.Saat tangan Amanda sedang menyentuh dan mengusap lembut, tiba-tiba terasa gerakan dari dalam sana.“Mereka bergerak.” Amanda