Beberapa orang wanita merapatkan posisinya pada wanita lainnya. Sementara itu, Ricard tersenyum bangga pada keponakannya. Apa yang selama ini ditanamkannya pada Leon kini terlihat jelas hasilnya. Leon telah menjadi pria yang tangguh tanpa empati. Dia telah menjadi pria yang keras dengan dendam yang membara.
Suara isakan tangis wanita bernama Clarissa membuat Leon begitu geram. Dia mendekati wanita dengan tatapan nanar penuh birahi."Kamu memang cantik, Sayang. Namun, kenapa kamu begitu cengeng untuk hal seperti ini?" bisik Leon sambil mengangkat dagu Clarissa dengan ujung jari tengah dan telunjuknya."KALIAN BIADAB, KALIAN TIDAK PUNYA HATI!" bentak Clarissa dengan pandangan mata yang nanar penuh dendam.Beberapa wanita yang berada di ruangan itu ikut miris mendengar ucapan Clarissa. Mereka begitu takut membayangkan jika terjadi hal yang lebih buruk pada mereka.Leon tidak menghiraukan ucapan wanita dengan rambut yang terurai itu. Dia kembali mendekati sang paman yang sibuk menghisap rokoknya di sofa."Berapa lama lagi kita akan kirim mereka ke pelabuhan, Om?" tanya Leon dengan suara yang dipelankannya."Kita tunggu saja Max memberi kabar. Dia sedang dalam perjalanan," jawab Ricard pria dengan tato yang nyaris memenuhi seluruh tubuhnya.Leon pun mengangguk pelan. Dia kembali di mana wanita-wanita cantik itu berkumpul. Dia memperhatikan dengan seksama satu persatu wanita itu dari ujung kaki hingga kepala. Rata-rata wanita begitu cantik dengan postur tubuh yang nyaris sempurna.Mereka sebentar lagi akan menikmati gemerlap kehidupan malam di kota-kota besar di luar negeri. Tentu saja hal itu akan membuat mereka menjadi wanita yang berguna, dan dengan uang yang membuat mereka menjadi wanita-wanita kaya.Beberapa di antara mereka masih tampil dengan pakaian yang sedikit terbuka. Sementara yang lainnya tampil dengan pakaian yang terbuka dan begitu seksi. Leon mendekati salah seorang wanita dengan penampilan yang tertutup. Wajahnya yang tidak terlalu putih mencirikan, jika dia tampak seolah wanita Asia asli.Leon mendekati wanita itu, dia tertunduk penuh ketakutan. Tampak bibirnya yang begitu pucat dengan jari jemari yang tidak hentinya gemetar."Kamu yakin tidak punya baju lain yang lebih menarik?" tanya Leon sembari mencubit dress dengan motif bunga yang dipakaiannya.Wanita itu henya menggeleng penuh ketakutan. Dia masih saja menundukkan pandangan ke lantai tanpa berani menatap Leon yang dari tadi memperhatikannya.Leon segera menarik pergelangan tangan wanita bernama Farah itu untuk berdiri. Wajahnya cukup cantik, hanya saja dia mempunyai kulit yang sedikit lebih eksotis dibanding yang lainnya."Cepat sana, ganti pakaianmu dengan yang lebih menarik. Kamu terlalu jelek dengan pakaian ini," hardik Leon yang mendorong tubuh Farah menuju kamar kecil yang berada di samping ruangan yang cukup luas itu.Farah segera meraih tasnya yang berada di salah satu sisi ruangan itu. Dia memilih beberapa pakaian yang lebih terbuka dengan tangan gemetar. Sikap kasar Leon membuatnya tidak berani membantah satu kata pun.Tidak berapa lama, Farah pun kembali dengan dress yang sedikit terbuka di bagian dada dan perutnya. Hal itu membuat tubuhnya yang ideal terlihat dengan sempurna. Wanita yang sebenarnya begitu lugu itu berusaha menutupi bagian dadanya yang tampak jelas menonjolkan benda berharga miliknya.Leon memperhatikan dengan seksama tingkah aneh Farah. Dia bisa mengerti jika Farah sebenarnya tidak suka dengan pakaian itu. Akan tetapi, menurut Leon, dia wanita yang menarik dengan pesona yang berbeda dengan lainnya.Farah membuang muka saat tatapan nanar penuh birahi dari Ricard kini yang tiba-tiba mendekat ke arahnya. Dia merasa begitu takut saat embusan napas Ricard dengan aroma alkohol yang begitu kental meniup di sisi wajahnya."Ini buat gue, lu jangan sentuh dia!!" ucap Ricard dengan menujuk pada Farah.Mendengar hal itu, Leon hanya terdiam. Dia sudah mengerti apa maksud ucapan sang paman. Dia sudah tahu nasib wanita itu sudah ada di tangan sang paman yang akan menghancurkan masa depannya.Semua wanita itu saling berpandangan. Meraka terlihat pasrah dengan takdir yang akan membawa mereka ke depannya. Selain Leon dan sang pria tampan itu, juga Ricard yang disebutnya sebagai paman, dua orang bodyguard tampak berdiri di sisi kanan dan kirinya. Mereka tampak lebih sangar dibanding Leon yang tampil seolah bukanlah seorang penjahat kelas kakap.Empat belas wanita itu sebentar lagi akan dikirim ke luar negeri. Tentu saja di luar sana sudah ada yang akan menunggu kedatangan mereka. Ricard tersenyum puas saat melihat ketakutan di wajah mereka. Sebentar lagi Ricard akan menerima sepenuhnya uang dari para Bos dari bar-bar ternama yang akan menempatkan mereka.Begitu juga dengan Leon, dia akan mendapatkan separuh uang itu dari Ricard. Segala kemewahan telah didapatkannya dari uang itu. Bahkan, kini dia sudah memiliki beberapa rumah mewah di berbagai kota.Kehidupan Leon berubah seratus delapan puluh derajat, setelah ditinggalkan keluarganya. Dia masih belum bisa melupakan bagaimana sang ibu dan ayahnya meninggal dengan kondisi mengganaskan. Begitu juga dengan kedua adiknya yang ikut meninggal di lokasi yang sama. Namun, Leon tidak menemukan jasad sang adik pertamanya yang cantik jelita. Berdasarkan pencarian sang paman, adiknya juga ikut dibunuh dengan sadis dan jasadnya dibuang.Leon yang mendengar hal itu sangat terpukul. Satu-satunya orang yang sangat dipercayainya saat ini hanyalah sang paman. Pria dengan tubuh yang sudah dipenuhi tato itu, sudah seperti malaikat yang menyelamatkan hidupnya dari keterpurukan.Tidak ada alasan lagi bagi Leon untuk membantah semua kehendak sang paman. Termasuk menjadi orang kepercayaan dan menjadi kaki tangan Ricard, dalam menyelesaikan aksi kejahatan yang sangat digemarinya.***Ricard segera menarik wanita bernama Farah ke salah satu ruangan. Sementara yang lainnya berteriak histeris melihat salah satu temannya diperlakukan seperti binatang, diseret dengan paksa tanpa peduli perih yang dirasakannya.Tidak berapa lama, suara wanita berkulit eksotis itu menjadi hening, seiring pintu kamar yang tampak berukuran lebih kecil dari ruangan yang mereka tempati.Mereka hanya bisa menduga-duga hal apa yang akan terjadi pada wanita malang itu. Namun, tidak satu pun berani memberontak. Termasuk Clarissa yang masih saja meringis kesakitan bekas tamparan dari Leon yang tampak memar."Kalian jangan takut! Justru hidup kalian akan lebih baik dari sekarang. Kalian akan mendapatkan uang yang mungkin saja lebih banyak dari yang kami dapatkan," ucap Leon yang kini memilih duduk di salah satu kursi plastik yang diletakkannya di bagian depan ruangan itu."Ke mana kami akan dibawa?" tanya salah satu di antara mereka."Kalian akan kami kirim sebagai tenaga kerja di luar negeri. Tentu saja sesuai dengan perjanjian awal. Hanya saja, kerjanya sedikit berbeda. Apa kalian pernah memikirkan kenapa kami harus memilih kalian berdasarkan kecantikan fisik yang paling utama?"Beberapa wanita menggeleng pelan dengan serentak."Kalian akan dijadikan wanita penghibur atau PSK di luar negeri. Tentu saja dengan upah yang lebih menjanjikan dibandingkan di sini. Kalian akan menjadi orang kaya mendadak hanya dengan satu malam. Kurang baik gimana lagi kami?" tanya Leon yang tertawa puas membayangkan semua rencananya berjalan dengan lancar."Apa?! PSK?" Mereka begitu terkejut mendengar ucapan Leon.Suasana di ruangan yang cukup luas itu terasa begitu mencekam. Samar-samar terdengar suara rintihan kecil milik Farah yang baru saja diseret oleh Ricard ke kamar yang cukup kecil itu. Di antara mereka ada yang menutup telinga, karena tidak tega mendengarkan hal yang memilukan itu. Dua orang bodyguard dengan tubuh gempal di depan pintu, tampak menatap mereka dengan nanar. Sebuah pistol di tangan mereka siap melesetkan pelurunya pada siapa yang mencoba membangkang. Leon tampak serius menikmati rokok yang ada di tangannya. Sesekali dia menyentuh layar ponsel yang ada di atas meja. Para wanita yang ada di ruangan itu menatap nanar ke arah Leon. Pandangan mereka menyimpan sebuah dendam yang kelak akan mereka lampiaskan. Begitu juga dengan Clarissa. Wanita itu berusaha bangkit dengan kondisi tubuh yang tampak lemah. Tangan kirinya terus saja memegangi pipi yang masih memerah bekas tamparan dari Leon.Berkali-kali Leon meminta mereka agar diam dan berhenti menangis. Namun, di antara merek
Tidak ada yang berani mendekati kamar berukuran kecil itu. Di mana Farah tampak merangkak pelan dengan tubuh yang penuh lebab. Namun, wanita yang berada di sana merasa sangat miris dengan apa yang terjadi pada Farah. Clarissa yang tadinya duduk bersandar dengan kondisi yang sama tidak tega membiarkan Farah terus meringis meminta tolong. Sementara itu, tidak ada satu pun yang berani mendekatinya. Dia pun segera mendekat, membantu Farah berdiri. Tubuh Farah yang eksotis sebenarnya tidak terlalu menampakkan beberapa luka lebam bekas pukulan dari Ricard. "Nah, gitu dong. Sesama wanita cantik itu harus tolong menolong. Kalian jangan hanya menyelamatkan diri sendiri," celetuk Leon dengan angkuh. Para wanita di ruangan yang cukup besar itu sudah berdandan sebaik mungkin. Mereka mengikuti intruksi Leon agar bisa terjual dengan mahal dan di tempatkan pada bar-bar ternama. Tidak ada jalan lain lagi bagi mereka untuk bisa kabur atau selamat dari cengkraman Ricard dan Leon. Akan tetapi, tida
Leon tersenyum puas mendengar ucapan Tuan Lim. Dia tidak peduli lagi ke mana mereka akan membawa wanita-wanita itu setelah ini. Baginya satu urusan telah selesai. Kini tinggal bagaimana dia menyelesaikan misi selanjutnya. Seorang pria bertubuh gempal dengan mata sipit mendekati Tuan Lim. Di tangannya tampak sebuah koper berwarna hitam. Tuan Lim pun menyambut dengan koper itu dan langsung membukanya di hadapan Leon. Tampak lembaran uang berwarna merah muda tersusun di dalamnya dengan rapi. Leon tersenyum puas dengan apa yang dilihatnya. Tidak sia-sia pekerjaannya yang begitu menguras emosi dan tenaga. "Ini uang dengan jumlah yang sudah kita sepakati, Tuan Leon. Saya juga sudah menambahkan bonus cuma-cuma di dalamnya. Selamat menikmatinya, Tuan Leon," ucap pria bermata sipit dengan tubuh sedikit gemuk itu. Leon menyambut koper yang diserahkan Tuan Lim dengan bangga. Untuk kesekian kalinya dia menerima uang yang begitu besar dari Tuan Lim sebagai bentuk jual beli. Beberapa anak buah
Leon melepaskan pergelangan tangan Clarissa. Dia hanya bisa mengangguk mendengar perintah sang paman dan memilih pergi. Dia sama sekali tidak melihat ke arah Clarissa yang meringis kesakitan sambil memegangi pergelangan tangannya. "Bangun kamu! perintah Ricard pada Clarissa yang masih tersimpuh di lantai. "Saya merasa beruntung Leon berhasil mendapatkan wanita cantik dan cerdas seperti kamu. Untuk itu saya tidak akan melukai kamu, tapi akan menjadikan kamu sebagai wanita spesial," bisik Ricard tepat di telinga wanita dengan tubuh ideal itu. Clasissa hanya bisa mematung mendengar penuturan pria bertato itu. Dia tidak mengerti dengan ucapan pria dengan tampang sedikit sangar itu. Sementara Farah yang bersandar di pintu, menatap ke arah Farah dengan padangan iba. Dia khawatir jika Ricard memperlakukan hal yang sama pada wanita itu. "Kamu ikut saya!" perintah Ricard sambil melangkah pelan. Wanita dengan tubuh yang tampak seksi itu tidak bisa menolak, dia pun mengikuti Ricard ke mana
Keesokan harinya, Leon dan beberapa anak buahnya sudah bersiap meninggalkan rumah berlantai dua yang sering mereka sebut markas. Rasa penasaran dengan misi yang akan dijalankannya begitu besar. Bahkan, semalaman nyaris saja matanya tidak bisa terpejam menunggu pagi datang. Saat baru bangun, Leon harus dikejutkan oleh suara tembakan dari ruang isolasi. Dia sudah bisa menduga itu adalah suara tembakan yang biasa dilakukan Ricard pada seseorang yang menurutnya tidak lagi berguna. Namun, Leon merasa penasaran siapa yang telah ditembak oleh Ricard di tempat itu. Bukankah hanya ada beberapa wanita yang masih tertinggal di sana. Pria yang memiliki tubuh ideal itu, segera menuju ruangan yang terdapat di lantai dasar bangunan itu. Dia ingin tahu siapa yang ditembak sang paman. Tidak berapa lama, Leon Melihat ke sekeliling ruangan yang pengap udara itu. Namun, tidak ada siapa-siapa di sana. Leon pun menuju kamar yang terdapat di sebelah ruangan. Dilihatnya seorang wanita terkapar bersimbah d
Clarissa hanya bisa pasrah pada nasibnya. Dia terus memegangi pangkal lengannya yang tampak memerah. Pria dengan tubuh dipenuhi tato itu menatapnya penuh birahi dengan sorot mata yang tajam. Lagi-lagi, wanita dengan kulit putih itu hanya bisa menekuk lututnya ke dada. Kedua tangannya dilingkarkan ke lutut dengan dagu yang bertumpu pada keduanya. Tampak jelas ketakutan di raut wajahnya. "Kamu cukup menggoda dari wanita lainnya. Saya senang kamu memilih tingga dari pada mereka. Kepintaran kamu membuatku semakin merasa penasaran. Apa kamu itu wanita yang juga pintar soal ranjang?" Clarissa bergidik ngeri mendengar penuturan Ricard. Dia sungguh tidak bisa berbuat apa-apa selain menunggu ke mana takdir memnbawanya. Ricard terus mengelilingi ranjangnya, sembari menatap nanar ke arah Clarissa. Sekali-kali tangannya menyentuh kaki mulus wanita dengan dress hingga betis itu. Clarissa tidak mengerti hal apa yang dilakukan oleh pria itu padanya. Semakin dia menjarak, semakin Ricard mendekati.
Tidak peduli dengan ketakutan yang dirasakan Clarissa. Ricard pun terus mendekati wanita dengan tubuh yang tampak seksi itu. Matanya tampak memerah penuh biarahi. Senyum yang tersungging di bibirnya seakan seperti singa lapar yang hendak melahap habis santapan di depannya. Gemuruh di dada Clarissa penuh katakutan. Pria bajingan itu kini sudah berada beberapa centi saja di depannya. Tiupan napasnya yang dipenuhi aroma alkohol dan rokok yang bercampur menjadi satu membuat perutnya terasa begitu mual. Ingin rasanya Clarissa mendorong pria itu ke belakang. Namun, seketika seluruh tenaganya terasa hilang bersamaan dengan tangan Ricard yang langsung memegang tangannya dengan erat. Clarissa benar-benar tidak berdaya. Nasibnya sudah di ujung tanduk. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain pasrah pada takdir Tuhan. ***Sementara itu, Leon masih berada dalam perjalanan menuju lokasi klinik yang dimaksud sang paman. Mereka terus memacu kendaraanya menembus jalanan yang cukup ramai. "Oh ya, k
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi menembus kegelapan malam. Mobil itu tidak hentinya menyelip di antara pengedara lainnya. Beberapa orang wanita cantik yang berada di dalam mobil itu, tidak hentinya berteriak, mereka ikut merasa begitu deg-degan dengan pekerjaan yang dijanjikan oleh kedua pria bertubuh kekar itu. Tidak berselang lama, akhirnya mereka sampai juga di sebuah rumah mewah berlantai dua. Sebuah tembok tinggi melingkar di sekeliling bangunan itu. Mobil yang dikendarai Max memasuki pagar yang sudah dibuka oleh seseorang berbadan tegap dengan kulit gelap. "Segera turunkan mereka!!" perintah salah seorang pria dengan tatapan tajam seperti elang. Dia adalah Samuel Leonard atau yang biasa dipanggil Leon. Beberapa orang perempuan dengan postur tubuh ideal, segera menuruni mobil berwarna silver. Mereka saling berpandangan, menatap heran ke sekeliling bangunan berlantai dua itu. Mereka sudah mulai merasa ada yang aneh dengan tempat itu. Bahkan, sama sekali tidak mencerm