"Jadi gara-gara Pak Satria lagi?" gumam Rachel dengan mata berkaca-kaca. Hatinya seakan sakit teriris-iris, jika teringat akan tamparan keras yang rasanya masih membekas. Seumur hidupnya, ia tak pernah merasakan bagaimana rasanya di tampar. Dan sekarang, ia merasakan tamparan itu dari tangan Ayunda.
"Mama, Rachel kangen," ucap Rachel yang tak bisa membendung air mata yang sempat tertahan. Perasaan rindu yang mendalam kian membuncah. Senyum dan kasih sayang dari mamanya mulai menaungi pikirannya saat ini. Hampir satu menit ia larut dalam kesedihan dan kerinduan yang teramat dalam. Dengan cepat, jari jemarinya yang mulus mengusap air matanya dan mencoba untuk tegar.
"Rachel, kamu tak boleh cengeng. Apapun yang terjadi, kamu harus tegar menghadapinya. Ingat! Kamu sudah dua lima tahun. Apapun yang terjadi, kamu harus tetap pada pendirian kamu," ucap Rachel mengembangkan senyumnya seraya mengepalkan tangannya untuk menyemangati dirinya sendiri.
***
Kedua m
"Siapa mereka? Apa mereka orang suruhan papa?" tanya Rachel yang berjalan mundur. Kenapa mereka malah tersenyum? gumam batin Rachel bertanya. "Sore, Bu Rachel. Senang bertemu Anda!" ucap salah satu preman mulai mendekati Rachel. "Si-apa kalian?" tanya Rachel gugup, tangannya dengan cepat menyetop kedua preman itu agar tak lagi mendekatinya. "Tenang, Bu Rachel! Kami orang baik-baik, hanya saja kami ...." "Kami apa? Saya tak mau pulang dan tolong bilang sama papa kalo aku tak mau menikah!" ketus Rachel berlari meninggalkan mereka yang tercengang akan perkataannya. "Papa? Emangnya, boss Bryan mempunyai anak yang seumuran dengannya?" tanya preman tersebut menatap satu sama lain. "Masa' iya? Bukankah boss bilang, Bu Rachel adalah target berikutnya?" gumam mereka bingung. "Ya sudah, kita langsung ke boss saja. Yang penting, kita sudah tau bu Rachel tinggal sekitar kompleks ini," gegas mereka masuk mobil. Rachel terhenti
"Ada apa?" tanya Satria mengernyit melihat Rachel meletakkan kotak itu di bawah. "Saya minta pertanggungjawaban dari Bapak!" ucap Rachel yang membuat Satria terkejut. "Pertanggungjawaban?" tanya Satria melangkahkan kaki mendekati Rachel. "I-ya," jawab Rachel berjalan mundur mengimbangi langkah Satria. Rachel terbelalak kaget saat dirinya lagi dan lagi terhenti di dinding. Tatapan mata Satria begitu tajam hingga ia tak mampu menegak salivanya sendiri. Ia melirik ke arah tangan kanan Satria yang sejajar dengan wajahnya. Ya Tuhan, dia mau apa lagi? Kenapa mulutku seakan tak mampu untuk menghentikannya! gumam batin Rachel memejamkan matanya. "Apa kamu ingin aku menikahimu?" Pertanyaan Satria yang membuat Rachel terbelalak kaget. "B
Satria ...," teriak mama Rita yang mengejutkan Rachel. "Suara wanita?" tanya Rachel terperangah." Gawat! Aku harus bangunin pak Satria!" gegas Rachel berlari menuju ke arah kamar Satria. Mama Rita menghela nafas panjang. Jari jemari tangannya tak berhenti mengipaskan kipas kecil ke arah wajahnya. "Ini, nih! Yang saya khawatirkan. Coba saja tadi simbok tidak lupa membawa kunci rumahnya. Pasti, kita tak harus menunggu seperti ini," gerutu mama Rita duduk di kursi yang tersedia di teras rumah. "Iya, Nya. Maaf, namanya juga lupa," ucap simbok Darmi melas. "Apa kita ke sini terlalu pagi, ya?" ujar mama Rita membuka kacamata hitamnya. "Biasanya jam segini, aden boss sudah mandi, Nya!" tutur simbok yang sangat paham sekali dengan jadwal Satria jika di rumah. "Ya sudah, kita tunggu sepuluh menit lagi. Kamu tau sendiri 'kan? Aden boss kamu orangnya seperti apa?" gumam mama Rita seraya menyilangkan kedua kakinya.u Tepat di depan
Aneh? Tak biasanya sikapnya aneh seperti ini? Apa jangan-jangan ada sesuatu yang di sembunyikan?" gumam mama Rita memicing menatap ke arah pintu rumah Satria. Ceklek Satria menyeringai dan bersiap untuk pergi ke kantor. "Sayang, kok lama banget?" tanya mama Rita memegang bahu putranya yang begitu gagah. "Maaf, Ma. Satria harus pergi. Ada meeting mendadak di kantor," ucap Satria mencium punggung tangan mamanya. "Hati-hati, ya! Jangan lupa makan!" Mama Rita melambaikan tangan untuk putranya yang mulai pergi meninggalkannya. Seorang anak yang dulu nakalnya minta ampun, sekarang tumbuh menjadi orang yang hebat, pekerja keras dan pantang menyerah untuk mendapatkan sesuatu. "Perasaan, Aden boss sekarang tambah cakep, ya, Nya?" puji simbok Darmi menatap majikannya yang mulai hilang dari hadapannya. "Ya. Kejadian itu membuat dia berubah menjadi orang yang bertanggung jawab. Meskipun sekarang, dia menjadi orang yang yang s
Mama Rita masih memikirkan tentang kimono berwarna pink yang ada di kamarnya. "Sebenarnya siapa pemilik kimono pink itu?" tanya mama Rita berpikir. ** Satria menghampiri Bryan yang sudah menunggunya di restoran. Bukan karena meeting mereka bertemu melainkan makan malam bersama layaknya seorang teman. "Sudah lama menunggu?" tanya Satria duduk tepat di depan Bryan. "Tidak, saya baru saja datang. Sehabis meeting tadi, Anda belum pulang?" tanya Bryan melihat Satria yang masih mengenakan setelan jas. Tidak seperti dirinya yang sudah mengenakan pakaian santai. "Jika saya pulang dulu, waktu saya akan habis di perjalanan. Anda tau sendiri 'kan?Jarak kantor dengan tempat yang kita janjikan tak terlalu jauh," tutur Satria tersenyum tipis menatap Bryan menganggukkan kepala. "Anda sangat menghargai waktu, Pak Satria. Makanya banyak klien yang suka bekerja sama dengan Bapak. Yach, termasuk saya," ucap Bryan dengan bangga. "Ter
Mama Rita meletakkan kembali kotak kado tersebut dan mulai berjalan menghampiri almari yang berdiri kokoh di sana. Mereka berjalan kemari? batin Rachel bertanya seraya memejamkan matanya. Dahinya mengernyit seraya melipat bibir mungilnya itu. Di dalam kegelapan tanpat ada cahaya yang masuk, keringat dingin mulai menghampiri Rachel. Lentik indah matanya tak berhenti mengerjap ketika mendengar hentakan kaki yang menuju ke arahnya. YaTuhan, semoga saja aku tidak ketahuan! gumam batin Rachel menarik nafas dan berdoa agar ia tidak ketahuan. Langkah Satria terhenti. Kedua matanya berputar melihat rumahnya begitu sepi."Kok sepi? Apa mama sudah tidur?" tanya Satria menebak. Kedua matanya berputar dan memastikan kalo tebakannya memang benar.Dengan langkah yang terlihat lelah, ia mulai menaiki anak tangga y
Apa yang membuat kamu bisa kuat, jika suatu saat nanti kamu menjadi istriku?" Pertanyaan Satria yang membuat Rachel tak mampu menjawab. Kenapa dia malah bertanya seperti itu? kata batin Rachel melipat bibir mungilnya. Sejenak, ia mulai berpikir bagaimana caranya agar atasannya itu membenci dirinya. "Kenapa diam?" tanya Satria yang benar-benar membuat Rachel mau tak mau harus melakukannya. "Bapak jawab dulu pertanyaan saya?" ujar Rachel bernada tinggi dan berharap jika atasannya akan memarahinya habis-habisan. Satria mengernyitkan dahinya dan tersenyum tipis melihat Rachel yang pura-pura galak di kepadanya. "Kenapa diam?" bentak Rachel seraya memegang pinggangnya. Sesaat, mata bundar yang tampak marah itu seketika redup melihat Satria berdiri mendekati dirinya. Matanya tak berhenti berkedip, langkah kakinya perlahan berjalan mundur mengikuti langkah kaki Satria yang terus saja maju ke arahnya. "Ba-pak mau ngapain?" tanya Rachel gugup. Jantungny
"Pak Satria, maafkan saya, ya, Pak. Tak seharusnya saya menyuruh Anda!" tutur Rachel yang menghampiri Satria. "Makasih banyak, ya, Pak. Anda sudah banyak membantu saya," lirih Rachel. Tanpa sepengetahuan Rachel, Satria mendengar semua ucapan penyesalan yang di tujukan padanya. Sesaat, ia menyipitkan mata seraya melihat Rachel yang mulai pergi menuju kamar mandi. Senyum mahalnya kembali tertoreh mendengar penyesalan yang terucap dari mulut Rachel. Dengan rambut yang masih basah, Rachel memandangi tubuhnya yang terbalut kimono pink pemberian Satria. Senyum manisnya merekah melihat dirinya yang terlihat bersinar menggunakan kimono tersebut. "Ya Tuhan, ternyata aku sangat cantik memakai kimono ini," pujinya seorang diri seraya memegang pipinya yang agak tembem. Sesaat, senyum manisnya mulai meredup. Bibirnya yang mungil seketika cemberut saat teringat wajah Satria yang melintas di pikirannya. "Tapi, dibalik sifatnya yang jutek, dia sudah sangat perh