Share

6. Luar Biasa Tampan

Penulis: Yuli F. Riyadi
last update Terakhir Diperbarui: 2024-12-27 10:24:07

DELAPAN TAHUN LALU

=====================

Sayup-sayup Gavin mendengar suara musik dari arah belakang rumah ketika dia berjalan ke dapur. Tangannya masih memegang gelas bekas minum saat dia mendengar suara seseorang berseru. Keningnya berkerut samar, lalu kepalanya menoleh. 

Suara asing, tapi dia yakin itu bukan suara kedua asisten rumah tangga ibunya. Gavin lantas menyeret kaki menuju belakang rumah. Dia berjalan pelan melewati ruang belakang, meninggalkan dapur. 

Pintu belakang rumah terbuka. Makin dekat suara musik serta seruan seseorang makin terdengar keras. Ketika dia berdiri di ambang pintu, mata cokelatnya menemukan seorang gadis yang tengah berjingkrak-jingkrak di depan tali jemuran. 

Bukan jingkrak-jingkrak biasa. Gerakan tubuhnya berirama mengikuti alunan musik. Tubuh mungilnya meliuk, sesekali menghentak. Tangannya terangkat lalu bergoyang dengan lincah selaras dengan kakinya.

Gavin sampai berkedip beberapa kali melihat pertunjukan itu. Seorang gadis tengah menjemur pakaian sambil menari diiringi musik tanpa beban. Anehnya, Gavin malah terpaku dan tidak bergeser dari ambang pintu. Dia seolah menikmati apa yang gadis itu lakukan. 

Sudut bibirnya perlahan terangkat. "Lucu," gumamnya. Meskipun dia belum bisa melihat dengan jelas rupa gadis itu. 

"Mas Gavin?" 

Sebuah suara menegurnya dari balik punggung. Serta merta Gavin menoleh dan mendapati Bi Ayun, salah satu asisten rumah tangga ibunya yang tampak baru pulang dari pasar. 

"Kok di sini? Imah udah nyiapin sarapan belum?" tanya Bi Ayun dengan wajah heran melihat tuannya ada di belakang. Tempat yang seharusnya tidak lelaki itu injak. 

"Belum, Bi. Tadi aku haus makanya turun." Gavin mengulas senyum lalu kembali mengalihkan perhatiannya pada si gadis yang saat ini malah mengambil selang air dan menyemprotkan air ke tubuhnya sendiri. Gavin terperangah sesaat, lalu kekehannya meluncur. 

Bi Ayun yang sedang meletakkan belanjaannya bingung melihat tingkah anak majikan itu. 

"Mas Gavin lagi lihat apa?" tanya perempuan paruh baya itu. 

"Itu Bi, ada cewek lagi nari-nari sambil jemur pakaian. Dia siapa, Bi? Kok aku baru lihat?" tanya Gavin menunjuk samar area jemuran di halaman belakang. 

Bi Ayun kontan terperanjat. "Astaghfirullah! Maaf, Mas saya permisi." 

Dengan langkah tergopoh-gopoh Bi Ayun keluar melewati pintu dan menghampiri si gadis. Dia mematikan musik yang berasal dari tape recorder, lalu menghampiri si gadis dan menjewer kupingnya.

Adegan yang Gavin lihat selanjutnya, Bi Ayun memarahi gadis yang sudah basah kuyup itu.

"Astagfirullah, Rev. Berapa jam kamu jemur pakaian? Masa sampai ibu pulang belum selesai juga? Dan apa ini?" Bi Ayun menarik ujung baju gadis itu. "Malah main air. Lihat itu, jemuran yang udah dikeringin malah basah lagi. Kamu itu ya, suruh kerja malah main-main. Kalau Nyonya lihat gimana?" 

"Kan Nyonya ada di luar negeri, Bu," jawab si gadis.

"Jawab aja kalau dibilangin! Dan ini!" Bi Ayun menunjukkan tape recorder yang sudah dia tenteng. "Ibu sita sampai waktu yang nggak bisa ditentukan."

Wajah si gadis berubah memelas. "Jangan dong, Bu. Aku nggak bisa hidup tanpa tape itu."

"Halah lebay, nggak bisa hidup gundulmu kuwi. Kamu nggak malu jingkrak-jingkrak begitu dilihatin Mas Gavin?"

"Hah?" Si gadis melongo, lalu tatapnya bergulir ke arah rumah dan melihat sosok pria yang tengah berdiri di ambang pintu. 

Gavin tersenyum kecil dan melambaikan tangan. Namun, tampak disambut kaget oleh gadis itu. 

"Masuk, ganti bajumu, sana! Biar ibu yang beresin jemurannya," ujar Bi Ayun keras. 

"Iya, Bu." Si gadis memeluk tubuhnya sendiri lalu berjalan. Hanya saja dia tampak bingung ketika hendak masuk karena Gavin masih ada di sana. 

Gavin yang masih memperhatikannya tersenyum kecil. Dari percakapan mereka yang didominasi omelan Bi Ayun, Gavin bisa menyimpulkan kalau gadis itu anak dari asisten rumah tangga itu.

"Kamu anak Bi Ayun?" tanya Gavin ketika langkah kecil gadis itu hanya berjarak beberapa meter darinya. 

Gadis yang bisa Gavin perkirakan masih umur anak sekolahan itu mengangguk. 

"Siapa nama kamu? Udah lama di sini?" tanya Gavin lagi. 

"Saya Revita, Mas. Saya tinggal di sini baru enam bulan," jawab gadis itu dengan pandangan menunduk. 

"Ooh, aku baru lihat kamu." 

Setelahnya Gavin memberi gadis bernama Revita itu jalan. 

"Permisi, Mas." Revita lantas melewati anak dari majikan ibunya yang baru dua Minggu lalu pulang dari Amerika. 

"Revita," panggil Gavin, membuat Revita serta-merta berbalik. 

"Ya, Mas?" tanya gadis itu dengan suara polos yang terdengar menggemaskan di telinga Gavin.

"Tarian kamu tadi bagus. Aku suka."

"Hah?" 

Gavin tersenyum, dan detik berikutnya dia bisa melihat wajah cantik Revita bersemu dan menunduk. 

Revita tampak salah tingkah lalu buru-buru kabur dari hadapan Gavin. Membuat kekehan pria 25 tahun itu mengudara. 

***

Gavin baru akan mengeluarkan mobil ketika melihat sosok Revita keluar dari pintu samping rumah. Gadis itu terlihat buru-buru sembari memeluk sebuah buku. Sesekali membenarkan letak tas punggung yang talinya melorot dari bahu.

Sepertinya gadis itu tidak melihat anak majikannya di depan pintu hingga dia terus berjalan menuju gerbang rumah. 

Senyum tipis Gavin terukir, lantas bergegas menuju mobil. Dia memundurkan mobil dengan mulus sampai keluar gerbang. Berhenti sesaat menoleh ke arah perginya Revita. Setalah menemukan punggung gadis itu yang berjalan menjauh, dia kembali melajukan mobil dengan pelan. 

Revita terperanjat ketika mendengar suara klakson mobil dari belakang. Dia refleks menyingkir dari bahu jalan ke trotoar, dan membiarkan pengendara mobil itu melewati jalan yang dia lalui. Namun, mobil itu malah menepi alih-alih terus jalan. 

Gadis berkucir satu itu tak ambil pusing dan memilih lanjut berjalan. Dia sudah sangat terlambat. 

"Revita!" 

Punggungnya berjengit lantas memutar badan ke belakang. Alisnya berkumpul saat melihat orang yang memanggil. Dan dia sedikit terperangah ketika menemukan Gavin menyembulkan kepala dari jendela mobil. 

"Revita, mau kuliah?" tanya Gavin. 

Revita gelagapan dan spontan mengangguk. 

"Ayo, ikut mobilku saja." 

Lagi-lagi Revita terperangah lalu menggeleng cepat. "Ng-nggak usah, Mas. Saya naik angkot aja di depan." 

"Setelah naik angkot, kamu perlu naik bus juga kan?" tanya Gavin tampak tidak membiarkan Revita lepas begitu saja. "Aku tau kamu lagi buru-buru. Jadi, apa salahnya kamu terima tawaranku? Kenapa? Mobilku kurang bagus?"

Gadis 19 tahun itu tampak terkejut, lalu dengan cepat menggeleng. Ekspresinya benar-benar menggemaskan di mata Gavin. 

"Yuk!" ajak Gavin lagi, setengah memaksa. 

Revita terlihat menyerah. Dia akhirnya menuruti ajakan Gavin, ketika lelaki itu membukakan pintu bagian kiri untuknya. Gavin tidak sadar jika dada gadis itu berdebar tak karuan.

Bagaimana tidak? Sejak kedatangan lelaki itu di rumah besar keluarga Adhiyaksa, Bi Ayun melarang Revita berkeliaran di rumah itu. Padahal gadis semester satu itu begitu sangat penasaran dengan putra sulung keluarga Adhiyaksa yang katanya lulusan Harvard University. 

Bi Imah—asisten rumah tangga lain di rumah keluarga Adhiyaksa—bilang bahwa Gavin itu anak jenius, makanya bisa sekolah di Harvard tanpa biaya dari orang tuanya. Tidak hanya itu. Lagi-lagi kata Bi Imah, pria 25 tahun itu juga sangat tampan. 

Dan, setelah Revita melihatnya secara langsung kemarin itu, ucapan Bi Imah ternyata benar. Gavin Adhiyaksa ... Luar biasa tampan. 

Yuli F. Riyadi

Jangan lupa sebar coretan kalian ya teman-teman, have a nice day

| 4
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (3)
goodnovel comment avatar
WiwikK
makin menarik
goodnovel comment avatar
Cut Zanah
jgn spe kandas kisah cinta mreka thor.... semangat .........
goodnovel comment avatar
Anies
aku pun penasaran nih.. belum bisa bayangin kaya apa rupa Gavin di imajinasiku
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   7. Kita Pacaran?

    "Masak apa?" Revita berjengit ketika seseorang bertanya. Dia hapal suara itu. Suara yang beberapa hari belakangan sering menyapanya. Gadis 19 tahun itu menoleh pelan dan mendapati Gavin sudah duduk di atas bar stool. Tangan pria itu melingkari sebuah gelas panjang yang isinya kosong. "Mie rebus," sahut Revita pelan. Benaknya mulai tidak nyaman karena kemunculan anak majikannya yang tiba-tiba. Sekarang sudah pukul sepuluh dan dia pikir orang rumah sudah terlelap. Perut lapar membuatnya harus pergi ke dapur, tapi tidak ada yang bisa dia temukan kecuali mie instan. "Kamu nggak masalah mie rebus di jam segini?" tanya Gavin, salah satu alis tebalnya naik. Revita yang saat ini sudah mengenakan piyama tidur menggeleng. "Nggak apa-apa, saya lapar."Ada seringai kecil dari sudut bibir Gavin. Meskipun suka mie instan biasanya dia akan membatasi. Di atas pukul 7 malam, biasanya Gavin menghentikan aktivitas makan. Namun, malam ini pengecualian. "Bisa buatkan aku satu juga?" tanya Gavin, mera

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-27
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   8. Lift

    Seharian ini Revita gelisah. Wanita 27 tahun yang memangku posisi sebagai admin data itu masih memikirkan kejadian siang tadi. Di mana rombongan petinggi perusahaan datang menyambangi departemennya. Dia menyesali kebodohannya. Bagaimana mungkin selama hampir tiga tahun bekerja di anak cabang perusahaan ini, dia tidak mengetahui owner-nya? Revita memejamkan mata, memijit dahinya yang berdenyut. Gavin Adhiyaksa adalah salah satu orang yang paling tidak ingin Revita temui, tapi akan lain cerita kalau dia sendiri yang malah menghampirinya. Sejak memutuskan kembali ke kota ini, Revita hidup dengan damai. Pikiran untuk berhubungan atau pun bertemu dengan keluarga Adhiyaksa sama sekali tak terlintas. Lagi pula, dia sudah melupakan semuanya. Lukanya dan mungkin sakit hatinya. Mungkin. Namun, kejadian siang tadi seolah sanggup mengembalikan rasa sakit itu. "Lo baik-baik aja, Rev?" tanya Arum, yang mejanya tepat di seberang Revita, berhadapan. Dia sedikit memanjangkan leher untuk melihat kond

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   9. Nana

    Entah di lantai berapa pintu lift akhirnya terbuka. Revita mengembuskan napas lega karena tidak harus terjebak lama-lama bersama Gavin. Dua orang masuk dan agak terkejut mendapati CEO Bumi Indah ada di dalam lift tersebut. Dua orang itu menyapa sopan kepada Gavin lantas berdiri agak sedikit maju di antara Gavin dan Revita. Dalam kondisi seperti ini, Gavin tidak mungkin berani bicara macam-macam. Revita menekan dadanya yang berdegup kencang karena sempat tidak bisa mengendalikan emosi. Beruntung mulutnya tidak mengeluarkan kata-kata tidak penting yang nanti bisa merepotkan dirinya. Entah kenapa dia merasa setelah ini hidupnya di kantor tidak akan tenang. Segala ucapan Gavin tadi seolah memberitahu bahwa semua akan dimulai lagi. Ya Tuhan, Revita benci dengan segala kerumitan hidupnya. Gavin turun di lantai sepuluh tanpa mengucapkan apa pun pada Revita. Dia hanya menoleh dan menatap wanita itu sesaat sebelum keluar dari lift. Lain kali Revita akan memastikan untuk tidak keluar kantor

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   10. Gosip Hot

    "Bunga lagi, Rev?"Revita yang tengah memegang tangkai mawar menoleh mendapati teguran itu. Rafa dan Ilham baru saja masuk. Di belakang mereka, Arum dan Dona menyusul. Dany sedang ada tugas di luar kantor, sejak pagi batang hidungnya sudah tidak nampak. Revita mengangguk menatap bunga mawar itu. Melihat mawar di kantong plastik milik Nana beberapa hari lalu membuat dia yang tadinya abai mendadak penasaran dengan si pengirim bunga ini. "Sebenarnya siapa sih orangnya? Lo serius nggak tau, Rev?" tanya Rafa seraya menarik kursi milik Dany, dan duduk di sana dengan posisi terbalik. "Gue nggak tau. Tiap gue ke sini udah nggak ada siapa-siapa.""Perlu diselidiki enggak sih? Kok gue ikutan gemes?" timpal Arum menatap Rafa dan Revita berganti. Alis Revita menanjak. "Caranya?" "Coba lo datang pagi-pagi, lebih pagi dari biasanya. Kali aja papasan sama orang itu." "Eh, jangan," sergah Rafa. "Kalau ternyata pengirimnya psikopat gimana?" "Mana ada pengirim bunga psikopat? Yang ada dia romant

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-28
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   11. Sebuah Pertanyaan

    Beberapa saat lalu Vania mengantar Revita menuju ruangan Gavin di lantai paling atas gedung. Lantas sekretaris itu beranjak pergi lantaran ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Revita memang sudah berada tepat di depan pintu ruangan CEO, tapi alih-alih mengetuk papan kayu cokelat itu dirinya malah mematung. Berdiri kaku, memandang nanar papan nama yang tertempel di permukaan pintu itu. Satu detik, dua detik, tangannya belum juga terangkat. Wanita 27 tahun itu menarik napas dan mengembuskannya pelan. Dia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Gavin meskipun pria itu atasannya. Namun, hatinya yang lain memintanya untuk bertemu dan sedikit mendengar apa yang akan pria itu katakan. Dengan ragu akhirnya Revita mengangkat tangan dan mengetuk dua kali pintu di depannya. Pelan, nyaris tidak terdengar. Namun, sebuah suara dari dalam segera menyahut. Mempersilakan dia masuk. Mendengar suara Gavin dari dalam ruangan membuat jantung Revita berpacu cepat. Perasaannya bahkan mendadak tidak

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   12. Cari Masalah

    Ada napas lega yang Revita embuskan ketika pintu ruangan Gavin diketuk dari luar. Tidak berapa lama wajah sekertarisnya muncul. Obrolan mereka otomatis terjeda. "Maaf, Pak Gavin," ucap Vania merasa tak enak. "Di lobi ada Bu Melinda, beliau menunggu Anda," lanjutnya lagi. Mendengar nama Melinda disebut membuat napas Revita sedikit tercekat. Dia tahu nama itu. Melinda alias Nyonya Besar sekaligus ibu kandung Gavin. Wanita yang sudah menghina dan memaki habis-habisan Revita dan ibunya sebelum mereka keluar dari rumah besar keluarga Adhiyaksa. Serta-merta Revita berdiri. "Maaf, Pak. Saya harus segera kembali ke departemen." Gavin tidak mencegah dan ikut berdiri. "Aku antar kamu ke bawah.""Tidak perlu," jawab Revita cepat, takut-takut dia melirik Vania yang masih ada di sana. "Saya permisi, Pak Gavin, Mbak Vania." Dia mengambil langkah gegas secepat mungkin. Bayangan wajah merah Melinda saat itu masih terekam jelas di ingatan Revita. Dia tidak mau mengambil resiko bertemu dengan wanit

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   13. Accident

    "Mau pulang bersama?" Revita yang sedang menunggu hujan reda di teras lobi berjengit mendengar suara itu. Dia menoleh dan menemukan Gavin lengkap dengan seulas senyum. Refleks wanita itu bergerak menjauh. "Nggak perlu, Pak. Saya sedang menunggu ojek online," sahut Revita. Kepalanya lantas menoleh melihat keadaan sekitar. Bukan hanya dia yang menunggu hujan reda, ada beberapa karyawan lain juga. Dan Revita takut kehadiran Gavin ini mengundang perhatian mereka."Ojek online memang ada yang mau terima orderan?" tanya Gavin sambil menatap derasnya hujan sore ini. Awan kelabu bahkan masih menggantung pekat di langit Jakarta. "Ada kok." Sebenarnya Revita tidak yakin, karena sejak tadi orderannya memang terus ditolak. Siapa juga driver ojek yang mau bawa penumpang hujan-hujanan begini? "Sudah dapat drivernya?" tanya Gavin lagi, melihat Revita masih terus sibuk dengan gadget-nya. Wanita yang masih terlihat cantik di mata Gavin itu mengabaikan. Dia terus saja menunduk, dan merapal doa d

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-29
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   14. Lebih Dari Sekedar Atasan

    Sudah satu jam lebih Revita masuk ke IGD. Entah apa yang dilakukan tenaga medis di dalam sana pada wanita itu. Yang pasti, Gavin berharap tidak akan terjadi hal buruk pada wanita itu. Rasa cemas yang tergambar jelas di wajah pria itu tidak luput dari pengawasan Ferdy. Manajer Departemen Pengembangan itu masih bersama Gavin menunggui Revita. Di kepalanya sekarang berjubel banyak pertanyaan. Dan yang paling membuatnya penasaran adalah ada hubungan apa antara bos besarnya tersebut dengan Revita? Jika mereka tidak memiliki hubungan, tidak mungkin Gavin bisa segusar itu. "Pak, Anda tidak menghubungi keluarga, Revita?" tanya Ferdy, sedikit mengusik ketegangan pada wajah atasannya itu. Gavin yang berdiri gelisah di depan pintu IGD tampak terkejut. Saking cemasnya, dia tidak terpikirkan untuk menghubungi keluarga wanita itu. Spontan dia merogoh saku celananya, mengambil ponsel. Namun, sialnya ponselnya mati lantaran basah kuyup terkena siraman air hujan. "Mungkin kamu saja yang menghubung

    Terakhir Diperbarui : 2024-12-30

Bab terbaru

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   133. Jangan Mau!

    Mata Reina melirik pintu yang terbuka dari luar. Dia menemukan seutas senyum seseorang yang tidak pernah muncul lagi selama dirinya dirawat. Mahesa. Pria itu datang membawa boneka dan buket berisi cokelat. "Selamat siang, Cantik," sapa Mahesa sembari masuk. Namun reaksi Reina melihat pria itu tampak kurang senang. Dia ingat bagaimana kesalnya pada lelaki itu sesaat sebelum terjadinya kecelakaan. Secara tak langsung pria itu yang membuatnya begini."Gimana keadaanmu, Sayang?" tanya Mahesa ramah, meski disuguhi muka berlipat anak itu. "Baik. Ngapain Om Hesa ke sini?" sahut Reina tidak peduli. Dia kembali sibuk menggambar di tablet yang baru dia dapatkan kemarin. "Jenguk kamu, of course. And they're for you." Bahkan ketika Mahesa memamerkan bawaannya, Reina hanya meliriknya sekilas. "Thank you," sahutnya lirih. "Taroh aja di situ, Om." Mahesa mengangguk-angguk. Senyum di bibirnya tak selebar awal tadi. Dia lantas menuruti permintaan Reina untuk meletakkan hadiahnya di atas nakas.

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   132. Blushing

    Kembali Revita terpedaya dan seperti hilang kewarasan. Bahkan dirinya tidak bisa menjelaskan bagaimana semua bisa terjadi. Dia hanya menuruti gerak tubuh yang tidak sinkron dengan isi kepalanya. Pengendalian dirinya sangat payah jika berdekatan dengan Gavin. Haruskah dia menyalahkan Gavin? Seperti sebelumnya, dia mungkin harus tetap menjaga jarak. Gara-gara ini Indila terjebak lama di rumah sakit. Revita merasa tak enak hati membiarkan wanita itu menunggu lama. Saat dirinya datang, wanita itu bahkan sudah jatuh tertidur. Gavin sendiri langsung kembali ke Jakarta setelah mengantarnya ke rumah sakit karena ada hal yang harus lelaki itu urus terkait pekerjaan yang sudah dia tinggal selama beberapa hari ini. "Lo udah datang?" Revita meringis saat Indila terjaga. "Maaf ya udah bikin lo nunggu lama." Bangkit duduk, Indila menguap lalu mengucek matanya. "Sendiri aja? Nggak sama Pak Gavin?" "Dia pulang ke Jakarta ada hal yang harus dia urus." Indila mengangguk-angguk lalu melangkah gont

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   131. Janji

    "Sakit, Na?" Lega luar biasa baru saja Revita dapat saat Reina akhirnya sadar dan dokter sudah memeriksa keadaan anak itu. Gadis kecil itu hanya mengangguk saat ditanya. "Kamu mau sesuatu? Biar Mama ambilkan," tanya Revita lagi. Dan lagi-lagi juga Reina menggeleng. Di saat yang bersamaan, Gavin keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat begitu segar dan tampan. Dia langsung menyedot perhatian Reina. "Pa, minum," ucap anak itu. Yang membuat Revita di sisi ranjang kontan menaikkan kedua alis. Anak itu mengabaikan tawarannya, tapi begitu Gavin datang minta minum. Revita memejamkan mata lalu berusaha tersenyum, meski hatinya merasa sudah diduakan sang putri. "Ooh, Tuan Putri mau minum. Bentar ya, papa ambilin," sahut Gavin, mengerlingkan sebelah mata dengan genit. Revita sedikit menyingkir untuk memberikan Gavin akses mendekati Reina. Dia bergeser ke ujung tempat tidur memberi ruang pada Gavin duduk di kursinya. Tatapannya terus memperhatikan bagaimana cara Gavin memanjakan Reina.

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   130. Satu Darah

    Kaki Revita seperti sudah tidak menapak bumi lagi ketika tenaga medis menjelaskan tentang kondisi putrinya. Rasa panik dan khawatir berlebih menggumpal di kepala saat mereka bilang harus segera melakukan cito atau operasi gawat darurat. Penjelasan mereka terlalu kabur untuk Revita. Bahkan wanita itu tidak bisa bereaksi apa pun. "Pasien juga perlu melakukan transfusi darah segera, Pak."Revita menatap Gavin dengan segera. Dia sadar golongan darahnya dengan Reina berbeda. Itu artinya Gavinlah--"Golongan darah saya O, Dok. Anda bisa mengambil darah saya sebanyak yang anak saya butuhkan." Lagi-lagi Revita tidak bereaksi. "Baik, silakan Bapak ikut perawat untuk diperiksa lebih dulu." Gavin menghadap Revita begitu dokter kembali memasuki ruang tindakan. Dia sama khawatirnya seperti Revita. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit wanita itu terus berlinang air mata. Dan sekarang wajahnya tampak begitu pucat. "Nana akan baik-baik saja," ucap Gavin menenangkan. "Kita percayakan pada medis, d

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   129. Keputusan Final

    Bukan kencan atau apa pun. Revita hanya ingin mempertegas semuanya. Jadi, saat Mahesa bilang ingin mengajaknya makan malam secara khusus, dia mengiyakan. Sejujurnya beberapa hari ini Revita sudah tidak nyaman juga merasa tidak enak dengan kemunculan pria itu tiap kali dirinya pulang kerja. Mahesa bukan pengangguran. Pria itu mengaku pulang dari kantor langsung bertolak ke tempat Revita yang letaknya jauh di luar kota. Bertemu hanya sebentar, lalu keesokan paginya sudah kembali ke Jakarta. Empat kali dalam satu Minggu! Itu berlebihan menurut Revita. "Ada tol. Kamu nggak perlu cemas," ujar pria itu membela diri saat Revita komplain soal intensitas kedatangannya."Tapi itu cuma bikin kamu capek, Mas.""Apa aku terlihat seperti orang capek?"Perjuangan pria itu tidak bisa Revita anggap remeh. Kadang tanpa sadar dia jatuh iba dan otaknya berpikir untuk mempertimbangkan pria itu. Namun hatinya jelas menolak, karena pria itu bukanlah orang yang Revita harap menjadi rumahnya. Hingga sampai

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   128. Beacon Hill

    Usaha yang tidak mudah bagi Gavin untuk melobi para pemegang saham yang sebagian besar sudah tidak tinggal lagi di dalam negeri. Dan ketika dia berhasil menemui mereka pun tidak segampang itu memersuasi mereka agar mau suka rela memberikan sahamnya. Meski dia menjanjikan waktu berjangka dan kemajuan perusahaan, ternyata itu juga belum cukup meyakinkan mereka. Alhasil Gavin harus rela menghabiskan waktu sedikit lebih lama dari yang dia prediksi. Bahkan ketika Mannaf ikut turun tangan tidak membuat masalah itu cepat selesai. "Setidaknya kamu sudah menggenggam separuhnya. Sementara ibu kamu hanya punya 25 persen. Papa rasa itu sudah lebih dari cukup untuk menurunkan ego dia," ucap Mannaf ketika putra sulungnya itu mengunjungi rumahnya yang ada di Beacon Hill, Boston. Gavin mengangguk. Papanya benar, tinggal usaha untuk membuat perusahaan lebih maju dari sebelumnya. Beberapa pabrik baru sudah mulai beroperasi dan kantor distribusi juga sudah diperluas. Meski tidak memakan biaya yang se

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   127. Pikiran Buruk

    Revita bergegas mengayunkan langkah menuju kosan ketika melihat mobil milik Gavin terparkir di tanah lapang. Dia yang baru pulang dari pabrik mengernyit bingung. Jika weekend dia akan maklum dengan keberadaan lelaki itu di sini. Masalahnya sekarang hari kerja, dan masih pukul empat sore. Kenapa pria itu ada di sini? Mendekati kamar kosan, Revita melihat sepatu pria itu yang tergeletak rapi di dekat pintu. Tanpa alasan yang jelas hatinya berdesir, bahkan Revita merasa tubuhnya merinding. Dia kembali melangkah mendekat hingga suara tawa Reina dan Gavin masuk ke pendengarannya. Dia sengaja tidak langsung masuk dan hanya berdiri di teras kosan. "Kapan, Pa?" "Sabtu ini. Ada yang harus papa selesaikan." "Lama enggak?" "Uhm, papa nggak tau. Mudah-mudahan kerjaan di sana cepat beres jadi papa bisa segera pulang." Dari percakapan itu Revita bisa menyimpulkan jika Gavin akan pergi. Tapi ke mana? "Boston itu jauh, Pa?" Boston. Pria itu akan pergi ke Boston. Negara yang sama saat dulu Gav

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   126. Piknik

    Melihat kedatangan Mahesa membuat Revita merasa menjadi umpan yang tanpa sengaja tercebur ke kolam ikan. Pasalnya saat ini ada Gavin di kosan yang tengah sibuk mempersiapkan perlengkapan piknik. Entah dapat ide dari mana, mereka, Reina, Gavin, dan Indila tiba-tiba ingin pergi piknik. Sebenarnya Revita malas ikut. Daripada menghabiskan waktu di luaran, jujur dia lebih butuh tidur. Mengingat jadwal kerja tiap hari menyita waktu tidurnya. Namun, tentu saja putrinya yang cantiknya sekolong langit tak mungkin membiarkan itu terjadi. "Biar aku sama papa deh yang nyiapin bekal, mama tinggal duduk manis aja," ucap Reina ketika Revita menolak untuk ikut. "Jangan lupakan aku," seru Indila sambil mengacungkan keranjang makanan. "Ah iya, sama Tante Indi.""Ikut aja, Re. Kalau pun ntar di sana kamu tidur nggak apa-apa kok," imbuh Gavin, tangannya sibuk mengepak berbagai macam makanan. Kalau sudah begitu Revita bisa apa? Lalu ketika mereka bersiap pergi Mahesa muncul. Kening pria itu berkerut

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   125. Jemuran

    Revita sedang menjemur pakaian yang baru dicuci saat dari kejauhan melihat dua orang tengah lari bersama. Dua orang lelaki dan perempuan itu sedikit menyedot perhatiannya sampai Revita menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya. Pangkal alisnya menyatu saat tahu ternyata mereka itu Gavin dan Indila. Keduanya jogging bersama? Keduanya terlihat lari bersamaan sambil ngobrol. Entah apa yang mereka bicarakan sampai saling melempar tawa begitu. Di posisinya Revita tidak melepas pandangannya. Dia malah makin menatap keduanya dengan tajam. Wanita itu baru tahu jika tetangga kosannya itu ternyata akrab dengan Gavin. Bibirnya berkerut tak senang tahu fakta itu. Namun tiba-tiba Revita terperanjat sendiri. "Kenapa aku mesti nggak senang?" tanyanya pada diri sendiri lalu kepalanya menggeleng cepat. "Bodo amat dia mau akrab sama siapa," ujarnya lagi bersikap sok tak peduli lalu melanjutkan kegiatan menjemur baju, tapi lagi-lagi tanpa sadar matanya bergerak mengintip dari balik kain jemuran

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status