“Maaf Pak Daru, rumah aku bukan disini. Rumah aku disana.” Ella menunjuk ke ujung jalan di depannya.
Dari diam tak bergeming, sepanjang perjalanan pikiran Daru berpikir keras. Ya... berpikir apa yang salah dengan dirinya. Bisa-bisanya dia bermesraan dengan wanita labil di sampingnya itu. Wanita yang notabene adalah guru anaknya sendiri.
Ditatapnya Ella dari atas ke bawah, sumpah demi apapun Ella ini cantik. Tapi, bukan tipenya sama sekali. Mulutnya tidak berhenti berbicara mengenai kekasihnya, membuat Daru hampir menabrakkan mobilnya ke tiang terdekat saking kesalnya.
Ella cantik dan menarik tapi, bukan tipenya. Satu-satunya yang membuat Daru ingin bersama lebih lama dengan Ella adalah payudaranya yang menakjubkan. Payudara yang di atas ukuran rata-rata yang dengan cerdasnya Ella sembunyikan di balik kemeja longgar yang saat ini Ella gunakan.
“Pak Daru, rumah aku bukan disini. Astaga... kalau Bapak nggak mau anterin aku, mending aku pulang sendiri.” Ella berkata sambil memasukkan smartphonenya ke dalam tas miliknya dan membereskan berkas-berkas miliknya.
“Kenapa ingin cepet pulang?” tanya Daru.
Ella menghentikan pergerakkannya, dengan cepat Ella mengalihkan pandangannya dari berkas-berkas miliknya ke manik mata hitam Daru yang mampu membuat Ella berfantasi liar.
“Emang nggak boleh aku pulang?” tanya Ella bingung. Kalau nggak pulang Ella mau kemana?
“Boleh.” Daru menjawab pendek.
Ella benar-benar kesal dengan duda meresahkan di hadapannya itu. Irit ngomong dan membuat Ella selalu bertanya-tanya maksud dan tujuannya apa.
“Ya udah, bisa anterin nggak?” tanya Ella kesal.
“Buru-buru amat.”
Ella menghela napasnya dengan sangat keras, sepertinya menghela napas dengan keras mampu menghilangkan kekesalannya pada Daru. Duda sinting yang beberapa menit lalu mampu memberikan kenikmatan yang tidak pernah Ella dapatkan dari kekasihnya Andi.
Andi kekasihnya yang sudah dipacarinya selama setahun belakangan ini, benar-benar sosok pemuda humoris yang alim. Andi itu sosok lelaki idaman untuk menjadi calon suami. Pekerjaan ada, wajah ganteng, humoris, baik, dan ramah. Sebutkan semua sifat lelaki baik di dunia ini, Andi pasti memilikinya.
Tapi, Ella membutuhkan lebih. Gairah mudanya benar-benar menggedor dirinya. Iya, Ella menginginkan lebih daripada berciuman. Andi tidak pernah dan tidak mau melakukannya, selalu banyak alasan yang dilontarkan Andi saat Ella memintanya.
Alasan paling klasiknya adalah aku mau jaga kamu, aku mau perawan kamu aku ambil saat kita sudah sah. Bila Andi sudah berkata begitu Ella auto mengkerut dan menelan salivanya, menahan hasratnya sendiri yang sudah memuncak.
“Miss beneran mau pulang?” tanya Daru membuyarkan lamunan Ella.
“Iya, mau pulang. Pacar aku udah nunggu di rumah.” Ella menjawab sambil lalu.
“Oh... pacar yang nggak bisa kasih kamu kenikmatan?” tanya Daru.
Ella kaget dengan perkataan Daru, dari mana Daru tahu itu semuanya, seingatnya Ella tidak mengatakan hal tersebut. “Bapak bener-bener ngaco. Jangan suka berspekulasi.”
Daru langsung bersandar di kursinya dengan tenang. Tidak ada niatan Daru untuk menjalankan mobilnya. “Spekulasi?”
“Iya, spekulasi.”
“Ini bukan spekulasi, liat kenyataannya aja. Kalau kamu ....” Daru menggantungkan kalimatnya sambil membalas tatapan Ella yang sudah menatapnya gemas.
“Kenapa?” tanya Ella galak, makin lama bersama Daru membuat Ella kesal setengah mati.
“Kalau kamu udah tercukupi semuanya itu. Nggak mungkin, kamu bisa mendesah dan seliar tadi.” Daru berkata sambil mengusap bibirnya dengan telunjuknya.
Ella menelan ludahnya dengan susah payah saat melihat jari telunjuk Daru yang mengusap bibirnya. Hasrat Ella langsung meledak saat menyadari beberapa waktu yang lalu jari dan bibir itu yang sudah memberikan kenikmatan hingga membuat Ella melentingkan tubuhnya.
“Ka... ehem.” Ella berusaha membersihkan tenggorokkannya yang tiba-tiba tercekat. “Kamu nggak bisa ngomong kaya gitu. Tadi itu, tadi itu....”
Ella mencoba mencari kata yang tepat untuk menggambarkan apa yang baru saya terjadi. Otaknya berjuang keras untuk mencari kata atau kalimat yang pas.
“Apa?” tanya Daru penasaran. Daru sendiri bingung apa yang sebenarnya mereka lakukan tadi.
“Sebuah kesalahan.” Akhirnya Ella menemukan kata yang pas untuk apa yang terjadi tadi.
Tawa Daru seketika itu juga pecah saat mendengar perkataan Ella. “Kesalahan kamu bilang?”
“Iya, kesalahan.” Ella menjawab sambil menatap Daru. “Bapak tau sendiri, kalau aku punya kekasih. Dia lelaki yang baik.”
“Lelaki yang baik?”
“Iya.” Ella menjawab sambil menggeser posisi tubuhnya. Badannya yang munggil membuat dirinya bisa saling berhadapan dengan Daru.
Daru membuka sabuk pengamannya dan mendekati wajah Ella. Bibirnya detik ini sudah berjarak hanya beberapa senti dari bibir Ella, “Saking baiknya, sampai-sampai tidak bisa memuaskan pacarnya sendiri?”
“Bapak tidak punya hak menghina pacar saya,” ucap Ella.
“Jadi, tebakkan saya benar ‘kan?” tanya Daru sambil mengusap bagian bawah bibir Ella. “Jawab Ella.”
Ella merasakan usapan di pahanya, membuat napas Ella tercekat. “Iya.”
“Jadi, apa yang kita buat tadi masih suatu kesalahan?” tanya Daru yang entah kenapa malah semakin penasaran dengan wanita dihadapannya yang sangat-sangat labil.
“Iya, itu kesalahan.” Ella menjawab sambil mendekatkan bibirnya dengan bibir Daru.
“Kesalahan?” tanya Daru lagi.
“Iya, itu kesalahan.”
“Kita buat itu jadi kesalahan indah, Miss Ella.” Setelah menyelesaikan kalimatnya Daru langsung melumat bibir Ella yang sudah menggodanya dari tadi.
•••
“Sayang, itu mobil siapa?” tanya Andi saat melihat Ella yang baru masuk ke dalam rumah.
“Ah... mobil?” tanya Ella linglung.
“Iya, mobil siapa itu?” Andi mengulangi pertanyaannya.
“Oh, itu mobil orang.” Ella menjawab asal.
“Iya pasti mobil orang, ya kali kamu naik mobil setann, Yang,” kekeh Andi sambil memeluk Ella.
Ella hanya bisa tersenyum kecil saat Andi memeluknya. “Itu, mobil orang tua murid. Dia tadi maksa buat anterin aku pulang. Gara-gara anaknya bikin kepala aku pusing hari ini.”
“Ah... i see. Terus, kenapa telepon aku nggak diangkat?” tanya Andi sambil melepaskan pelukkannya dan menarik Ella untuk duduk disampingnya.
Ella langsung berpikir keras, jawaban apa yang pas untuk pertanyaan dari Andi. Ella tipe kekasih yang siaga, dimana selalu mengangkat telepon dari Andi. Tadi, ada kali pertama Ella tidak mengangkat teleponnya sama sekali.
“Itu....” Tidak mungkin Ella berkata kalau tadi, Ella sedang sibuk bertukar saliva dengan seorang duda bernama Handaru.
“Kenapa?” tanya Andi curiga.
“Itu, aku lagi rapat. Rapatnya sama pemilik sekolah dan kepala sekolahnya juga, jadi aku nggak bisa pegang handphone aku,” dusta Ella.
“Ah, ya udah nggak papa,” ucap Andi sambil mengacak pucuk rambut Ella.
“Kamu udah minum?” tanya Ella sambil berdiri.
“Belom, Ibu kamu sibuk di belakang kayanya,” ucap Andi sambil menatap kebagian dalam rumah Ella.
“Ya udah, aku bikinin minuman dulu, yah. Tunggu bentar.” Ella langsung beranjak dari duduknya dan berjalan ke arah dapur.
Di dapur Ella langsung mengambil cangkir dan membuat minuman kesukaan Andi. Saat sedang asik membuat minuman Andi, Ella merasakan handphonennya bergetar. Dengan cepat Ella membuka kunci handphonennya dan mendapati chat dari Daru.
-Miss Ella, mau mencoba bikin kesalahan lainnya?
Ella hanya bisa mengerjapkan matanya saat membaca chat dari Daru. Lelaki bernama Daru ini benar-benar membuat Ella tidak bisa berkata apa-apa. Sombongnya bukan main tapi, kesombongannya itu yang membuat Ella penasaran. Penasaran untuk tahu lebih lanjut tentang siapa sebenarnya seorang Handaru Prasetya Wijaya.
“Sayang,” panggil Andi.
“Apa?” pekik Ella kaget.
“Kamu kenapa sih, kaya yang punya rahasia gitu?” tanya Andi bingung.
Ella hanya tersenyum kecil mendengar perkataan Andi. “Nggak, kaget aja. Ini kopi kamu udah jadi.”
Dengan cepat Andi mengambil cangkir dari tangan Ella. “Makasih, Yang.”
“Sama-sama,” jawab Ella.
“Yang, boleh tanya sesuatu?” tanya Andi setelah meminum kopinya.
“Apa?”
“Sejak kapan kamu pake parfume laki-laki?”
•••
Xoxo Gallon yang Hobi Kelon
storyby_Gallon
"Apa?""Sejak kapan kamu pake parfum laki-laki Sayang?" tanya Andi lagi."Parfum laki-laki?" Ella mengendusi bau di kemejanya.Astaga ... dasar duda genit, sok arogan, sok iyes, kenapa ini bau dia semua batin Ella."Ini parfum terbaru aku, Sayang ... aku beli minggu lalu ada yang nawarin di kantor, emang ini bau parfum laki-laki ya?" Ella balik bertanya untuk menutupi kebohongannya."Sepertinya, udah lah lupain ... ganti baju dulu sana, aku tunggu di ruang tamu ya," ujar Andi tanpa curiga.Ella berlari kecil masuk ke dalam kamarnya, bersandar di balik pintu memejamkan mata, mengingat-ingat kembali kejadian hari ini, sungguh dramatis.Dengan mudahnya dia jatuh ke pelukan lelaki itu, pesona Daru memang luar biasa. Sentuhannya tadi pun membuat Ella tak lagi menapakkan kakinya di bumi.Lumatan lelaki itu membawanya pergi jauh ke angkasa, apalagi rematan pada payudaranya bahkan meninggalkan noda merah di sana.Ella menangkup
"Ternyata kamu yang datang ... bukan aku yang menghampiri." Suara bisikan Daru dan nafas hangat yang sengaja dihembuskan pria itu di tengkuk Ella membuat pori-porinya meremang seketika. Pandangan Ella mengiringi Bayu yang menghilang di balik pintu kamarnya. "Laper?" tanya Daru mengendurkan ikatan dasi di lehernya. Dengan seenaknya Daru meletakkan tangannya di bahu Ella dan menyeret wanita itu masuk ke ruang makan. "Ayo," ajak Daru menarik sebuah kursi dan mendudukkan Ella di sana dengan sedikit paksaan. "Aku masih kenyang," ucap Ella. "Please..." desis Daru membuka piring yang menelungkup di atas meja dan mendekatkannya pada Ella. "Kamu harus makan. Setidaknya biarkan aku berterimakasih karena kamu udah nganterin Bayu." Daru mengangkat alisnya dan memiringkan kepala. "Oke--oke" Ella menghela nafas dan menarik mangkuk nasi yang berada di dekatnya. Dia sendok porsi kecil rasanya sudah cukup untuk memuaskan permintaan orang tua mu
Daru terus menerus mendaratkan kecupannya di leher jenjang Ella, sedangkan tangannya dengan cekatan menyusup ke dalam kemeja Ella, mencari sesuatu yang membuatnya tidak bisa tidur kemarin malam. Sesuatu yang kenyal dan sangat pas di genggaman tangannya.Ella langsung mendesah saat merasakan tangan Daru sudah mencubit puting payudaranya, desahan Ella makin keras saat merasakan cengkraman tangan Daru yang makin kasar. Namun, memabukkan."Say my name Miss Ella, (Panggil nama saya, Miss Ella)" bisik Daru di telinga Ella sambil menggigit cuping Ella.Ella benar-benar kebingungan, seumur hidupnya baru sekarang dia merasakan kenikmatan sebesar ini, lutut Ella sama sekali tidak mampu lagi menopang tubuhnya. Tubuh Ella merosot, dengan sigap Daru menangkap bokong Ella dan meremasnya pelan. Sontak Ella menjerit."Aa....""Say my name Miss Ella (panggil nama saya Miss Ella)." Daru lagi-lagi meminta Ella untuk memanggil namanya, saat ini Daru memintanya dengan
Ella berjalan keluar dari gerbang rumah besar itu, sembari menempelkan gawainya untuk menelpon taksi. Di hati Ella terbesit pertanyaan mengapa Daru tidak berlari mengejarnya, lalu meminta maaf atas perkataannya.Sakit sekali hati Ella ketika Daru mengatakan PELACUR pada dirinya, serendah itu kah dia. Padahal yang terjadi adalah Daru yang berusaha meruntuhkan pertahanannya. Jelas sekali bukan Ella yang meminta ia untuk mencumbui tubuhnya.Ella menghapus air matanya, taksi yang ia pesan pun akhirnya datang. Menangis sejadi-jadinya di dalam taksi, merutuki dirinya serendah itu kah dia.Taksi membawanya menuju apartemen Andi, kekasihnya itu masih bekerja. Keluar masuk unit apartemen Andi itu sudah biasa dia lakukan. Memasuki apartemen tipe studio itu, Ella berjalan menuju dapur ia tuangkan secangkir susu coklat dari lemari es untuk menyejukkan hatinya yang sedang pilu.Menuju lemari Andi, diambilnya satu
"Sepertinya kita harus menegaskan satu hal sebelum kita berangkat ke cerita yang lain," sergah Ella menatap mata Daru penuh arti."Aku gak suka kalo kamu--""Kamu gak berhak!" seru Ella memotong perkataan Daru. "Kita bukan siapa-siapa dan baru bertemu beberapa jam," sela Ella.Nafas Ella terengah-engah karena emosinya. Emosi pada pria arogan yang suka memaksakan kehendak di hadapannya itu. Dan celakanya, Ella merasa bodoh karena memaklumi semua sikap laki-laki itu padanya."Aku menyukaimu Ella," ucap Daru."Beberapa hari aja gak akan cukup untuk menyadari perasaan kita ke orang lain. Kamu harus bisa bedakan itu," balas Ella."Aku bisa, kenapa nggak?""Aku nggak bisa. Aku punya Andi. 'LOVE'. Yang kamu olok-olok itu. Andi nggak salah sampai dia harus kamu olok-olok terus. Aku pacarnya. Dan kamu mendekati pasangan orang lain, Pak Daru.""Dan kamu bisa nampar aku kalau kamu rasa aku terlalu lancang nyium kamu waktu itu. Tapi kamu m
"Miss Ella," panggil seseorang dari arah pintu ruang kerja Ella. Dengan cepat Ella membalikkan tubuhnya dan menatap sosok Kepala Sekolah SD tersebut. Lelaki itu tampak menjulang dan tinggi khas lelaki Eropa. "Ah, Mister Edgar. Ada apa?" tanya Ella sambil menyelipkan kartu manis dari Daru. Ella sama sekali tidak ingin timbul skandal di Sekolahnya. "Miss, saya harap anda mengisi jadwal kosong di kelas yang di pojok," ucap Mister Edgar. Ella dengan cepat berjalan kearah Mister Edgar dan melirik ke arah kelas yang dimaksud. Kelas Bayu, batin Ella. "Kenapa, Pak?" "Homeroom Teachernya tidak bisa masuk, katanya sakit. Biasa flu, kamu tahu kan betapa ribetnya parents, bila berhubungan dengan guru yang sakit flu?" tanya Mister Edgar sambil menggaruk dahinya. Ella hanya bisa tersenyum maklum, sekolah Internasional pasti memiliki paren
Jam pelajaran sekolah sudah selesai tepat pukul 2 lebih. Sebagian anak-anak berdiri di depan ruangan Ella mengantri menunggu giliran untuk mendapatkan coklat dan balon, yang dikirimkan duda gila itu pagi tadi.Selesai sudah Ella membagikan semuanya, Bayu yang sedari tadi menunggu Ella akhirnya mendekat."Miss Ella, sudah selesai kan?" Tanya Bayu."Bayu belum pulang?" Ella bertanya balik."Belum, Papa bilang biar sekalian nunggu Miss Ella aja.""Papa? Maksud Bayu, Pak Daru menunggu Miss?""Iya Papa bilang, ada beberapa hal yang akan Papa selesai sama Miss, kata Papa menyangkut aku di sekolah.""Hah?""Ayo Miss, jam 5 Bayu ada private di rumah." Bayu menarik tangan Ella untuk mengikutinya.Daru sudah menunggu di dalam mobil, dia tersenyum saat Ella masuk dengan wajah yang cemberut. Sedangkan Bayu duduk di kursi penumpang di tengah.Selama perjalanan menuju rumah Daru, Ella han
"Aku antar kamu sekarang," ucap Daru menambah kecepatan mobilnya.Ella mengangguk pelan tanpa jawaban. Wajah Daru berubah menjadi sangat serius. Apa yang dikatakan ibu laki-laki itu? Ella semakin penasaran."Makasih udah dianterin, aku masuk dulu." Ella tersenyum meraih pegangan pintu mobil.Tiba-tiba Daru meraup wajah wanita itu dan membenamkan ciuman kasar. Ella sedikit terkejut tapi ikut memejamkan matanya. Ciuman itu lama. Daru membelai rambut Ella dan menyusuri lengkung tulang belakang perempuan itu dan berdiam di pinggang.Tarikan nafas mereka berganti menjadi sebuah desahan pendek. Setelah menit yang panjang, Daru melepaskan ciumannya.Laki-laki itu memandang Ella lekat-lekat. Tangannya mengangkat lembaran rambut yang berdiam di pipi wanita itu. Sorot matanya sendu tapi juga dingin. Beberapa menit berlalu sejak telepon dari ibunya dan pria itu berubah. "Ya udah, turun sana!" pinta Daru dengan nada suara yang sama sekali berbeda. Ella
Sewaktu kecil Ella tak pernah merasakan bagaimana memiliki seorang ayah. Dia anak yang tumbuh besar dari ibu tunggal yang membesarkannya dengan menyingkir dari kecaman keluarga dan omongan orang terdekat. Sudah tak heran lagi kalau kebanyakan manusia selalu menganggap dirinya yang paling benar dan sempurna. Sehingga merasa lebih mudah untuk menghakimi kehidupan orang lain. Satu perasaan yang selalu Ella syukuri adalah bahwa ia dibesarkan oleh seorang wanita tangguh yang mengorbankan masa muda dan mampu mengalahkan egonya untuk tidak menikah lagi. Dulu Ella tak mengerti. Ia menganggap kalau apa yang dilakukan ibunya memang suatu keharusan. Membesarkannya, merawatnya, memberinya jajan yang cukup, pakaian bagus dan pendidikan mahal. Ella tak pernah bertanya uangnya dari mana. Dan ia tak pernah menyangka kalau sebagian besar apa yang diperolehnya berasal dari seorang pria yang ternyata diam-diam masih bertanggungjawab
Hidup itu selalu tentang pilihan. Tentang baik dan yang buruk, tentang kesulitan dan kemudahan, tentang berjuang atau memasrahkan, juga tentang menjadi baik atau tidak. Semuanya tentang pilihan. Tentu saja semua orang ingin hidupnya berjalan dengan baik. Namun, seringnya yang terjadi malah jauh melenceng dengan yang direncanakan. Begitu pula Andi yang sejak dulu merencanakan memiliki kehidupan rumah tangga yang bahagia bersama Ella. Gadis yang menjadi kekasihnya selama bertahun-tahun, namun hubungan itu kandas karena perselingkuhan yang dilakukan oleh wanita itu. Andi tetaplah manusia biasa. Laki-laki yang jauh dari kata sempurna. Ia marah, murka, membalas, puas, kemudian melampiaskan semuanya dalam satu waktu. Andi yang menjaga dirinya menjadi sosok lelaki berengsek, malah berubah menjadi sosok itu. Bagi Ella, Andi pernah menjadi lelaki berengsek. Bagi Andi, Ella juga pernah menjadi wanita berengsek yang mengkhian
"Oke ... mengejan sekali lagi ya Ibu Ella, sedikit lagi kepalanya sudah kelihatan ya ... siap ya, hitungan ketiga," ujar Dokter Sarah yang membantu persalinan Ella. "Satu ... dua ... tiga ... sekarang Bu Ella," titah sang Dokter. Ella mengejan sekuat tenaga, semampu yang dia bisa. Genggaman tangan Ella semakin erat menggenggam tangan Daru, Daru meringis menahan sakit kala genggaman itu mencengkeram semakin kuat seakan akan mematahkan jari jemari Daru. "Iya ... terus Ibu, bagus ...." Suara tangis bayi memenuhi ruangan persalinan, bayi mungil yang masih ditempeli sisa-sisa plasenta itu menangis begitu keras. "Sempurna, ya ... semua lengkap, perempuan, cantik, berat badan dan tinggi semuanya baik," ucap dokter Sarah. "Selamat Bapak Daru dan Ibu Ella," ujar Dokter Sarah. Ella meneteskan air matanya, saat bayi mungil mereka berada di atas dadanya, mencari-cari puting susu sang Ibu. "Cantik," ujar Daru menatap bayi mereka. "Benar
Daru membuka pintu kamarnya perlahan, dia membawakan susu hangat sesuai permintaan Ella tadi. Istrinya itu sedang duduk bersandar pada headboard, menggulir layar ponselnya. Ya, belakangan ini Ella memang lebih tertarik dengan ponselnya di banding yang lain. Berlama-lama melihat online shop lebih menarik dan menjadi salah satu hobi terbaru Ella. "Susunya di minum dulu, Miss Ella," ujar Daru yang sengaja memanggil Ella dengan sebutan Miss seperti dulu saat mereka pertama kali bertemu. "Terimakasih, Pak Daru." Ella pun tersenyum, menyesap susu yang diberikan oleh Daru. Dari duduk di sebelah istrinya, sambil mengusap-usap perut yang semakin membesar itu. "Kamu pasti belanja baju bayi lagi, ya?" tanya Daru yang melihat Ella sedang memilah-milah jumper untuk bayi mereka. "Lucu-lucu, Mas ... nggak mungkin aku lewatkan." "Iya, tapi kan sayang kalo ke pakenya cuma sebentar, itu yang kemarin kamu belanja sama ibu aja belum ka
Lalu lintas sore itu cukup padat, Arya melirik jamnya berkali-kali khawatir ia terlambat untuk makan di restoran. Tempat yang diminta Arya datangi oleh Papahnya. Sambil menatap lampu merah yang lama, Arya teringat dengan pembicaraan dengan Papanya tiga hari yang lalu. Saat di mana Papanya tiba-tiba memanggilnya dan memberikan satu pertanyaan yang tidak pernah Arya duga sebelumnya. “Arya, bolehkan Papa menikah lagi?” Arya mengenang pertanyaan Ayahnya, pertanyaan yang paling simple, paling to the point dan pertanyaan yang paling tidak di duga oleh dirinya. Mengingat selama dua tahun Papanya menjadi seorang duda, sibuk dengan dunia politik. Papanya tidak pernah membicarakan tentang pendamping hidup semenjak kepergian Ibunya. Arya tahu bahwa orang tuanya dinikahkan melalui jalan perjodohan tapi, selama mereka hidup sebagai pasangan suami istri, mereka adalah rekan, partner, rekan dan sahabat baik. Ibu Arya memang selalu tidak sehat, kesehatannya memang ti
Dulu, Diana sangat terkesima dengan sosok Syarif Chalid muda yang begitu gagah dan penuh kharisma. Seorang angkatan bersenjata dengan karir yang cemerlang. Usia mereka bertaut cukup jauh, dan Diana muda yang naif begitu singkat dalam berfikir. “Ella memang lagi di rumah?” tanya Chalid di dalam mobil, menoleh ke arah Diana yang pandangannya mengarah ke luar kaca jendela mobil. “Iya, Ella nunggu hari kelahirannya. Belakangan dia sering nginep di rumah bawa Bayu. Aku juga minta dia di rumah sementara ini. Khawatir ... Daru kerja kadang pulangnya larut malam,” sahut Diana, menoleh sekilas ke arah Chalid kemudian mengembalikan tatapannya ke depan. “Jadi, Bayu juga lagi di rumah?” tanya Chalid lagi. “Iya, Mas. Tadi malah katanya mau ikut kalau dia belum makan. Tapi, kayaknya dia keburu makan sop,” ujar Diana tertawa. Ia menoleh ke arah Chalid dan bertemu pandang sesaat. Tawanya langsung lenyap berg
Diana sudah berdiri di depan kaca selama setengah jam. Wanita 45 tahun itu sudah tiga kali berganti pakaian. Pertama tadi dia hanya mengenakan celana panjang dan kemeja santai. Beberapa langkah keluar pintu kamar, ia kembali ke dalam dan kembali mematut diri.Sekarang Diana telah mengenakan terusan berwarna kuning muda yang menutup hingga ke betisnya. Rasa-rasanya ia sudah sangat lama tidak mengenakan jenis pakaian seperti itu.Alasannya bukan karena tidak suka, tapi lebih ke tidak adanya kesempatan atau tempat yang cocok untuk ia bisa mengenakannya. Tak ada pergaulan yang sangat penting yang terjadi dalam hidupnya setelah ia memiliki Ella.Setelah pernikahan yang amat singkat dengan Chalid, ayah kandung Ella, Diana membelanjai dirinya sendiri dengan memanfaatkan sedikit uang peninggalan orangtuanya. Diana berinvestasi kecil-kecilan di perusahaan temannya. Hasilnya memang tak banyak, tapi setidaknya ia bisa menjaga egony
"Em ... karena—" Ratih tercekat, ternyata nyalinya juga belum cukup kuat untuk mengatakan sejujurnya pada kedua orangtuanya. "Jadi gini, Om ... Tante. Saya dan Ratih, kami ...." Andi menguatkan hatinya. "Kami memohon restu dari Om dan Tante, saya ingin menikahi Ratih putri Om," ujar Andi tegas. "Maksudnya gimana ini, Ibu gak ngerti." Retno duduk di sisi suaminya. "Ratih akan berhenti bekerja, Bu ... kami minta restu dari Ayah sama Ibu, Andi ingin Ratih menjadi istrinya." "Sudah berapa lama?" tanya Ridwan menatap Andi. "Kami kenal sudah enam bulan kurang lebih, Yah." Ratih menjawab cepat. "Ayah tanya pacar kamu." Ekspresi datar dari seorang Ridwan, pensiunan polisi itu. "Enam bulan, Om ... sudah enam bulan." "Pekerjaan kamu?" "Baru selesai ambil spesialis, Om." "Dokter?" "Iya, Om." "Kamu bisa pastikan anak saya bahagia? Dengan latar belakang dia, kehidupan dia bahkan masa lalunya?"
"Oh? Hanya oh?" Ratih berjalan cepat tanpa memikirkan perutnya, troli yang berisi barang belanjaan mereka dia tinggalkan begitu saja. Andi yang serba salah menyusul Ratih hingga meja kasir, wanita hamil itu melenggang begitu saja membiarkan Andi kesusahan membawa barang belanjaan mereka. "Tih ... ya ampun Tih, jangan cepet-cepet jalannya, ingat kamu lagi hamil." Andi meringis melihat Ratih berjalan cepat tanpa menoleh ke belakang. "Buka pintunya," ujar Ratih dengan ekspresi wajah kesal. "Astaga, Tih!" Andi membuka pintu mobilnya. Andi benar-benar harus menahan amarahnya menghadapi Ratih yang selalu sensitif selama masa kehamilannya. Ratih masih dengan mode diamnya, pandangannya dia alihkan keluar jendela mobil. Sementara Andi, merasa kikuk dengan tingkah Ratih yang selalu membuat serba salah. "Maaf ya," ujar Andi yang akhirnya mengalah. Ratih masih terdiam. "Kamu kan tau, hampir tiga bulan ini aku sibuk dengan pro