"Kita berangkat bersama!" ajak Satria yang membuat Rachel semakin tak percaya.
"Kita?" tunjuk Rachel pada dirinya sendiri.
"Apa kata-kata saya kurang jelas?" tanya Satria yang membuat Rachel memanyunkan bibirnya.
"Bapak serius, mengajak saya untuk berangkat bersama? Saya seorang cleaning servis, lho, Pak?" tutur Rachel mengingatkan posisinya. Ia merasa tak pantas jika berangkat bersama atasannya.
Ya, meskipun di dalam hatinya Rachel mau saja mendapatkan tebengan gratis tanpa harus mengeluarkan biaya.
"Tak seharusnya kamu menolak perintah dari atasan kamu ini!" tutur Satria yang membuat Rachel bingung untuk menjawabnya.
Bibir mungilnya bergetar dan tak tau harus menyikapi atasannya yang super duper nyebelin.
"Ya Tuhan, ini mah pemaksaan namanya," gumam batin Rachel tersenyum tipis melihat Satria bersiap untuk melontarkan kata-kata untuknya.
"Baik, Pak. Saya akan berangkat bersama Bapak," gegas Rachel yang membuat Satria
"Besok? Berarti sekarang dia masuk. Ya Tuhan, lindungi aku semoga orang itu tak pernah bertemu denganku," gumamnya seraya memejamkan mata. "Hei, cleaning servis!" suara itu membuat Rachel terkejut dan langsung menoleh ke arah orang yang memanggilnya. Brak! Kedua mata indahnya mengerling ketika tubuhnya menabrak wanita yang berbody sexy itu sampai terjatuh. "Maaf, Bu. Saya tak sengaja," ujar Rachel menolong wanita itu yang tak lain adalah Ayunda Saraswati. Seorang manager yang sangat cerdas dan pintar. Ia merupakan saingan terberat Dinda dalam soal kepintaran. "Sekali lagi, saya minta maaf, Bu," kata Rachel tertunduk dan mengakui kesalahannya. "Heh, cleaning servis? Berani-beraninya, kamu menabrak saya sampai terjatuh. Kamu tau saya siapa?" ketus Ayunda yang tak terima dan terkejut ketika Rachel menggelengkan kepala. "Heh, benar-benar. Kamu tidak tau siapa saya?" bentak Ayunda dengan menopangkan kedua tangan di pinggangnya
Di seberang jalan, langkah Rachel terhenti saat ada orang yang memanggil namanya "Rachel ...." Rachel menoleh dan mencari keberadaan suara yang memanggilnya. Sudut matanya mengerut dan bingung siapa orang yang memanggil dirinya. "Siapa yang memanggilku?" Sejenak, ia menghela nafas saat melihat beberapa karyawan yang memanggil temannya dengan nama yang sama dengan dirinya. "Huh, ternyata bukan aku yang di maksud?" tanyanya seorang diri. Tanpa banyak buang waktu, Rachel bergegas menyeberang jalan menuju ke arah restoran. Intan yang baru saja datang, hanya mengerutkan kening dan penasaran melihat sahabatnya yang pergi menyeberang jalan. "Mau kemana dia? Apa dia mau makan di restoran?" tanya Intan memicingkan kedua matanya. Sesaat, lentik indah matanya mengerling dan terkejut melihat Rachel yang benar-benar masuk ke dalam restoran itu. "Mbak Intan, tolong punyanya Rachel baya
"Kamu ngapain ke ruang kerja pak Satria?" tanya Dinda penasaran. Rachel terbelalak kaget. Ia bingung untuk menjawab pertanyaan dari Dinda kepadanya. "Saya hanya mengantarkan makanan untuk pak Satria, Kak!" jawab Rachel dengan polosnya. "Mengantarkan makanan?" tanya Dinda terkejut. "Iya, Bu. Pak Satria menyuruh saya untuk membelikannya dan saya mengantarkan makanan itu juga." Dinda menyeringai. Untuk pertama kalinya, sahabatnya tidak membutuhkan dirinya di saat ia kelaparan. "Baiklah! Kalo begitu, kamu bisa pergi!" kata Dinda. "Baik, Bu!" kata Rachel pergi dan terkejut ketika semua mata tertuju padanya. Ingin rasanya ia berlari meninggalkan jalanan ruang kerja itu. Tapi, jika ia berlari semua akan curiga dengan apa yang ia lakukan bersama pak Satria di dalam. Rachel mengatur nafasnya dalam-dalam. Perlahan, ia masuk ke dalam lift seraya menyunggingkan senyum manisnya. "Liat! Hampir setengah jam dia di ruan
"Are you Ok!" Satria terkejut ketika Rachel memeluk dirinya begitu erat. Jari jemari tangan Rachel yang kecil terlihat gemetar karena ketakutan. Diapun tak sanggup berucap kata. "Jika kamu takut, tutuplah mata kamu!" Satria yang begitu perhatian dan hilang seketika sifat juteknya. Malam ini, Rachel seakan pasrah dengan keadaan. Ia benar-benar tak bisa berpikir di saat kegelapan yang menghantuinya. Rachel menutup kedua matanya seraya memeluk tubuh satria. 'Ada apa ini? Kenapa gensetnya juga tak menyala,' gumam batin Satria mengambil ponsel yang terletak di saku celananya. Rachel merasakan kehangatan dan kelembutan pada diri atasannya itu. Ia tak menyangka, jika Satria sangat perhatian kepada dirinya yang statusnya adalah sebagai seorang cleaning servis di kantor. Hal yang tak mungkin di lakukan oleh seorang CEO kepada seorang cleaning servis seperti dirinya.
Langkahnya terhenti ketika melihat Rachel terbaring di sofa tanpa bantal dan tanpa selimut. "Ternyata, dia masih ada di sini!" ucap Satria tersenyum dan lega melihatnya. Senyum itu seketika hilang begitu saja, ketika kekecewaan menyelimuti pikirannya kembali. "Apa yang kamu pikirkan, Satria?" lirih Satria mendesah sebal dan memilih kembali masuk ke kamarnya. Dengan keras, Ia membanting tubuhnya seraya menatap dinding-dinding kamar rumahnya. Ia mencoba untuk memejamkan mata, akan tetapi pikirannya selalu melayang bersama Rachel. "Tidak! Bisa-bisa, aku gila jika bersamanya," ujarnya terbangun seraya menopangkan satu tangannya di dagu. "Tapi, jika dia benar-benar tinggal di sini. Bukankah aku akan lebih mudah mendekatinya dan membuatnya menderita?" ujar Satria berdiri mondar-mandir ke sana kemari memikirkan apa yang akan dilakukan olehnya. Keesokan harinya, dengan langkah yang begitu perfect. Satria menuruni anak ta
Rachel yang baru tiba, dengan cepat menyembunyikan dirinya di balik mobil yang terparkir di pinggir jalan. Kedua matanya mengamati dari jauh sosok wanita yang baru saja keluar dari rumah atasannya itu. "Siapa wanita itu? Apa dia mamanya pak Satria?" lirih Rachel menunduk ketika mobil mama Rita melintas di depannya. Angin semilir di siang hari membuat rambut Rachel seakan menari-nari hingga menutupi wajahnya. Dengan cepat, ia menarik kopernya dan bergegas masuk ke dalam rumah yang merupakan tempat persembunyian dirinya saat ini. Sesaat langkahnya terhenti, matanya mengerjap tiada henti memandang Satria yang mulai menghampiri dirinya dengan tatapan yang begitu serius. Aduh! Kenapa raut mukanya kembali jutek lagi padaku? gumam batin Rachel seraya menggigit bibirnya yang mungil. Ia mencoba untuk tersenyum manis agar atasannya tidak mengubah tawaran yang kemarin di sodorkan kepadanya. "Pagi, Pak!" sapa Rachel tersenyum ti
"Kenapa senyum-senyum seperti itu? Apa ada yang lucu?" Pertanyaan Satria yang membuat senyum Rachel hilang. "Tidak, Pak. Saya hanya bilang, kalo saya sudah mempunyai baju sendiri. Jadi, Bapak nggak perlu membelikan baju buat saya," tutur Rachel hati-hati. "Ok!" ucap Satria menancap gasnya. Ya Tuhan, haruskah aku selalu berbicara lembut padanya? gumam batin Rachel tersenyum sinis.***Sejenak, Satria tertegun melihat Rachel yang berpresentasi dengan mudahnya. Ia tak menyangka jika dia memiliki talenta yang sama dengan Dinda. Bryan Aditya, seorang CEO Jayatama Group yang terkenal akan kepintarannya. Usianya yang terbilang masih muda, membuatnya ingin selalu menjelajahi semua wanita yang di sukainya. Ia sangat terpukau dan sangat tertarik pada kecantikan, kepintaran yang ada pada Rachel. Tanpa adanya kritik darinya, ia langsung membuat kes
Pak Udin terbelalak kaget. Ia bingung spa yang harus ia lakukan. Ia tak mau pekerjaannya hilang karena membocorkan tentang hal yang berhubungan dengan Rachel. Tapi, di sisi lain mama Rita memberikan uang yang besar guna memberikan informasi tentang hal yang menyangkut Satria. "Bagaimana ini?" tanya pak udin seorang diri."Ah, tak mungkin juga aku mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh pak Satria," gumamnya memasukkan ponselnya kembali. Entah apa yang singgah di pikiran Satria saat ini, kedua matanya tak berhenti berkedip memandang wajah ayu dan manis yang kini ada di gendongannya. Dengan hati-hati, ia merebahkan tubuh Rachel di kamar yang letaknya tepat di samping kamarnya.Tanpa sadar, lagi dan lagi jari jemarinya sangat terlatih menyapu rambut Rachel yang terurai panjang. Cantik! kata batin Satria. Seketika jari jemarinya terhenti dan mengepal mengimbang
Kak Sakti calling ..."Ngapain pagi-pagi menelpon istri orang?" tanya batin Satria mendesah dan mulai mengangkat telepon dari Sakti.Dengan gayanya yang perfect, Satria menyilangkan kedua kakinya dan bersiap mendengar apa yang akan dibicarakan Sakti pada istrinya.(Rachel, apa Satria sudah berangkat? Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban!) Perkataan Sakti membuat Satria mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengernyit dan tak habis pikir jika Sakti benar-benar menghubungi dirinya."Sayang siapa?" tanya Rachel mengejutkan Satria.Rachel mengernyit menatap suaminya melempar ponsel miliknya di atas tempat tidur."Sayang, kenapa kamu melemparnya?" Rachel tak berhenti mengerjap saat suaminya berjalan mendekati dirinya."Bagaimana bisa ada nomor asing masuk ke nomor kamu? Apa kamu berusaha mengkhianatiku?" tanya Satria memicing dan terlihat seperti singa yang sedang marah."M
Rachel tak habis pikir jika suaminya akan membahas tentang masalah yang ia hadapi di depan semua orang. Ia menoleh ke arah oma yang terdiam dan memilih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.Maafkan Rachel, oma. Cucu oma terlalu jenius hingga aku tak bisa menyembunyikan rahasia ini! gumam hati Rachel.Sesaat, kedua mata Rachel mengerling menatap orang yang tersenyum manis ke arahnya."Kak Sakti?" tanya batin Rachel menyeringai.****"Ini sudah malam. Lebih baik oma pulang sekarang!" pinta Satria mencium punggung tangan sang Oma."Satria, maafkan oma, ya! Oma tak bermaksud membuat Rachel tertekan. Oma hanya tak mau saja semua orang bilang kalo kamu hanya dijadikan kacung olehnya. Sebagai seorang suami tidak wajib membawa anak dalam bekerja!" tutur oma menjelaskan alasannya.Satria menghela nafas panjang."Yang bilang Satria seperti itu hanya oma saja. Oma dengar 'kan? Tadi mereka bilang apa? Bahkan beberapa pihak agensi menginginkan j
Maafkan aku! Aku tak bisa menceritakannya sama kamu. Aku tak mau gara-gara aku, hubungan kamu dan oma menjadi renggang! gumam batin Rachel mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Sejenak, sudut mata Satria mengerut melihat apa yang terjadi di layar ponselnya. Kata-kata oma terdengar begitu pedas dan melukai hati istrinya.Satria menoleh. Lagi dan lagi, istrinya menyembunyikan sesuatu hal yang seharusnya ia ketahui. Tanpa banyak buang waktu, Satria menghubungi Dinda untuk mengatur jadwal konferensi pers untuknya."Iya. Satu jam lagi, semuanya harus siap!" perintah Satria yang mengejutkan Rachel."Doni, kita langsung ke GM Grand!""Ok!" jawab Doni memutar arah.Rachel penasaran dan bingung dengan apa yang akan di lakukan suaminya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai meraih tangan Satria yang berdiam di sampingnya."Sayang, kita ngapain ke GM Grand? Bukankah kita mau ke rumah oma?" tanya Rachel penasaran."Kit
Akhirnya kamu pulang juga!" kata Doni mengejutkan Satria."Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada istri dan anakku?" tanya Satria penasaran."Aku juga tidak tau! Yang jelas, tadi oma datang ke sini dan terlihat seperti orang marah," tutur Doni yang membuat Satria terkejut."Marah?" tanya Satria mengernyit heran."Iya, dan aku lihat! Rachel dan junior menangis tiada henti saat oma pulang." Kata-kata Doni membuat Satria berpikir sejenak. Apa yang di katakan oma sehingga membuat Rachel dan putranya menangis.Apa oma menyudutkannya lagi? tanya batin Satria mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menatap ke arah kamarnya. Wanita yang ia cintai duduk termenung menatap ke arah jendela. Tanpa banyak buang waktu, Satria bergegas masuk ke dalam rumah.Sesaat, langkah Satria terhenti melihat Bayu dan Fajar bermain dengan junior di teras rumahnya. Tawa kecil junior membuat rasa rindu Satria terobati."Selamat sore, Pak!" jawab mereka berdiri meny
Duduk! Oma ingin bicara sama kamu!" ketus oma yang mengejutkan Rachel.Kenapa oma terlihat begitu marah padaku? batin Rachel bertanya. Perlahan, ia mulai duduk tepat di depan sang oma. Tenggorokannya seakan kering dan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan sang oma membuatnya begitu takut."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Oma memicing."Terjadi apa, Oma?" tanya Rachel bingung dan tak mengerti apa maksud sang Oma."Bagaimana bisa kamu berbohong padaku?" ucap Oma terlihat begitu emosi. Rachel terdiam dan mulai memikirkan sesuatu yang membuat sang oma marah kepadanya."Bondan, perlihatkan vidionya!" perintah Oma."Siap, Oma!" jawab Bondan memperlihatkan vidio Satria dan junior pada Rachel."Apa ada masalah di antara kalian? Sehingga kamu meninggalkan junior dan membiarkannya bersama Satria?" cecar Oma yang memang benar adanya.Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu menja
Rachel memicing dan yakin kalo suara itu adalah suara Laura.Laura? Ngapain dia ingin bertemu dengan suamiku? batin Rachel bertanya. Wajahnya yang cantik mulai muram mendengar suara orang yang membuat dirinya cemburu.Rachel, hilangkan rasa cemburu kamu ini. Kamu tau 'kan? Suami kamu tak mungkin melakukan hal yang menyakiti dirimu! gumam batin Rachel menarik nafas dalam-dalam."Rachel, nanti kita sambung lagi, ya! Ada klien yang datang," bisik Dinda berbohong."Iya," jawab Rachel seakan tak percaya kalo suara yang ia duga Laura adalah suara klien.Dinda menghela nafas panjang. Perlahan, ia meletakkan ponselnya seraya melirik Laura yang sedari tadi berdiri di depannya."Apa kamu sudah janji untuk bertemu dengannya?" tanya Dinda yang membuat Laura terkekeh."Kamu itu apa-apaan, sih, Din. Aku 'kan bukan orang lain," ujar Laura duduk di depan Dinda.Dinda menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut, kedua tangannya menopang di d
Keesokan harinya, Oma terperangah melihat Satria presentasi sambil menggendong junior."Apa-apaan ini? Kenapa cicit oma bisa ikut kerja? Bukankah kemarin, Junior berada di rumah?" ketus Oma marah."Bondan, kita ke rumah pak Satria sekarang!" perintah sang oma seraya menutup teleponnya."Berani-beraninya, dia membohongiku!" gumam oma memicing.Seperti biasa, Rachel mempersiapkan setelan jas untuk sang suami. Senyum manis mulai terpancar di raut wajah mereka. Pelukan hangat Satria membuat Rachel tak bisa melepaskannya."Apa aku boleh kerja?" tanya Satria yang masih mengenkan kimono. Dengan lembut, ia mencium pipi istrinya.Rachel menyeringai, secara spontan tangan kanannya terbiasa mencubit pinggang Satria."Kamu tuh, ya? Hobi banget menggodaku!" kata Rachel mencubit pinggang suaminya."Sayang, sakit!" keluh Satria kesakitan."Biarin! Habisnya, suka banget godain aku. Sudah tau, punya istri cemburuan. Trus aja diledeki
"Aku salah lagi menilainya? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Tak seharusnya aku menuduh suamiku yang bukan-bukan!" gumamnya seraya menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya."Apa dia mau memaafkan aku?" kata Rachel membuka ponselnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencari kontak Satria. Tapi, ia terhenti saat rasa gengsi menghampiri dirinya."Masa' aku harus minta maaf? Dia juga salah. Tak seharusnya dia menangkap tubuh Laura seperti kemarin. Apa dia lupa jika jiwa dan raganya adalah milikku?" gumam Rachel yang masih saja cemburu buta."Tapi, apa yang di katakan Doni memang benar. Dia tak mungkin melakukannya! Kalo aku tidak minta maaf, yang ada aku juga tidak akan dengar dia untuk mengucapkan kata maaf. Apalagi, dia 'kan sangat kekeh dengan pendiriannya. Kalo dia nggak salah ia nggak mungkin meminta maaf," gumamnya cemberut.Drt ...Rachel melirik ke arah ponselnya. Kedua matanya mengerling saat Intan mengirimkan pesan untuknya.
Intan yang melihatnyapun terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat pemandangan yang mustahil terjadi pada atasannya itu. Kenapa pak Satria bawa junior? Ke mana Rachel? Apa dia sakit? batin Intan bertanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Senyum Dinda selalu tertoreh saat melihat junior ikut datang ke kantor. Wajahnya yang imut menggemaskan dengan senyum kecil indahnya membuat Dinda tak mau jauh dari Junior."Sat, biar aku gendong!" kata Dinda merentangkan kedua tangannya dan bersiap menggendong junior."Sayang, ikut aunty dulu, ya!" ucap Dinda yang terlihat begitu bahagia."Ini sudah siap semua?" tanya Satria membuka berkas-berkas yang tertumpuk di meja."Iya, kamu tinggal revisi saja!" jawab Dinda seraya memegang pipi chubby junior."Sayang, kamu ganteng banget, sih?"Sesaat, Dinda melirik Satria yang terdiam memikirkan sesuatu. Dengan hati-hati, ia mulai mempertanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya."Apa semua baik-baik saja? Ap