Daru tak mengerti setan apa yang sedang merasuki dirinya saat itu. Ia sering melewatkan waktunya bersama wanita-wanita cantik, bukan kali ini saja. Tapi sikap Ella dengannya sejak menit pertama mereka bertemu, membuat Daru seolah kehilangan akal.
Daru merasakan kalau tangan Ella sudah mengacak rambut belakangnya. Wanita itu seperti tak pernah merasakan yang namanya berciuman. Nafasnya sudah terengah dan desahan berkali-kali keluar dari mulut mungil Ella.
Naluri Daru sebagai laki-laki tak bisa disalahkan. Jemarinya mulai membuka kancing kemeja yang dikenakan Ella. Jemarinya menyusup mencari suatu benda yang membuatnya penasaran tadi.
Beberapa saat mencoba menelisik bra yang dipakai Ella, Daru semakin menegang saat jemarinya menyentuh puting wanita itu. Ia mengusap benda itu dengan kasar dan memilinnya.
"Hmmmphh.." Ella mendesah dan tangannya meraba-raba tubuh Daru seolah sedang mencari sesuatu.
Daru hampir meneriaki Ella saat tangan mungil Ella hanya berhenti di pangkal pahanya. Daru merasa semakin gila dan sesaat lupa bahwa mereka sedang berada di kantornya.
Dengan jemarinya yang masih memilin dan merasakan puncak dada Ella, Daru menyadari kalau dada wanita itu sangat luar biasa. Ia tak sanggup jika harus membayangkan bagaimana bentuk dan warna lingkaran mungil yang sekarang berada di jepitan dua jarinya.
Sedikit tergesa, tanpa melepaskan ciumannya, Daru melepaskan dua kancing kemeja Ella dan dengan sekali tarikan sebagian bra wanita itu.
Daru menunggu wanita itu menamparnya, tapi sedetik kemudian ia menyadari bahwa Ella tengah merintih lirih seperti sedang menanti ciumannya di puncak dada itu.
Ella pasti tak memiliki pacar pikirnya, wanita itu begitu haus akan sentuhan. Tak perlu berlama-lama, Daru langsung melepaskan ciuman mereka dan mengangkat kepalanya memandang payudara indah milik Ella.
Daru mulai menyesap keras puting merah jambu yang masih berupa titik kecil manis yang menggoda. Ella semakin merintih dan menegang. Daru semakin berani dan kembali meraih kancing kemeja Ella untuk melepaskannya. Ia harus melihat benda itu utuh.
Namun saat lidahnya tengah menyapu puncak dada Ella, suara alunan lagu yang berasal dari sebuah ponsel tiba-tiba memenuhi ruangan. Itu bukan suara ponsel miliknya.
Bersamaan dengan itu, Ella berhenti mendesah dan membuka matanya. Wanita itu mendorong tubuh Daru dan meraba-raba tasnya yang jatuh ke lantai.
"Suara ringtone khusus?" tanya Daru yang menyadari Ella seperti disetrum saat mendengar alunan lagu itu.
"Oh Shit..." gumam Ella. Nama LOVE dan foto Ella bersama seorang pria memenuhi layar.
"Aku gak mungkin jawab sekarang," ucap Ella seperti pada dirinya sendiri. "Oh Shit..." Ella kembali memaki saat meyadari ia sudah nyaris setengah telanjang. Dan sejak tadi satu payudaranya berada di luar bra.
Ella menunduk dan melihat bercak merah bekas gigitan Daru barusan.
Daru yang tadi sempat didorongnya menjauh kini duduk di sofa dan menatap sinis pada Ella.
"Seorang guru yang gampang sekali memaki," tukas Daru.
"Saya harap anda bisa membedakan tempat. Saya tetap sebagai guru di sekolah," tukas Ella mulai mengancingi kemejanya.
"Love?" sindir Daru pada Ella.
"Oke, aku akan mulai menggunakan bahasa aku dan kamu. Yang terjadi hari ini, terutama yang barusan tadi memang gila. Sangat gila. Kalau aku gak suka, mungkin aku akan nendang kamu di menit pertama. Tapi aku gak mau kamu salah menanggapi. Aku udah punya pacar. Dan mungkin sebentar lagi si Love--pacarku itu, bakal ngelamar aku," terang Ella. Pakaiannya kini telah rapi kembali.
"Punya pacar dan begitu mudah bercumbu dengan laki-laki lain..." Daru mendecih. Ia merasa diremehkan oleh wanita itu.
Biasanya prialah yang bersikap seperti Ella. Sudah memiliki pasangan, tapi bisa bercumbu panas dengan orang lain."Jangan memikirkan hal yang bukan-bukan," desis Ella membuka ikatan rambutnya yang berantakan.
Perempuan munafik, batin Daru. Jangan memikirkan yang bukan-bukan katanya. Apa wanita di hadapannya ini sudah lupa kalau sesaat yang lalu mereka telah melakukan yang bukan-bukan.
"Kau pernah berhubungan seks?" tanya Daru tiba-tiba.
"Tak ada hubungan pertanyaan itu dengan hal yang baru aja terjadi." Dan kini Ella telah selesai merapikan dirinya. Ia harus segera pergi dari tempat itu. Berlama-lama bersama ayah muridnya itu akan membuatnya semakin kehilangan akal.
"Aku pulang sekarang, kamu nggak perlu nganterin aku." Ella bangkit dari sofa dan menenteng tasnya.
Saat Ella melintas di depannya, dengan cepat Daru menangkap tangan wanita itu. Bokong Ella terhempas ke pangkuannya seketika.
"Aku bilang aku mau pulang. Pacarku pasti cemas karena aku tak pernah tak menjawab telfonnya," ujar Ella. Ia menantang Daru melalui tatapannya. Wajah mereka hanya bertaut tak lebih dari lima senti. Dan Ella bisa merasakan nafas Daru menerpa wajahnya.
"Kamu baru aja mendesah karena ciumanku, tapi sekarang sibuk bercerita soal pacarmu. Kamu yakin kalau pacarmu itu mencukupi semua kebutuhanmu Miss?" Bibir Daru sebagian telah menempel pada bibir Ella.
Menyadari bahwa ia telah membuang-buang waktunya, Ella melompat turun dari pangkuan Daru yang membuat jantungnya semakin gelisah.
"Aku pulang!" teriak Ella. "Soal tadi, aku mohon lupain aja. Aku cuma khilaf. Dan tolong agar kamu bisa menilai ku secara objektif." Ella menurunkan roknya yang sempat naik dan melangkah ke luar.
"Berhenti! Aku anter!" teriak Daru.
"Gak usah!" balas Ella.
Daru semakin kesal dan bangkit sedikit berlari mengejar langkah Ella yang mulai mencapai pintu.
"Aku anter!" sergah Daru merampas tas Ella dan menggandeng tangan wanita itu.
Saat Daru memutar kenop pintu dengan satu tangan, seorang wanita tengah berdiri di depan pintu memegang beberapa map dan menatap bingung pada Daru dan Ella yang sedang bertingkah bak sepasang kekasih yang sedang bertengkar.
"Pak..." gumam Tyas masih menatap tangan Daru yang menggenggam tangan seorang wanita dengan sebuah tas wanita di tangan lainnya.
"Berkas yang saya minta tadi ya? Kamu taruh di atas meja aja Yas..." pinta Daru memandang wajah bingung Tyas.
"Ini..." Tyas menatap Ella yang cemberut dan sedang memalingkan wajahnya. Tyas tahu betapa Daru sangat mencintai almarhumah Nadya. Isteri atasannya itu adalah sahabatnya di kampus.
Tyas sudah mulai menerima selama bertahun-tahun atasannya itu menolak berkencan sesungguhnya karena rasa cintanya pada wanita yang telah meninggal.
Namun pemandangan hari itu berbeda. Wajah Daru yang biasa selalu datar kini terlihat semakin menyeramkan. Tapi hal itu juga sangat kontras dengan sebuah tas lucu di tangannya.
"Ini siapa? Saya gak dikenalin?" tanya Tyas penasaran. Ia bahagia melihat Daru bisa kembali menggenggam tangan seorang wanita di kantornya yang sakral itu.
"Siapa?" tanya Daru.
"Ya ampun, yang digandeng sekarang ini siapa?" ulang Tyas.
"Aku juga nggak tau ini siapa. Gak usah dipikirkan. Ini cuma perempuan muda labil yang merepotkan!" sergah Daru. Ia terus berjalan menyeret Ella menuju lift.
Ella telah menikmati cumbuan mereka, batin Daru. Tapi sekarang wanita itu memintanya untuk segera melupakan hal itu.
Seorang pacar? LOVE? Daru mendengus kesal.
Kelelakiannya semakin tertantang untuk membuktikan diri pada Ella.
To Be Continued.....
By @juskelapa_
“Maaf Pak Daru, rumah aku bukan disini. Rumah aku disana.” Ella menunjuk ke ujung jalan di depannya. Dari diam tak bergeming, sepanjang perjalanan pikiran Daru berpikir keras. Ya... berpikir apa yang salah dengan dirinya. Bisa-bisanya dia bermesraan dengan wanita labil di sampingnya itu. Wanita yang notabene adalah guru anaknya sendiri. Ditatapnya Ella dari atas ke bawah, sumpah demi apapun Ella ini cantik. Tapi, bukan tipenya sama sekali. Mulutnya tidak berhenti berbicara mengenai kekasihnya, membuat Daru hampir menabrakkan mobilnya ke tiang terdekat saking kesalnya. Ella cantik dan menarik tapi, bukan tipenya. Satu-satunya yang membuat Daru ingin bersama lebih lama dengan Ella adalah payudaranya yang menakjubkan. Payudara yang di atas ukuran rata-rata yang dengan cerdasnya Ella sembunyikan di balik kemeja longgar yan
"Apa?""Sejak kapan kamu pake parfum laki-laki Sayang?" tanya Andi lagi."Parfum laki-laki?" Ella mengendusi bau di kemejanya.Astaga ... dasar duda genit, sok arogan, sok iyes, kenapa ini bau dia semua batin Ella."Ini parfum terbaru aku, Sayang ... aku beli minggu lalu ada yang nawarin di kantor, emang ini bau parfum laki-laki ya?" Ella balik bertanya untuk menutupi kebohongannya."Sepertinya, udah lah lupain ... ganti baju dulu sana, aku tunggu di ruang tamu ya," ujar Andi tanpa curiga.Ella berlari kecil masuk ke dalam kamarnya, bersandar di balik pintu memejamkan mata, mengingat-ingat kembali kejadian hari ini, sungguh dramatis.Dengan mudahnya dia jatuh ke pelukan lelaki itu, pesona Daru memang luar biasa. Sentuhannya tadi pun membuat Ella tak lagi menapakkan kakinya di bumi.Lumatan lelaki itu membawanya pergi jauh ke angkasa, apalagi rematan pada payudaranya bahkan meninggalkan noda merah di sana.Ella menangkup
"Ternyata kamu yang datang ... bukan aku yang menghampiri." Suara bisikan Daru dan nafas hangat yang sengaja dihembuskan pria itu di tengkuk Ella membuat pori-porinya meremang seketika. Pandangan Ella mengiringi Bayu yang menghilang di balik pintu kamarnya. "Laper?" tanya Daru mengendurkan ikatan dasi di lehernya. Dengan seenaknya Daru meletakkan tangannya di bahu Ella dan menyeret wanita itu masuk ke ruang makan. "Ayo," ajak Daru menarik sebuah kursi dan mendudukkan Ella di sana dengan sedikit paksaan. "Aku masih kenyang," ucap Ella. "Please..." desis Daru membuka piring yang menelungkup di atas meja dan mendekatkannya pada Ella. "Kamu harus makan. Setidaknya biarkan aku berterimakasih karena kamu udah nganterin Bayu." Daru mengangkat alisnya dan memiringkan kepala. "Oke--oke" Ella menghela nafas dan menarik mangkuk nasi yang berada di dekatnya. Dia sendok porsi kecil rasanya sudah cukup untuk memuaskan permintaan orang tua mu
Daru terus menerus mendaratkan kecupannya di leher jenjang Ella, sedangkan tangannya dengan cekatan menyusup ke dalam kemeja Ella, mencari sesuatu yang membuatnya tidak bisa tidur kemarin malam. Sesuatu yang kenyal dan sangat pas di genggaman tangannya.Ella langsung mendesah saat merasakan tangan Daru sudah mencubit puting payudaranya, desahan Ella makin keras saat merasakan cengkraman tangan Daru yang makin kasar. Namun, memabukkan."Say my name Miss Ella, (Panggil nama saya, Miss Ella)" bisik Daru di telinga Ella sambil menggigit cuping Ella.Ella benar-benar kebingungan, seumur hidupnya baru sekarang dia merasakan kenikmatan sebesar ini, lutut Ella sama sekali tidak mampu lagi menopang tubuhnya. Tubuh Ella merosot, dengan sigap Daru menangkap bokong Ella dan meremasnya pelan. Sontak Ella menjerit."Aa....""Say my name Miss Ella (panggil nama saya Miss Ella)." Daru lagi-lagi meminta Ella untuk memanggil namanya, saat ini Daru memintanya dengan
Ella berjalan keluar dari gerbang rumah besar itu, sembari menempelkan gawainya untuk menelpon taksi. Di hati Ella terbesit pertanyaan mengapa Daru tidak berlari mengejarnya, lalu meminta maaf atas perkataannya.Sakit sekali hati Ella ketika Daru mengatakan PELACUR pada dirinya, serendah itu kah dia. Padahal yang terjadi adalah Daru yang berusaha meruntuhkan pertahanannya. Jelas sekali bukan Ella yang meminta ia untuk mencumbui tubuhnya.Ella menghapus air matanya, taksi yang ia pesan pun akhirnya datang. Menangis sejadi-jadinya di dalam taksi, merutuki dirinya serendah itu kah dia.Taksi membawanya menuju apartemen Andi, kekasihnya itu masih bekerja. Keluar masuk unit apartemen Andi itu sudah biasa dia lakukan. Memasuki apartemen tipe studio itu, Ella berjalan menuju dapur ia tuangkan secangkir susu coklat dari lemari es untuk menyejukkan hatinya yang sedang pilu.Menuju lemari Andi, diambilnya satu
"Sepertinya kita harus menegaskan satu hal sebelum kita berangkat ke cerita yang lain," sergah Ella menatap mata Daru penuh arti."Aku gak suka kalo kamu--""Kamu gak berhak!" seru Ella memotong perkataan Daru. "Kita bukan siapa-siapa dan baru bertemu beberapa jam," sela Ella.Nafas Ella terengah-engah karena emosinya. Emosi pada pria arogan yang suka memaksakan kehendak di hadapannya itu. Dan celakanya, Ella merasa bodoh karena memaklumi semua sikap laki-laki itu padanya."Aku menyukaimu Ella," ucap Daru."Beberapa hari aja gak akan cukup untuk menyadari perasaan kita ke orang lain. Kamu harus bisa bedakan itu," balas Ella."Aku bisa, kenapa nggak?""Aku nggak bisa. Aku punya Andi. 'LOVE'. Yang kamu olok-olok itu. Andi nggak salah sampai dia harus kamu olok-olok terus. Aku pacarnya. Dan kamu mendekati pasangan orang lain, Pak Daru.""Dan kamu bisa nampar aku kalau kamu rasa aku terlalu lancang nyium kamu waktu itu. Tapi kamu m
"Miss Ella," panggil seseorang dari arah pintu ruang kerja Ella. Dengan cepat Ella membalikkan tubuhnya dan menatap sosok Kepala Sekolah SD tersebut. Lelaki itu tampak menjulang dan tinggi khas lelaki Eropa. "Ah, Mister Edgar. Ada apa?" tanya Ella sambil menyelipkan kartu manis dari Daru. Ella sama sekali tidak ingin timbul skandal di Sekolahnya. "Miss, saya harap anda mengisi jadwal kosong di kelas yang di pojok," ucap Mister Edgar. Ella dengan cepat berjalan kearah Mister Edgar dan melirik ke arah kelas yang dimaksud. Kelas Bayu, batin Ella. "Kenapa, Pak?" "Homeroom Teachernya tidak bisa masuk, katanya sakit. Biasa flu, kamu tahu kan betapa ribetnya parents, bila berhubungan dengan guru yang sakit flu?" tanya Mister Edgar sambil menggaruk dahinya. Ella hanya bisa tersenyum maklum, sekolah Internasional pasti memiliki paren
Jam pelajaran sekolah sudah selesai tepat pukul 2 lebih. Sebagian anak-anak berdiri di depan ruangan Ella mengantri menunggu giliran untuk mendapatkan coklat dan balon, yang dikirimkan duda gila itu pagi tadi.Selesai sudah Ella membagikan semuanya, Bayu yang sedari tadi menunggu Ella akhirnya mendekat."Miss Ella, sudah selesai kan?" Tanya Bayu."Bayu belum pulang?" Ella bertanya balik."Belum, Papa bilang biar sekalian nunggu Miss Ella aja.""Papa? Maksud Bayu, Pak Daru menunggu Miss?""Iya Papa bilang, ada beberapa hal yang akan Papa selesai sama Miss, kata Papa menyangkut aku di sekolah.""Hah?""Ayo Miss, jam 5 Bayu ada private di rumah." Bayu menarik tangan Ella untuk mengikutinya.Daru sudah menunggu di dalam mobil, dia tersenyum saat Ella masuk dengan wajah yang cemberut. Sedangkan Bayu duduk di kursi penumpang di tengah.Selama perjalanan menuju rumah Daru, Ella han
Sewaktu kecil Ella tak pernah merasakan bagaimana memiliki seorang ayah. Dia anak yang tumbuh besar dari ibu tunggal yang membesarkannya dengan menyingkir dari kecaman keluarga dan omongan orang terdekat. Sudah tak heran lagi kalau kebanyakan manusia selalu menganggap dirinya yang paling benar dan sempurna. Sehingga merasa lebih mudah untuk menghakimi kehidupan orang lain. Satu perasaan yang selalu Ella syukuri adalah bahwa ia dibesarkan oleh seorang wanita tangguh yang mengorbankan masa muda dan mampu mengalahkan egonya untuk tidak menikah lagi. Dulu Ella tak mengerti. Ia menganggap kalau apa yang dilakukan ibunya memang suatu keharusan. Membesarkannya, merawatnya, memberinya jajan yang cukup, pakaian bagus dan pendidikan mahal. Ella tak pernah bertanya uangnya dari mana. Dan ia tak pernah menyangka kalau sebagian besar apa yang diperolehnya berasal dari seorang pria yang ternyata diam-diam masih bertanggungjawab
Hidup itu selalu tentang pilihan. Tentang baik dan yang buruk, tentang kesulitan dan kemudahan, tentang berjuang atau memasrahkan, juga tentang menjadi baik atau tidak. Semuanya tentang pilihan. Tentu saja semua orang ingin hidupnya berjalan dengan baik. Namun, seringnya yang terjadi malah jauh melenceng dengan yang direncanakan. Begitu pula Andi yang sejak dulu merencanakan memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia bersama Ella. Gadis yang menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun, namun hubungan itu kandas karena perselingkuhan yang dilakukan oleh wanita itu. Andi tetaplah manusia biasa. Laki-laki yang jauh dari kata sempurna. Ia marah, murka, membalas, puas, kemudian melampiaskan semuanya dalam satu waktu. Andi yang menjaga dirinya menjadi sosok lelaki berengsek, malah berubah menjadi sosok itu. Bagi Ella, Andi pernah menjadi lelaki berengsek. Bagi Andi, Ella juga pernah menjadi wanita berengsek yang mengkhian
"Oke ... mengejan sekali lagi ya Ibu Ella, sedikit lagi kepalanya sudah kelihatan ya ... siap ya, hitungan ketiga," ujar Dokter Sarah yang membantu persalinan Ella. "Satu ... dua ... tiga ... sekarang Bu Ella," titah sang Dokter. Ella mengejan sekuat tenaga, semampu yang dia bisa. Genggaman tangan Ella semakin erat menggenggam tangan Daru, Daru meringis menahan sakit kala genggaman itu mencengkeram semakin kuat seakan akan mematahkan jari jemari Daru. "Iya ... terus Ibu, bagus ...." Suara tangis bayi memenuhi ruangan persalinan, bayi mungil yang masih ditempeli sisa-sisa plasenta itu menangis begitu keras. "Sempurna, ya ... semua lengkap, perempuan, cantik, berat badan dan tinggi semuanya baik," ucap dokter Sarah. "Selamat Bapak Daru dan Ibu Ella," ujar Dokter Sarah. Ella meneteskan air matanya, saat bayi mungil mereka berada di atas dadanya, mencari-cari puting susu sang Ibu. "Cantik," ujar Daru menatap bayi mereka. "Benar
Daru membuka pintu kamarnya perlahan, dia membawakan susu hangat sesuai permintaan Ella tadi. Istrinya itu sedang duduk bersandar pada headboard, menggulir layar ponselnya. Ya, belakangan ini Ella memang lebih tertarik dengan ponselnya di banding yang lain. Berlama-lama melihat online shop lebih menarik dan menjadi salah satu hobi terbaru Ella. "Susunya di minum dulu, Miss Ella," ujar Daru yang sengaja memanggil Ella dengan sebutan Miss seperti dulu saat mereka pertama kali bertemu. "Terimakasih, Pak Daru." Ella pun tersenyum, menyesap susu yang diberikan oleh Daru. Dari duduk di sebelah istrinya, sambil mengusap-usap perut yang semakin membesar itu. "Kamu pasti belanja baju bayi lagi, ya?" tanya Daru yang melihat Ella sedang memilah-milah jumper untuk bayi mereka. "Lucu-lucu, Mas ... nggak mungkin aku lewatkan." "Iya, tapi kan sayang kalo ke pakenya cuma sebentar, itu yang kemarin kamu belanja sama ibu aja belum ka
Lalu lintas sore itu cukup padat, Arya melirik jamnya berkali-kali khawatir ia terlambat untuk makan di restoran. Tempat yang diminta Arya datangi oleh Papahnya. Sambil menatap lampu merah yang lama, Arya teringat dengan pembicaraan dengan Papanya tiga hari yang lalu. Saat di mana Papanya tiba-tiba memanggilnya dan memberikan satu pertanyaan yang tidak pernah Arya duga sebelumnya. “Arya, bolehkan Papa menikah lagi?” Arya mengenang pertanyaan Ayahnya, pertanyaan yang paling simple, paling to the point dan pertanyaan yang paling tidak di duga oleh dirinya. Mengingat selama dua tahun Papanya menjadi seorang duda, sibuk dengan dunia politik. Papanya tidak pernah membicarakan tentang pendamping hidup semenjak kepergian Ibunya. Arya tahu bahwa orang tuanya dinikahkan melalui jalan perjodohan tapi, selama mereka hidup sebagai pasangan suami istri, mereka adalah rekan, partner, rekan dan sahabat baik. Ibu Arya memang selalu tidak sehat, kesehatannya memang ti
Dulu, Diana sangat terkesima dengan sosok Syarif Chalid muda yang begitu gagah dan penuh kharisma. Seorang angkatan bersenjata dengan karir yang cemerlang. Usia mereka bertaut cukup jauh, dan Diana muda yang naif begitu singkat dalam berfikir. “Ella memang lagi di rumah?” tanya Chalid di dalam mobil, menoleh ke arah Diana yang pandangannya mengarah ke luar kaca jendela mobil. “Iya, Ella nunggu hari kelahirannya. Belakangan dia sering nginep di rumah bawa Bayu. Aku juga minta dia di rumah sementara ini. Khawatir ... Daru kerja kadang pulangnya larut malam,” sahut Diana, menoleh sekilas ke arah Chalid kemudian mengembalikan tatapannya ke depan. “Jadi, Bayu juga lagi di rumah?” tanya Chalid lagi. “Iya, Mas. Tadi malah katanya mau ikut kalau dia belum makan. Tapi, kayaknya dia keburu makan sop,” ujar Diana tertawa. Ia menoleh ke arah Chalid dan bertemu pandang sesaat. Tawanya langsung lenyap berg
Diana sudah berdiri di depan kaca selama setengah jam. Wanita 45 tahun itu sudah tiga kali berganti pakaian. Pertama tadi dia hanya mengenakan celana panjang dan kemeja santai. Beberapa langkah keluar pintu kamar, ia kembali ke dalam dan kembali mematut diri.Sekarang Diana telah mengenakan terusan berwarna kuning muda yang menutup hingga ke betisnya. Rasa-rasanya ia sudah sangat lama tidak mengenakan jenis pakaian seperti itu.Alasannya bukan karena tidak suka, tapi lebih ke tidak adanya kesempatan atau tempat yang cocok untuk ia bisa mengenakannya. Tak ada pergaulan yang sangat penting yang terjadi dalam hidupnya setelah ia memiliki Ella.Setelah pernikahan yang amat singkat dengan Chalid, ayah kandung Ella, Diana membelanjai dirinya sendiri dengan memanfaatkan sedikit uang peninggalan orangtuanya. Diana berinvestasi kecil-kecilan di perusahaan temannya. Hasilnya memang tak banyak, tapi setidaknya ia bisa menjaga egony
"Em ... karena—" Ratih tercekat, ternyata nyalinya juga belum cukup kuat untuk mengatakan sejujurnya pada kedua orangtuanya. "Jadi gini, Om ... Tante. Saya dan Ratih, kami ...." Andi menguatkan hatinya. "Kami memohon restu dari Om dan Tante, saya ingin menikahi Ratih putri Om," ujar Andi tegas. "Maksudnya gimana ini, Ibu gak ngerti." Retno duduk di sisi suaminya. "Ratih akan berhenti bekerja, Bu ... kami minta restu dari Ayah sama Ibu, Andi ingin Ratih menjadi istrinya." "Sudah berapa lama?" tanya Ridwan menatap Andi. "Kami kenal sudah enam bulan kurang lebih, Yah." Ratih menjawab cepat. "Ayah tanya pacar kamu." Ekspresi datar dari seorang Ridwan, pensiunan polisi itu. "Enam bulan, Om ... sudah enam bulan." "Pekerjaan kamu?" "Baru selesai ambil spesialis, Om." "Dokter?" "Iya, Om." "Kamu bisa pastikan anak saya bahagia? Dengan latar belakang dia, kehidupan dia bahkan masa lalunya?"
"Oh? Hanya oh?" Ratih berjalan cepat tanpa memikirkan perutnya, troli yang berisi barang belanjaan mereka dia tinggalkan begitu saja. Andi yang serba salah menyusul Ratih hingga meja kasir, wanita hamil itu melenggang begitu saja membiarkan Andi kesusahan membawa barang belanjaan mereka. "Tih ... ya ampun Tih, jangan cepet-cepet jalannya, ingat kamu lagi hamil." Andi meringis melihat Ratih berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang. "Buka pintunya," ujar Ratih dengan ekspresi wajah kesal. "Astaga, Tih!" Andi membuka pintu mobilnya. Andi benar-benar harus menahan amarahnya menghadapi Ratih yang selalu sensitif selama masa kehamilannya. Ratih masih dengan mode diamnya, pandangannya dia alihkan keluar jendela mobil. Sementara Andi, merasa kikuk dengan tingkah Ratih yang selalu membuat serba salah. "Maaf ya," ujar Andi yang akhirnya mengalah. Ratih masih terdiam. "Kamu kan tau, hampir tiga bulan ini aku sibuk dengan pro