"Kenapa senyum tak jelas seperti itu?" tanya Satria
"Nggak apa dong, selagi bisa mengatur kamu. Nanti kalo kamu sudah menikah, aku sudah nggak berani ngatur kamu," ucap Dinda seraya menaikkan alisnya dari atas ke bawah.
Satria mengernyit heran. Ia tak mengerti akan maksud dari perkataan sahabatnya itu.
"Bicara apa kamu ini? Sudah! Daripada kamu bicara tak jelas dan membuat aku pusing, mendingan kamu siapkan laporan untuk meeting," pinta Satria mulai membuka laptopnya yang sudah menunggu dirinya sedari tadi.
"Cie, yang sudah ketemu tunangannya? Cantikkan mana sama aku?" Pertanyaan Dinda membuat Satria semakin bingung.
"Udah! Nggak usah di tutupin lagi. Lagian, apa sih? Yang nggak Dinda tau," kata Dinda yang terlihat begitu bahagia melihat Satria akhirnya mendapatkan calon pendamping.
Satria mendesah sebal. Ia sudah menduga kalo kakaknya bercerita tentang semalam dengan Dinda. Dasar ember! Bisa-bisanya dia cerita
"Rachel? Siapa Rachel? Tak ada sekertaris yang namanya Rachel. Angkasa Group hanya memiliki satu sekertaris yaitu Dinda," tunjuk Ayunda pada Dinda yang duduk di sampingnya. "Apa? Tapi, kemarin dia datang dengan sekertarisnya yang bernama Rachel," tutur Bryan yang membuat mereka bertanya-tanya. Dengan langkah yang begitu perfect, Satria dan beberapa staf kantor bersiap untuk meeting di salah satu restoran yang sudah di tentukan oleh klien. Leo, Roy dan Farel begitu percaya diri mendampingi Satria yang terlihat begitu gagah berjalan di depan mereka. Sebuah kehormatan bagi mereka meeting bersama pak boss tanpa harus mengajak staf wanita. "Rel, bagaimana penampilanku? Sudah keren belum?" tanya Leo merapikan jambulnya yang sudah klimis dengan minyak rambut. "Sstt ... sudah cakep!" bisik Farel merapikan dasinya yang miring. Sesaat, langkah mereka terhenti ketika Satria berhenti secara mendadak. Satria membalikkan badan k
"Jadi gara-gara Pak Satria lagi?" gumam Rachel dengan mata berkaca-kaca. Hatinya seakan sakit teriris-iris, jika teringat akan tamparan keras yang rasanya masih membekas. Seumur hidupnya, ia tak pernah merasakan bagaimana rasanya di tampar. Dan sekarang, ia merasakan tamparan itu dari tangan Ayunda. "Mama, Rachel kangen," ucap Rachel yang tak bisa membendung air mata yang sempat tertahan. Perasaan rindu yang mendalam kian membuncah. Senyum dan kasih sayang dari mamanya mulai menaungi pikirannya saat ini. Hampir satu menit ia larut dalam kesedihan dan kerinduan yang teramat dalam. Dengan cepat, jari jemarinya yang mulus mengusap air matanya dan mencoba untuk tegar. "Rachel, kamu tak boleh cengeng. Apapun yang terjadi, kamu harus tegar menghadapinya. Ingat! Kamu sudah dua lima tahun. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap pada pendirian kamu," ucap Rachel mengembangkan senyumnya seraya mengepalkan tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri. *** Kedua m
"Siapa mereka? Apa mereka orang suruhan papa?" tanya Rachel yang berjalan mundur. Kenapa mereka malah tersenyum? gumam batin Rachel bertanya. "Sore, Bu Rachel. Senang bertemu Anda!" ucap salah satu preman mulai mendekati Rachel. "Si-apa kalian?" tanya Rachel gugup, tangannya dengan cepat menyetop kedua preman itu agar tak lagi mendekatinya. "Tenang, Bu Rachel! Kami orang baik-baik, hanya saja kami ...." "Kami apa? Saya tak mau pulang dan tolong bilang sama papa kalo aku tak mau menikah!" ketus Rachel berlari meninggalkan mereka yang tercengang akan perkataannya. "Papa? Emangnya, boss Bryan mempunyai anak yang seumuran dengannya?" tanya preman tersebut menatap satu sama lain. "Masa' iya? Bukankah boss bilang, Bu Rachel adalah target berikutnya?" gumam mereka bingung. "Ya sudah, kita langsung ke boss saja. Yang penting, kita sudah tau bu Rachel tinggal sekitar kompleks ini," gegas mereka masuk mobil. Rachel terhenti
"Ada apa?" tanya Satria mengernyit melihat Rachel meletakkan kotak itu di bawah. "Saya minta pertanggungjawaban dari Bapak!" ucap Rachel yang membuat Satria terkejut. "Pertanggungjawaban?" tanya Satria melangkahkan kaki mendekati Rachel. "I-ya," jawab Rachel berjalan mundur mengimbangi langkah Satria. Rachel terbelalak kaget saat dirinya lagi dan lagi terhenti di dinding. Tatapan mata Satria begitu tajam hingga ia tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia melirik ke arah tangan kanan Satria yang sejajar dengan wajahnya. Ya Tuhan, dia mau apa lagi? Kenapa mulutku seakan tak mampu untuk menghentikannya! gumam batin Rachel memejamkan matanya. "Apa kamu ingin aku menikahimu?" Pertanyaan Satria yang membuat Rachel terbelalak kaget. "B
Satria ...," teriak mama Rita yang mengejutkan Rachel. "Suara wanita?" tanya Rachel terperangah." Gawat! Aku harus bangunin pak Satria!" gegas Rachel berlari menuju ke arah kamar Satria. Mama Rita menghela nafas panjang. Jari jemari tangannya tak berhenti mengipaskan kipas kecil ke arah wajahnya. "Ini, nih! Yang saya khawatirkan. Coba saja tadi simbok tidak lupa membawa kunci rumahnya. Pasti, kita tak harus menunggu seperti ini," gerutu mama Rita duduk di kursi yang tersedia di teras rumah. "Iya, Nya. Maaf, namanya juga lupa," ucap simbok Darmi melas. "Apa kita ke sini terlalu pagi, ya?" ujar mama Rita membuka kacamata hitamnya. "Biasanya jam segini, aden boss sudah mandi, Nya!" tutur simbok yang sangat paham sekali dengan jadwal Satria jika di rumah. "Ya sudah, kita tunggu sepuluh menit lagi. Kamu tau sendiri 'kan? Aden boss kamu orangnya seperti apa?" gumam mama Rita seraya menyilangkan kedua kakinya.u Tepat di depan
Aneh? Tak biasanya sikapnya aneh seperti ini? Apa jangan-jangan ada sesuatu yang di sembunyikan?" gumam mama Rita memicing menatap ke arah pintu rumah Satria. Ceklek Satria menyeringai dan bersiap untuk pergi ke kantor. "Sayang, kok lama banget?" tanya mama Rita memegang bahu putranya yang begitu gagah. "Maaf, Ma. Satria harus pergi. Ada meeting mendadak di kantor," ucap Satria mencium punggung tangan mamanya. "Hati-hati, ya! Jangan lupa makan!" Mama Rita melambaikan tangan untuk putranya yang mulai pergi meninggalkannya. Seorang anak yang dulu nakalnya minta ampun, sekarang tumbuh menjadi orang yang hebat, pekerja keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu. "Perasaan, Aden boss sekarang tambah cakep, ya, Nya?" puji simbok Darmi menatap majikannya yang mulai hilang dari hadapannya. "Ya. Kejadian itu membuat dia berubah menjadi orang yang bertanggung jawab. Meskipun sekarang, dia menjadi orang yang yang s
Mama Rita masih memikirkan tentang kimono berwarna pink yang ada di kamarnya. "Sebenarnya siapa pemilik kimono pink itu?" tanya mama Rita berpikir. ** Satria menghampiri Bryan yang sudah menunggunya di restoran. Bukan karena meeting mereka bertemu melainkan makan malam bersama layaknya seorang teman. "Sudah lama menunggu?" tanya Satria duduk tepat di depan Bryan. "Tidak, saya baru saja datang. Sehabis meeting tadi, Anda belum pulang?" tanya Bryan melihat Satria yang masih mengenakan setelan jas. Tidak seperti dirinya yang sudah mengenakan pakaian santai. "Jika saya pulang dulu, waktu saya akan habis di perjalanan. Anda tau sendiri 'kan?Jarak kantor dengan tempat yang kita janjikan tak terlalu jauh," tutur Satria tersenyum tipis menatap Bryan menganggukkan kepala. "Anda sangat menghargai waktu, Pak Satria. Makanya banyak klien yang suka bekerja sama dengan Bapak. Yach, termasuk saya," ucap Bryan dengan bangga. "Ter
Mama Rita meletakkan kembali kotak kado tersebut dan mulai berjalan menghampiri almari yang berdiri kokoh di sana. Mereka berjalan kemari? batin Rachel bertanya seraya memejamkan matanya. Dahinya mengernyit seraya melipat bibir mungilnya itu. Di dalam kegelapan tanpat ada cahaya yang masuk, keringat dingin mulai menghampiri Rachel. Lentik indah matanya tak berhenti mengerjap ketika mendengar hentakan kaki yang menuju ke arahnya. YaTuhan, semoga saja aku tidak ketahuan! gumam batin Rachel menarik nafas dan berdoa agar ia tidak ketahuan. Langkah Satria terhenti. Kedua matanya berputar melihat rumahnya begitu sepi."Kok sepi? Apa mama sudah tidur?" tanya Satria menebak. Kedua matanya berputar dan memastikan kalo tebakannya memang benar.Dengan langkah yang terlihat lelah, ia mulai menaiki anak tangga y
Kak Sakti calling ..."Ngapain pagi-pagi menelpon istri orang?" tanya batin Satria mendesah dan mulai mengangkat telepon dari Sakti.Dengan gayanya yang perfect, Satria menyilangkan kedua kakinya dan bersiap mendengar apa yang akan dibicarakan Sakti pada istrinya.(Rachel, apa Satria sudah berangkat? Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tidak ada jawaban!) Perkataan Sakti membuat Satria mengambil ponselnya yang tergeletak di atas meja. Ia mengernyit dan tak habis pikir jika Sakti benar-benar menghubungi dirinya."Sayang siapa?" tanya Rachel mengejutkan Satria.Rachel mengernyit menatap suaminya melempar ponsel miliknya di atas tempat tidur."Sayang, kenapa kamu melemparnya?" Rachel tak berhenti mengerjap saat suaminya berjalan mendekati dirinya."Bagaimana bisa ada nomor asing masuk ke nomor kamu? Apa kamu berusaha mengkhianatiku?" tanya Satria memicing dan terlihat seperti singa yang sedang marah."M
Rachel tak habis pikir jika suaminya akan membahas tentang masalah yang ia hadapi di depan semua orang. Ia menoleh ke arah oma yang terdiam dan memilih sibuk dengan ponsel yang ada di tangannya.Maafkan Rachel, oma. Cucu oma terlalu jenius hingga aku tak bisa menyembunyikan rahasia ini! gumam hati Rachel.Sesaat, kedua mata Rachel mengerling menatap orang yang tersenyum manis ke arahnya."Kak Sakti?" tanya batin Rachel menyeringai.****"Ini sudah malam. Lebih baik oma pulang sekarang!" pinta Satria mencium punggung tangan sang Oma."Satria, maafkan oma, ya! Oma tak bermaksud membuat Rachel tertekan. Oma hanya tak mau saja semua orang bilang kalo kamu hanya dijadikan kacung olehnya. Sebagai seorang suami tidak wajib membawa anak dalam bekerja!" tutur oma menjelaskan alasannya.Satria menghela nafas panjang."Yang bilang Satria seperti itu hanya oma saja. Oma dengar 'kan? Tadi mereka bilang apa? Bahkan beberapa pihak agensi menginginkan j
Maafkan aku! Aku tak bisa menceritakannya sama kamu. Aku tak mau gara-gara aku, hubungan kamu dan oma menjadi renggang! gumam batin Rachel mengusap air matanya yang sempat terjatuh.Sejenak, sudut mata Satria mengerut melihat apa yang terjadi di layar ponselnya. Kata-kata oma terdengar begitu pedas dan melukai hati istrinya.Satria menoleh. Lagi dan lagi, istrinya menyembunyikan sesuatu hal yang seharusnya ia ketahui. Tanpa banyak buang waktu, Satria menghubungi Dinda untuk mengatur jadwal konferensi pers untuknya."Iya. Satu jam lagi, semuanya harus siap!" perintah Satria yang mengejutkan Rachel."Doni, kita langsung ke GM Grand!""Ok!" jawab Doni memutar arah.Rachel penasaran dan bingung dengan apa yang akan di lakukan suaminya. Perlahan, jari jemari tangannya mulai meraih tangan Satria yang berdiam di sampingnya."Sayang, kita ngapain ke GM Grand? Bukankah kita mau ke rumah oma?" tanya Rachel penasaran."Kit
Akhirnya kamu pulang juga!" kata Doni mengejutkan Satria."Ada apa? Apa terjadi sesuatu pada istri dan anakku?" tanya Satria penasaran."Aku juga tidak tau! Yang jelas, tadi oma datang ke sini dan terlihat seperti orang marah," tutur Doni yang membuat Satria terkejut."Marah?" tanya Satria mengernyit heran."Iya, dan aku lihat! Rachel dan junior menangis tiada henti saat oma pulang." Kata-kata Doni membuat Satria berpikir sejenak. Apa yang di katakan oma sehingga membuat Rachel dan putranya menangis.Apa oma menyudutkannya lagi? tanya batin Satria mendesah sebal. Sudut matanya mengerut menatap ke arah kamarnya. Wanita yang ia cintai duduk termenung menatap ke arah jendela. Tanpa banyak buang waktu, Satria bergegas masuk ke dalam rumah.Sesaat, langkah Satria terhenti melihat Bayu dan Fajar bermain dengan junior di teras rumahnya. Tawa kecil junior membuat rasa rindu Satria terobati."Selamat sore, Pak!" jawab mereka berdiri meny
Duduk! Oma ingin bicara sama kamu!" ketus oma yang mengejutkan Rachel.Kenapa oma terlihat begitu marah padaku? batin Rachel bertanya. Perlahan, ia mulai duduk tepat di depan sang oma. Tenggorokannya seakan kering dan tak mampu menegak salivanya sendiri. Tatapan sang oma membuatnya begitu takut."Apa yang sebenarnya terjadi?" tanya Oma memicing."Terjadi apa, Oma?" tanya Rachel bingung dan tak mengerti apa maksud sang Oma."Bagaimana bisa kamu berbohong padaku?" ucap Oma terlihat begitu emosi. Rachel terdiam dan mulai memikirkan sesuatu yang membuat sang oma marah kepadanya."Bondan, perlihatkan vidionya!" perintah Oma."Siap, Oma!" jawab Bondan memperlihatkan vidio Satria dan junior pada Rachel."Apa ada masalah di antara kalian? Sehingga kamu meninggalkan junior dan membiarkannya bersama Satria?" cecar Oma yang memang benar adanya.Rachel seakan tak mampu menegak salivanya sendiri. Mulutnya seakan terkunci dan tak mampu menja
Rachel memicing dan yakin kalo suara itu adalah suara Laura.Laura? Ngapain dia ingin bertemu dengan suamiku? batin Rachel bertanya. Wajahnya yang cantik mulai muram mendengar suara orang yang membuat dirinya cemburu.Rachel, hilangkan rasa cemburu kamu ini. Kamu tau 'kan? Suami kamu tak mungkin melakukan hal yang menyakiti dirimu! gumam batin Rachel menarik nafas dalam-dalam."Rachel, nanti kita sambung lagi, ya! Ada klien yang datang," bisik Dinda berbohong."Iya," jawab Rachel seakan tak percaya kalo suara yang ia duga Laura adalah suara klien.Dinda menghela nafas panjang. Perlahan, ia meletakkan ponselnya seraya melirik Laura yang sedari tadi berdiri di depannya."Apa kamu sudah janji untuk bertemu dengannya?" tanya Dinda yang membuat Laura terkekeh."Kamu itu apa-apaan, sih, Din. Aku 'kan bukan orang lain," ujar Laura duduk di depan Dinda.Dinda menghela nafas panjang. Sudut matanya mengerut, kedua tangannya menopang di d
Keesokan harinya, Oma terperangah melihat Satria presentasi sambil menggendong junior."Apa-apaan ini? Kenapa cicit oma bisa ikut kerja? Bukankah kemarin, Junior berada di rumah?" ketus Oma marah."Bondan, kita ke rumah pak Satria sekarang!" perintah sang oma seraya menutup teleponnya."Berani-beraninya, dia membohongiku!" gumam oma memicing.Seperti biasa, Rachel mempersiapkan setelan jas untuk sang suami. Senyum manis mulai terpancar di raut wajah mereka. Pelukan hangat Satria membuat Rachel tak bisa melepaskannya."Apa aku boleh kerja?" tanya Satria yang masih mengenkan kimono. Dengan lembut, ia mencium pipi istrinya.Rachel menyeringai, secara spontan tangan kanannya terbiasa mencubit pinggang Satria."Kamu tuh, ya? Hobi banget menggodaku!" kata Rachel mencubit pinggang suaminya."Sayang, sakit!" keluh Satria kesakitan."Biarin! Habisnya, suka banget godain aku. Sudah tau, punya istri cemburuan. Trus aja diledeki
"Aku salah lagi menilainya? Ya Tuhan, apa yang aku lakukan? Tak seharusnya aku menuduh suamiku yang bukan-bukan!" gumamnya seraya menutup wajah cantiknya dengan kedua tangannya."Apa dia mau memaafkan aku?" kata Rachel membuka ponselnya. Jari jemari tangannya dengan cepat mencari kontak Satria. Tapi, ia terhenti saat rasa gengsi menghampiri dirinya."Masa' aku harus minta maaf? Dia juga salah. Tak seharusnya dia menangkap tubuh Laura seperti kemarin. Apa dia lupa jika jiwa dan raganya adalah milikku?" gumam Rachel yang masih saja cemburu buta."Tapi, apa yang di katakan Doni memang benar. Dia tak mungkin melakukannya! Kalo aku tidak minta maaf, yang ada aku juga tidak akan dengar dia untuk mengucapkan kata maaf. Apalagi, dia 'kan sangat kekeh dengan pendiriannya. Kalo dia nggak salah ia nggak mungkin meminta maaf," gumamnya cemberut.Drt ...Rachel melirik ke arah ponselnya. Kedua matanya mengerling saat Intan mengirimkan pesan untuknya.
Intan yang melihatnyapun terbelalak kaget. Ia seakan tak percaya melihat pemandangan yang mustahil terjadi pada atasannya itu. Kenapa pak Satria bawa junior? Ke mana Rachel? Apa dia sakit? batin Intan bertanya dan kembali melanjutkan pekerjaannya.Senyum Dinda selalu tertoreh saat melihat junior ikut datang ke kantor. Wajahnya yang imut menggemaskan dengan senyum kecil indahnya membuat Dinda tak mau jauh dari Junior."Sat, biar aku gendong!" kata Dinda merentangkan kedua tangannya dan bersiap menggendong junior."Sayang, ikut aunty dulu, ya!" ucap Dinda yang terlihat begitu bahagia."Ini sudah siap semua?" tanya Satria membuka berkas-berkas yang tertumpuk di meja."Iya, kamu tinggal revisi saja!" jawab Dinda seraya memegang pipi chubby junior."Sayang, kamu ganteng banget, sih?"Sesaat, Dinda melirik Satria yang terdiam memikirkan sesuatu. Dengan hati-hati, ia mulai mempertanyakan apa yang terjadi pada sahabatnya."Apa semua baik-baik saja? Ap