Rachel yang baru tiba, dengan cepat menyembunyikan dirinya di balik mobil yang terparkir di pinggir jalan. Kedua matanya mengamati dari jauh sosok wanita yang baru saja keluar dari rumah atasannya itu.
"Siapa wanita itu? Apa dia mamanya pak Satria?" lirih Rachel menunduk ketika mobil mama Rita melintas di depannya.
Angin semilir di siang hari membuat rambut Rachel seakan menari-nari hingga menutupi wajahnya. Dengan cepat, ia menarik kopernya dan bergegas masuk ke dalam rumah yang merupakan tempat persembunyian dirinya saat ini.
Sesaat langkahnya terhenti, matanya mengerjap tiada henti memandang Satria yang mulai menghampiri dirinya dengan tatapan yang begitu serius.
Aduh! Kenapa raut mukanya kembali jutek lagi padaku? gumam batin Rachel seraya menggigit bibirnya yang mungil. Ia mencoba untuk tersenyum manis agar atasannya tidak mengubah tawaran yang kemarin di sodorkan kepadanya.
"Pagi, Pak!" sapa Rachel tersenyum ti
"Kenapa senyum-senyum seperti itu? Apa ada yang lucu?" Pertanyaan Satria yang membuat senyum Rachel hilang. "Tidak, Pak. Saya hanya bilang, kalo saya sudah mempunyai baju sendiri. Jadi, Bapak nggak perlu membelikan baju buat saya," tutur Rachel hati-hati. "Ok!" ucap Satria menancap gasnya. Ya Tuhan, haruskah aku selalu berbicara lembut padanya? gumam batin Rachel tersenyum sinis.***Sejenak, Satria tertegun melihat Rachel yang berpresentasi dengan mudahnya. Ia tak menyangka jika dia memiliki talenta yang sama dengan Dinda. Bryan Aditya, seorang CEO Jayatama Group yang terkenal akan kepintarannya. Usianya yang terbilang masih muda, membuatnya ingin selalu menjelajahi semua wanita yang di sukainya. Ia sangat terpukau dan sangat tertarik pada kecantikan, kepintaran yang ada pada Rachel. Tanpa adanya kritik darinya, ia langsung membuat kes
Pak Udin terbelalak kaget. Ia bingung spa yang harus ia lakukan. Ia tak mau pekerjaannya hilang karena membocorkan tentang hal yang berhubungan dengan Rachel. Tapi, di sisi lain mama Rita memberikan uang yang besar guna memberikan informasi tentang hal yang menyangkut Satria. "Bagaimana ini?" tanya pak udin seorang diri."Ah, tak mungkin juga aku mengkhianati kepercayaan yang diberikan oleh pak Satria," gumamnya memasukkan ponselnya kembali. Entah apa yang singgah di pikiran Satria saat ini, kedua matanya tak berhenti berkedip memandang wajah ayu dan manis yang kini ada di gendongannya. Dengan hati-hati, ia merebahkan tubuh Rachel di kamar yang letaknya tepat di samping kamarnya.Tanpa sadar, lagi dan lagi jari jemarinya sangat terlatih menyapu rambut Rachel yang terurai panjang. Cantik! kata batin Satria. Seketika jari jemarinya terhenti dan mengepal mengimbang
"Ya Tuhan, ternyata aku bicara seorang diri," keluh Rachel mengerutkan dahinya. Ia mulai beranjak dan menghentikan langkah kakinya tepat di depan kedua kaki yang terbujur di tempat tidur. Dengan senyum manis, jari jemari tangannya mulai melepas sepatu yang masih menempel di kaki atasannya itu. "Selamat istirahat, Pak. Meskipun anda begitu jutek, tapi saya sangat berterimakasih kepada anda. Karena anda, saya mendapatkan tempat untuk berteduh dan karena anda juga saya terlindungi dari orang suruhan papa. Thanks you," ujar Rachel tersenyum tipis pergi meninggalkan kamar tersebut. Di tempat yang berbeda, Darwin termenung seorang diri seraya memandang ombak yang bergulung-gulung menghampiri dirinya. Sesaat, pikirannya tertuju dengan kenangan-kenangan manis yang pernah ada dalam kehidupannya. Perjalanan cintanya dengan Rachel begitu sulit untuk di lupakan. Tiga tahun lamanya mereka bersama dan tiga tahun pula mereka terpisah. "Maa
"Satria, siapa dia?" tanya Monica menunjuk Rachel yang mengembangkan senyum untuknya. "Bukankah kamu?" tanya Monica menatap Rachel begitu tajam. "Dia Rachel, tunangan Satria," ucap Satria yang mengejutkan semuanya termasuk Rachel. Rachel bingung dan tak tau harus bagaimana menyikapinya. Kedua matanya mengerling ketika Satria melingkarkan tangannya tepat di pinggang. "Oh, Jadi dia orangnya?" ucap Monica yang sungguh tak mempercayai perkataan adiknya. Kedipan mata Satria tak mampu membuat Rachel untuk menolak perintahnya. Dengan senyum manisnya, Rachel mulai mengulurkan tangan untuk Monica. "Rachel, Kak," ucap Rachel melirik Darwin yang sedari tadi memperhatikan dirinya. Raut wajahnya terlihat begitu jealous. "Monica, kakaknya Satria. Duduklah!" Dengan penuh perhatian, Satria menarik kursi ke belakang untuk Rachel. Monica yang melihatnya sangat terkejut dan terperangah melihat adiknya juga bisa seromantis
"Apa perlu saya paksa agar kamu mau masuk!" ucap Satria dengan nada tinggi. Rachel terperangah, terkejut mendengar ucapan yang keluar dari mulut Satria. Jika aku tidak menurutinya, lagi dan lagi dia akan menyentuh tubuhku ini! gumam batin Rachel terperangah melihat Satria akan turun. "Saya akan pulang bersama Bapak," gegas Rachel yang menghentikan Satria untuk turun dari mobil. Satria menutup pintu mobilnya seraya melirik Rachel yang dengan cepat memakai shiftbelt. Rasa salah tingkah dan bingung terlihat jelas di wajah cantik Rachel. Pandangannya hanya fokus ke depan tanpa menoleh sedikitpun ke arah Satria. Ya Tuhan, apa yang harus aku lakukan supaya aku keluar dari masalah ini? Jika ketakutanku terjadi, sama saja aku menjilat ludahku sendiri. Apa aku kualat? desah batinnya dengan sudut mata yang berkerut. Sesaat, Satria menoleh ke arah Rachel yang sedang berpikir begitu serius. Lentik indah matanya, bibir mungilnya seakan
"Kenapa senyum tak jelas seperti itu?" tanya Satria "Nggak apa dong, selagi bisa mengatur kamu. Nanti kalo kamu sudah menikah, aku sudah nggak berani ngatur kamu," ucap Dinda seraya menaikkan alisnya dari atas ke bawah. Satria mengernyit heran. Ia tak mengerti akan maksud dari perkataan sahabatnya itu. "Bicara apa kamu ini? Sudah! Daripada kamu bicara tak jelas dan membuat aku pusing, mendingan kamu siapkan laporan untuk meeting," pinta Satria mulai membuka laptopnya yang sudah menunggu dirinya sedari tadi. "Cie, yang sudah ketemu tunangannya? Cantikkan mana sama aku?" Pertanyaan Dinda membuat Satria semakin bingung. "Udah! Nggak usah di tutupin lagi. Lagian, apa sih? Yang nggak Dinda tau," kata Dinda yang terlihat begitu bahagia melihat Satria akhirnya mendapatkan calon pendamping. Satria mendesah sebal. Ia sudah menduga kalo kakaknya bercerita tentang semalam dengan Dinda. Dasar ember! Bisa-bisanya dia cerita
"Rachel? Siapa Rachel? Tak ada sekertaris yang namanya Rachel. Angkasa Group hanya memiliki satu sekertaris yaitu Dinda," tunjuk Ayunda pada Dinda yang duduk di sampingnya. "Apa? Tapi, kemarin dia datang dengan sekertarisnya yang bernama Rachel," tutur Bryan yang membuat mereka bertanya-tanya. Dengan langkah yang begitu perfect, Satria dan beberapa staf kantor bersiap untuk meeting di salah satu restoran yang sudah di tentukan oleh klien. Leo, Roy dan Farel begitu percaya diri mendampingi Satria yang terlihat begitu gagah berjalan di depan mereka. Sebuah kehormatan bagi mereka meeting bersama pak boss tanpa harus mengajak staf wanita. "Rel, bagaimana penampilanku? Sudah keren belum?" tanya Leo merapikan jambulnya yang sudah klimis dengan minyak rambut. "Sstt ... sudah cakep!" bisik Farel merapikan dasinya yang miring. Sesaat, langkah mereka terhenti ketika Satria berhenti secara mendadak. Satria membalikkan badan k
"Jadi gara-gara Pak Satria lagi?" gumam Rachel dengan mata berkaca-kaca. Hatinya seakan sakit teriris-iris, jika teringat akan tamparan keras yang rasanya masih membekas. Seumur hidupnya, ia tak pernah merasakan bagaimana rasanya di tampar. Dan sekarang, ia merasakan tamparan itu dari tangan Ayunda. "Mama, Rachel kangen," ucap Rachel yang tak bisa membendung air mata yang sempat tertahan. Perasaan rindu yang mendalam kian membuncah. Senyum dan kasih sayang dari mamanya mulai menaungi pikirannya saat ini. Hampir satu menit ia larut dalam kesedihan dan kerinduan yang teramat dalam. Dengan cepat, jari jemarinya yang mulus mengusap air matanya dan mencoba untuk tegar. "Rachel, kamu tak boleh cengeng. Apapun yang terjadi, kamu harus tegar menghadapinya. Ingat! Kamu sudah dua lima tahun. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap pada pendirian kamu," ucap Rachel mengembangkan senyumnya seraya mengepalkan tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri. *** Kedua m