Share

4. Pindah Divisi

last update Last Updated: 2024-12-17 17:36:52

Dirinya seperti diusir. Entah kesalahan apa yang sudah dia lakukan sehingga tiba-tiba saja Minggu kemarin dipanggil ke ruang HR dan diminta pindah ke pusat. Revita masih terkejut dengan keputusan itu. Jadi, begitu tahu kabar itu dia langsung memberondong supervisor yang membawahinya langsung. 

"Saya melakukan kesalahan, Pak? Kalau iya, tolong beritahu salah ya, Pak. Biar saya bisa memperbaiki," tanya Revita yang merasa aneh. Keputusan HR sedikit membuatnya panik. 

Pak Taufik, Supervisor itu terkekeh. "Kamu nggak melakukan salah apa-apa, Revita. Justru ini bagus dong kamu pindah ke cabang karena kerja kamu bagus. Di sana kamu nggak perlu berjibaku dengan target harian. Kerjaan juga lebih enak, dan kamu tidak perlu mengantuk lagi kerja sif malam."

Mungkin benar, tapi Revita masih tetap heran dan aneh. 

"Banyak yang ingin pindah ke cabang termasuk saya." Pak Taufik meletakkan tangan di samping mulutnya, badannya sedikit condong ke depan dan berbisik. "Sekedar informasi, di sana gajinya lebih gede dari di sini. Sebab tunjangannya banyak." 

Revita pernah dengar kabar itu. Tapi rasanya tetap saja bikin bingung.

"Ini kesempatan, Revita. Kamu wanita cerdas sudah semestinya potensimu terus digali," imbuh supervisor bertubuh gempal itu. 

Revita diam selama beberapa saat. Mencoba mengambil hal positif dari kejadian ini. "Tapi ini bukan karena bapak ingin membuang saya kan? Atau karena tenaga saya yang nggak dibutuhkan lagi di tim produksi?"

Pak Taufik tertawa. "Pikiranmu terlalu melantur, Revita. Kamu beruntung di sini. Jangan berpikir yang bukan-bukan. Percayalah di pusat lebih baik daripada di anak cabang."

Supervisor itu terus meyakinkan. Puncaknya Revita akhirnya memutuskan untuk pergi ke pusat dan menandatangani pembaharuan perjanjian kerja. Teman-teman setimnya melepas Revita dengan tangisan. Padahal gedung tempatnya bekerja hanya bergeser beberapa ratus meter saja. Artinya mereka masih bisa bertemu kalau ingin. 

"Sering-sering main ke sini."

"Jangan lupakan kami. Nanti di sana jangan sombong-sombong."

"Betah-betah ya di sana, Rev. Bejo banget sih kamu. Denger-denger di sana cowoknya ganteng-ganteng. Siapa tahu saja kamu ketemu jodoh." 

Ucapan perpisahan teman-temannya membuat Revita sedih sekaligus geli. Dia sangat yakin bakal merindukan mereka. 

Sekarang, pagi ini dia menginjakkan kaki di gedung baru. Masih satu induk perusahaan cuma sekarang dia berada di pusat setelah sebelumnya di cabang. Dan yang pasti dia bukan lagi mengurusi soal produksi dan operator. Dia akan bekerja di ruang full AC dan selalu menghadap komputer. Tidak ada lagi kegiatan berkeliling line produksi untuk mengawasi operator. Membayangkan saja sudah membosankan, monoton. 

Kantornya ada di lantai 25. Terlalu tinggi. Lima lantai lagi tempatnya orang-orang penting perusahaan. Sebenarnya Revita agak cemas. Bekerja di pusat itu artinya peluang berjumpa dengan petinggi perusahaan ini lebih banyak daripada di cabang. Revita tidak suka bertemu dengan orang-orang itu. Dia sudah mati kutu duluan. Berhadapan dengan mereka dia merasa kecil. Katakanlah nyalinya ciut, tapi itulah yang dia rasakan. 

Revita disambut baik oleh seorang wanita cantik yang sudah menunggunya di lobi saat dia bertanya kepada seorang resepsionis yang ada di front desk. Wanita itu mengenalkan diri sebagai Ayu, dari bagian pengembangan. 

"Yuk, aku antar ke kantor kamu," ujar wanita itu setelah perkenalan mereka usai. 

Revita dan Ayu memasuki lift setelah sebelumnya menempelkan ID card pada sensor. Tidak sembarangan orang bisa melewati lift tersebut. Hanya karyawan di gedung ini saja yang bebas masuk menggunakan lift tersebut. 

"Nanti, Mbak Revita akan dibantu rekan kerja di sana. Jangan sungkan bertanya kalau ada yang nggak paham, ya," ujar Ayu lagi. 

Revita tersenyum tipis dan mengangguk. Dia sedikit melirik dandanan wanita di sampingnya. Ciri khas wanita karir banget. Meskipun Revita sudah menyesuaikan, dia merasa tidak sepadan. Dia biasa mengenakan baju kasual, lalu saat memasuki pabrik, berganti dengan seragam produksi. 

Beruntung dia memiliki pakaian formal yang sempat dibelinya beberapa tahun silam ketika masih di Surabaya. 

"Mbak beruntung deh bisa ditempatkan di divisi yang biasanya CEO sering datang dan mantau," ucap Ayu. 

Kabar itu cukup membuat hati Revita mencelus. Apanya yang beruntung? Didatangi petinggi perusahaan bagi Revita itu musibah. Dia paling sebal kalau orang-orang penting di pabriknya mengaudit gedung produksi. Sibuk dan ribut. 

"Kenapa beruntung, Mbak? Bukannya itu horor?" tanya Revita meringis. 

Wanita dengan sanggul kecil di sampingnya terkekeh. "Ya enggak dong. Wanita-wanita single pasti pada menanti kedatangan CEO kita. Jangan bilang kamu belum pernah melihat CEO kita."

Revita menggeleng. CEO-nya yang mana juga dia tidak tahu. 

Ayu menutup mulutnya dengan tangan. Matanya yang mengenakan maskara tebal membulat. "Serius? Wah, kalau begitu kamu harus lihat nanti. Dijamin kesengsem. Jangankan yang single, yang udah double aja demen." 

Revita meringis. Wanita dengan makeup natural itu jadi memikirkan CEO-CEO ganteng yang ada di Drama Korea. 

"CEO kita itu gantengnya luar biasa. Ditambah lagi dia belum pake cincin alias masih available." 

Revita lagi-lagi hanya meringis. Dia trauma sama lelaki ganteng. Jadi, dia tidak terlalu tertarik. 

"Nama CEO kita itu Gavin, nggak semua beruntung bisa melihat dia meskipun bekerja dalam gedung ini." 

Gavin? Nama yang tidak asing di telinga Revita. Mendadak dadanya berdebar. Dia mengenal seseorang bernama Gavin, tapi tidak mungkin Gavin yang sama. Gavin yang dia kenal mungkin sudah menikah dan memiliki anak. Bukan pria single seperti yang Ayu ceritakan.

"Oh gitu, ya, Mbak." Hanya itu tanggapan Revita. Sama sekali tidak ingin bertanya lebih lanjut.

Revita bersyukur teman-teman satu divisinya menyambutnya dengan baik. Dia juga memiliki job desc yang tidak terlalu sulit dan memusingkan. 

"Siap berjuang bersama kan?" tanya Rafa, rekan kerja barunya yang beberapa menit lalu baru mengenalkan diri. 

"Revita mah nggak bakal pusing. Tapi harus siap bantu apa yang kami butuhkan ya," sahut Dany. 

Selain Rafa dan Dany ada tiga orang lainnya yang akan bekerja sama dengan Revita. Tidak lupa manajernya, Pak Ferdy, lelaki bertampang jenius dengan kacamata berbingkai tebal. Umurnya bisa Revita taksir masih sekitar tiga puluhan. Masih muda dari penampilan dan wajahnya. 

Revita bersyukur semua tampak ramah dan menyambutnya dengan baik. Rasa tidak nyaman menjadi karyawan baru perlahan sedikit berkurang. Dia tetap harus mawas diri di tempat dan suasana baru ini. 

Hari kedua bekerja Revita dikejutkan dengan penemuan sepuluh tangkai mawar merah di atas meja kerjanya. Revita yang baru datang celingukan. Mencoba mencari seseorang untuk menanyakan tentang munculnya mawar tersebut. Namun, selain dirinya belum ada staf lain yang datang. 

Dengan bingung dia mengambil mawar-mawar itu dan menelitinya. 

"Wuih, anak baru dapat mawar nih," celetuk seseorang membuat Revita mengalihkan pandang. Wanita 27 tahun itu menoleh dan mendapati Dany serta Arum masuk. 

"Mawar dari siapa, Rev?" tanya Dany menuju tempatnya. 

"Gue nggak tau. Pas datang tiba-tiba ada," sahut Revita dengan wajah polos. 

"Gue rasa Revita punya penggemar rahasia di kantor kita." Arum berasumsi. 

"Gue nggak kenal siapa pun di sini selain kalian. Itu pun kenalnya baru kemarin. Kayaknya ini salah kirim. Buat lo mungkin ini, Mbak." Revita meraup semua mawar itu dan mengangsurkannya pada Arum.

"Mustahil buat gue, sih. Kan gue udah punya laki." Arum nyengir lalu terkekeh. "Tapi kalau lo nggak mau, sini deh buat isi vas gue." 

Revita menyerahkan sepuluh mawar itu. Dia tidak akan mempersoalkan hal itu seandainya cuma hari itu saja mawar itu ada di mejanya. Namun, hari-hari berikutnya mawar-mawar lain ikut bersusulan. Benar-benar aneh.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   5. Bertemu Lagi

    Sudah hari ke sepuluh Revita bekerja di kantor pusat. Dia lumayan sudah bisa menguasai pekerjaan dengan baik. Suasana kantor yang nyaman membuatnya merasa diterima. Jujur, wanita dengan poni menyamping itu menikmati bekerja di sini. Seperti impiannya dulu yang ingin menjadi pekerja kantoran. Bibir nude Revita menyunggingkan senyum. Meski harus melalui berbagai rintangan, akhirnya Tuhan memberinya kesempatan untuk bekerja di perkantoran. Hanya saja, dia agak minder karena dari semua timnya, cuma dia yang lulusan SMA. Itu yang masih menjadi pertanyaan besar kenapa dia berada di departemen ini. Lalu bunga mawar yang sering nangkring di mejanya. Jujur, itu sedikit mengganggu dan mulai membuat risih. Tidak ada yang mengakui bunga itu. Revita dibuat penasaran tiap harinya. Langkah Revita bergegas memasuki departemennya. Hari ini ada briefing penting perkara produk baru yang sedang diriset oleh timnya. Meskipun di sini dia hanya bertugas sebagai admin data, dalam rapat kecil dia wajib iku

    Last Updated : 2024-12-17
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   6. Luar Biasa Tampan

    DELAPAN TAHUN LALU=====================Sayup-sayup Gavin mendengar suara musik dari arah belakang rumah ketika dia berjalan ke dapur. Tangannya masih memegang gelas bekas minum saat dia mendengar suara seseorang berseru. Keningnya berkerut samar, lalu kepalanya menoleh. Suara asing, tapi dia yakin itu bukan suara kedua asisten rumah tangga ibunya. Gavin lantas menyeret kaki menuju belakang rumah. Dia berjalan pelan melewati ruang belakang, meninggalkan dapur. Pintu belakang rumah terbuka. Makin dekat suara musik serta seruan seseorang makin terdengar keras. Ketika dia berdiri di ambang pintu, mata cokelatnya menemukan seorang gadis yang tengah berjingkrak-jingkrak di depan tali jemuran. Bukan jingkrak-jingkrak biasa. Gerakan tubuhnya berirama mengikuti alunan musik. Tubuh mungilnya meliuk, sesekali menghentak. Tangannya terangkat lalu bergoyang dengan lincah selaras dengan kakinya.Gavin sampai berkedip beberapa kali melihat pertunjukan itu. Seorang gadis tengah menjemur pakaian s

    Last Updated : 2024-12-27
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   7. Kita Pacaran?

    "Masak apa?" Revita berjengit ketika seseorang bertanya. Dia hapal suara itu. Suara yang beberapa hari belakangan sering menyapanya. Gadis 19 tahun itu menoleh pelan dan mendapati Gavin sudah duduk di atas bar stool. Tangan pria itu melingkari sebuah gelas panjang yang isinya kosong. "Mie rebus," sahut Revita pelan. Benaknya mulai tidak nyaman karena kemunculan anak majikannya yang tiba-tiba. Sekarang sudah pukul sepuluh dan dia pikir orang rumah sudah terlelap. Perut lapar membuatnya harus pergi ke dapur, tapi tidak ada yang bisa dia temukan kecuali mie instan. "Kamu nggak masalah mie rebus di jam segini?" tanya Gavin, salah satu alis tebalnya naik. Revita yang saat ini sudah mengenakan piyama tidur menggeleng. "Nggak apa-apa, saya lapar."Ada seringai kecil dari sudut bibir Gavin. Meskipun suka mie instan biasanya dia akan membatasi. Di atas pukul 7 malam, biasanya Gavin menghentikan aktivitas makan. Namun, malam ini pengecualian. "Bisa buatkan aku satu juga?" tanya Gavin, mera

    Last Updated : 2024-12-27
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   8. Lift

    Seharian ini Revita gelisah. Wanita 27 tahun yang memangku posisi sebagai admin data itu masih memikirkan kejadian siang tadi. Di mana rombongan petinggi perusahaan datang menyambangi departemennya. Dia menyesali kebodohannya. Bagaimana mungkin selama hampir tiga tahun bekerja di anak cabang perusahaan ini, dia tidak mengetahui owner-nya? Revita memejamkan mata, memijit dahinya yang berdenyut. Gavin Adhiyaksa adalah salah satu orang yang paling tidak ingin Revita temui, tapi akan lain cerita kalau dia sendiri yang malah menghampirinya. Sejak memutuskan kembali ke kota ini, Revita hidup dengan damai. Pikiran untuk berhubungan atau pun bertemu dengan keluarga Adhiyaksa sama sekali tak terlintas. Lagi pula, dia sudah melupakan semuanya. Lukanya dan mungkin sakit hatinya. Mungkin. Namun, kejadian siang tadi seolah sanggup mengembalikan rasa sakit itu. "Lo baik-baik aja, Rev?" tanya Arum, yang mejanya tepat di seberang Revita, berhadapan. Dia sedikit memanjangkan leher untuk melihat kond

    Last Updated : 2024-12-28
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   9. Nana

    Entah di lantai berapa pintu lift akhirnya terbuka. Revita mengembuskan napas lega karena tidak harus terjebak lama-lama bersama Gavin. Dua orang masuk dan agak terkejut mendapati CEO Bumi Indah ada di dalam lift tersebut. Dua orang itu menyapa sopan kepada Gavin lantas berdiri agak sedikit maju di antara Gavin dan Revita. Dalam kondisi seperti ini, Gavin tidak mungkin berani bicara macam-macam. Revita menekan dadanya yang berdegup kencang karena sempat tidak bisa mengendalikan emosi. Beruntung mulutnya tidak mengeluarkan kata-kata tidak penting yang nanti bisa merepotkan dirinya. Entah kenapa dia merasa setelah ini hidupnya di kantor tidak akan tenang. Segala ucapan Gavin tadi seolah memberitahu bahwa semua akan dimulai lagi. Ya Tuhan, Revita benci dengan segala kerumitan hidupnya. Gavin turun di lantai sepuluh tanpa mengucapkan apa pun pada Revita. Dia hanya menoleh dan menatap wanita itu sesaat sebelum keluar dari lift. Lain kali Revita akan memastikan untuk tidak keluar kantor

    Last Updated : 2024-12-28
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   10. Gosip Hot

    "Bunga lagi, Rev?"Revita yang tengah memegang tangkai mawar menoleh mendapati teguran itu. Rafa dan Ilham baru saja masuk. Di belakang mereka, Arum dan Dona menyusul. Dany sedang ada tugas di luar kantor, sejak pagi batang hidungnya sudah tidak nampak. Revita mengangguk menatap bunga mawar itu. Melihat mawar di kantong plastik milik Nana beberapa hari lalu membuat dia yang tadinya abai mendadak penasaran dengan si pengirim bunga ini. "Sebenarnya siapa sih orangnya? Lo serius nggak tau, Rev?" tanya Rafa seraya menarik kursi milik Dany, dan duduk di sana dengan posisi terbalik. "Gue nggak tau. Tiap gue ke sini udah nggak ada siapa-siapa.""Perlu diselidiki enggak sih? Kok gue ikutan gemes?" timpal Arum menatap Rafa dan Revita berganti. Alis Revita menanjak. "Caranya?" "Coba lo datang pagi-pagi, lebih pagi dari biasanya. Kali aja papasan sama orang itu." "Eh, jangan," sergah Rafa. "Kalau ternyata pengirimnya psikopat gimana?" "Mana ada pengirim bunga psikopat? Yang ada dia romant

    Last Updated : 2024-12-28
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   11. Sebuah Pertanyaan

    Beberapa saat lalu Vania mengantar Revita menuju ruangan Gavin di lantai paling atas gedung. Lantas sekretaris itu beranjak pergi lantaran ada pekerjaan yang harus dia selesaikan. Revita memang sudah berada tepat di depan pintu ruangan CEO, tapi alih-alih mengetuk papan kayu cokelat itu dirinya malah mematung. Berdiri kaku, memandang nanar papan nama yang tertempel di permukaan pintu itu. Satu detik, dua detik, tangannya belum juga terangkat. Wanita 27 tahun itu menarik napas dan mengembuskannya pelan. Dia sama sekali tidak ingin berurusan dengan Gavin meskipun pria itu atasannya. Namun, hatinya yang lain memintanya untuk bertemu dan sedikit mendengar apa yang akan pria itu katakan. Dengan ragu akhirnya Revita mengangkat tangan dan mengetuk dua kali pintu di depannya. Pelan, nyaris tidak terdengar. Namun, sebuah suara dari dalam segera menyahut. Mempersilakan dia masuk. Mendengar suara Gavin dari dalam ruangan membuat jantung Revita berpacu cepat. Perasaannya bahkan mendadak tidak

    Last Updated : 2024-12-29
  • Terjebak Bersama Dua Mantan   12. Cari Masalah

    Ada napas lega yang Revita embuskan ketika pintu ruangan Gavin diketuk dari luar. Tidak berapa lama wajah sekertarisnya muncul. Obrolan mereka otomatis terjeda. "Maaf, Pak Gavin," ucap Vania merasa tak enak. "Di lobi ada Bu Melinda, beliau menunggu Anda," lanjutnya lagi. Mendengar nama Melinda disebut membuat napas Revita sedikit tercekat. Dia tahu nama itu. Melinda alias Nyonya Besar sekaligus ibu kandung Gavin. Wanita yang sudah menghina dan memaki habis-habisan Revita dan ibunya sebelum mereka keluar dari rumah besar keluarga Adhiyaksa. Serta-merta Revita berdiri. "Maaf, Pak. Saya harus segera kembali ke departemen." Gavin tidak mencegah dan ikut berdiri. "Aku antar kamu ke bawah.""Tidak perlu," jawab Revita cepat, takut-takut dia melirik Vania yang masih ada di sana. "Saya permisi, Pak Gavin, Mbak Vania." Dia mengambil langkah gegas secepat mungkin. Bayangan wajah merah Melinda saat itu masih terekam jelas di ingatan Revita. Dia tidak mau mengambil resiko bertemu dengan wanit

    Last Updated : 2024-12-29

Latest chapter

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   133. Jangan Mau!

    Mata Reina melirik pintu yang terbuka dari luar. Dia menemukan seutas senyum seseorang yang tidak pernah muncul lagi selama dirinya dirawat. Mahesa. Pria itu datang membawa boneka dan buket berisi cokelat. "Selamat siang, Cantik," sapa Mahesa sembari masuk. Namun reaksi Reina melihat pria itu tampak kurang senang. Dia ingat bagaimana kesalnya pada lelaki itu sesaat sebelum terjadinya kecelakaan. Secara tak langsung pria itu yang membuatnya begini."Gimana keadaanmu, Sayang?" tanya Mahesa ramah, meski disuguhi muka berlipat anak itu. "Baik. Ngapain Om Hesa ke sini?" sahut Reina tidak peduli. Dia kembali sibuk menggambar di tablet yang baru dia dapatkan kemarin. "Jenguk kamu, of course. And they're for you." Bahkan ketika Mahesa memamerkan bawaannya, Reina hanya meliriknya sekilas. "Thank you," sahutnya lirih. "Taroh aja di situ, Om." Mahesa mengangguk-angguk. Senyum di bibirnya tak selebar awal tadi. Dia lantas menuruti permintaan Reina untuk meletakkan hadiahnya di atas nakas.

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   132. Blushing

    Kembali Revita terpedaya dan seperti hilang kewarasan. Bahkan dirinya tidak bisa menjelaskan bagaimana semua bisa terjadi. Dia hanya menuruti gerak tubuh yang tidak sinkron dengan isi kepalanya. Pengendalian dirinya sangat payah jika berdekatan dengan Gavin. Haruskah dia menyalahkan Gavin? Seperti sebelumnya, dia mungkin harus tetap menjaga jarak. Gara-gara ini Indila terjebak lama di rumah sakit. Revita merasa tak enak hati membiarkan wanita itu menunggu lama. Saat dirinya datang, wanita itu bahkan sudah jatuh tertidur. Gavin sendiri langsung kembali ke Jakarta setelah mengantarnya ke rumah sakit karena ada hal yang harus lelaki itu urus terkait pekerjaan yang sudah dia tinggal selama beberapa hari ini. "Lo udah datang?" Revita meringis saat Indila terjaga. "Maaf ya udah bikin lo nunggu lama." Bangkit duduk, Indila menguap lalu mengucek matanya. "Sendiri aja? Nggak sama Pak Gavin?" "Dia pulang ke Jakarta ada hal yang harus dia urus." Indila mengangguk-angguk lalu melangkah gont

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   131. Janji

    "Sakit, Na?" Lega luar biasa baru saja Revita dapat saat Reina akhirnya sadar dan dokter sudah memeriksa keadaan anak itu. Gadis kecil itu hanya mengangguk saat ditanya. "Kamu mau sesuatu? Biar Mama ambilkan," tanya Revita lagi. Dan lagi-lagi juga Reina menggeleng. Di saat yang bersamaan, Gavin keluar dari kamar mandi. Wajahnya terlihat begitu segar dan tampan. Dia langsung menyedot perhatian Reina. "Pa, minum," ucap anak itu. Yang membuat Revita di sisi ranjang kontan menaikkan kedua alis. Anak itu mengabaikan tawarannya, tapi begitu Gavin datang minta minum. Revita memejamkan mata lalu berusaha tersenyum, meski hatinya merasa sudah diduakan sang putri. "Ooh, Tuan Putri mau minum. Bentar ya, papa ambilin," sahut Gavin, mengerlingkan sebelah mata dengan genit. Revita sedikit menyingkir untuk memberikan Gavin akses mendekati Reina. Dia bergeser ke ujung tempat tidur memberi ruang pada Gavin duduk di kursinya. Tatapannya terus memperhatikan bagaimana cara Gavin memanjakan Reina.

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   130. Satu Darah

    Kaki Revita seperti sudah tidak menapak bumi lagi ketika tenaga medis menjelaskan tentang kondisi putrinya. Rasa panik dan khawatir berlebih menggumpal di kepala saat mereka bilang harus segera melakukan cito atau operasi gawat darurat. Penjelasan mereka terlalu kabur untuk Revita. Bahkan wanita itu tidak bisa bereaksi apa pun. "Pasien juga perlu melakukan transfusi darah segera, Pak."Revita menatap Gavin dengan segera. Dia sadar golongan darahnya dengan Reina berbeda. Itu artinya Gavinlah--"Golongan darah saya O, Dok. Anda bisa mengambil darah saya sebanyak yang anak saya butuhkan." Lagi-lagi Revita tidak bereaksi. "Baik, silakan Bapak ikut perawat untuk diperiksa lebih dulu." Gavin menghadap Revita begitu dokter kembali memasuki ruang tindakan. Dia sama khawatirnya seperti Revita. Sepanjang perjalanan ke rumah sakit wanita itu terus berlinang air mata. Dan sekarang wajahnya tampak begitu pucat. "Nana akan baik-baik saja," ucap Gavin menenangkan. "Kita percayakan pada medis, d

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   129. Keputusan Final

    Bukan kencan atau apa pun. Revita hanya ingin mempertegas semuanya. Jadi, saat Mahesa bilang ingin mengajaknya makan malam secara khusus, dia mengiyakan. Sejujurnya beberapa hari ini Revita sudah tidak nyaman juga merasa tidak enak dengan kemunculan pria itu tiap kali dirinya pulang kerja. Mahesa bukan pengangguran. Pria itu mengaku pulang dari kantor langsung bertolak ke tempat Revita yang letaknya jauh di luar kota. Bertemu hanya sebentar, lalu keesokan paginya sudah kembali ke Jakarta. Empat kali dalam satu Minggu! Itu berlebihan menurut Revita. "Ada tol. Kamu nggak perlu cemas," ujar pria itu membela diri saat Revita komplain soal intensitas kedatangannya."Tapi itu cuma bikin kamu capek, Mas.""Apa aku terlihat seperti orang capek?"Perjuangan pria itu tidak bisa Revita anggap remeh. Kadang tanpa sadar dia jatuh iba dan otaknya berpikir untuk mempertimbangkan pria itu. Namun hatinya jelas menolak, karena pria itu bukanlah orang yang Revita harap menjadi rumahnya. Hingga sampai

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   128. Beacon Hill

    Usaha yang tidak mudah bagi Gavin untuk melobi para pemegang saham yang sebagian besar sudah tidak tinggal lagi di dalam negeri. Dan ketika dia berhasil menemui mereka pun tidak segampang itu memersuasi mereka agar mau suka rela memberikan sahamnya. Meski dia menjanjikan waktu berjangka dan kemajuan perusahaan, ternyata itu juga belum cukup meyakinkan mereka. Alhasil Gavin harus rela menghabiskan waktu sedikit lebih lama dari yang dia prediksi. Bahkan ketika Mannaf ikut turun tangan tidak membuat masalah itu cepat selesai. "Setidaknya kamu sudah menggenggam separuhnya. Sementara ibu kamu hanya punya 25 persen. Papa rasa itu sudah lebih dari cukup untuk menurunkan ego dia," ucap Mannaf ketika putra sulungnya itu mengunjungi rumahnya yang ada di Beacon Hill, Boston. Gavin mengangguk. Papanya benar, tinggal usaha untuk membuat perusahaan lebih maju dari sebelumnya. Beberapa pabrik baru sudah mulai beroperasi dan kantor distribusi juga sudah diperluas. Meski tidak memakan biaya yang se

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   127. Pikiran Buruk

    Revita bergegas mengayunkan langkah menuju kosan ketika melihat mobil milik Gavin terparkir di tanah lapang. Dia yang baru pulang dari pabrik mengernyit bingung. Jika weekend dia akan maklum dengan keberadaan lelaki itu di sini. Masalahnya sekarang hari kerja, dan masih pukul empat sore. Kenapa pria itu ada di sini? Mendekati kamar kosan, Revita melihat sepatu pria itu yang tergeletak rapi di dekat pintu. Tanpa alasan yang jelas hatinya berdesir, bahkan Revita merasa tubuhnya merinding. Dia kembali melangkah mendekat hingga suara tawa Reina dan Gavin masuk ke pendengarannya. Dia sengaja tidak langsung masuk dan hanya berdiri di teras kosan. "Kapan, Pa?" "Sabtu ini. Ada yang harus papa selesaikan." "Lama enggak?" "Uhm, papa nggak tau. Mudah-mudahan kerjaan di sana cepat beres jadi papa bisa segera pulang." Dari percakapan itu Revita bisa menyimpulkan jika Gavin akan pergi. Tapi ke mana? "Boston itu jauh, Pa?" Boston. Pria itu akan pergi ke Boston. Negara yang sama saat dulu Gav

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   126. Piknik

    Melihat kedatangan Mahesa membuat Revita merasa menjadi umpan yang tanpa sengaja tercebur ke kolam ikan. Pasalnya saat ini ada Gavin di kosan yang tengah sibuk mempersiapkan perlengkapan piknik. Entah dapat ide dari mana, mereka, Reina, Gavin, dan Indila tiba-tiba ingin pergi piknik. Sebenarnya Revita malas ikut. Daripada menghabiskan waktu di luaran, jujur dia lebih butuh tidur. Mengingat jadwal kerja tiap hari menyita waktu tidurnya. Namun, tentu saja putrinya yang cantiknya sekolong langit tak mungkin membiarkan itu terjadi. "Biar aku sama papa deh yang nyiapin bekal, mama tinggal duduk manis aja," ucap Reina ketika Revita menolak untuk ikut. "Jangan lupakan aku," seru Indila sambil mengacungkan keranjang makanan. "Ah iya, sama Tante Indi.""Ikut aja, Re. Kalau pun ntar di sana kamu tidur nggak apa-apa kok," imbuh Gavin, tangannya sibuk mengepak berbagai macam makanan. Kalau sudah begitu Revita bisa apa? Lalu ketika mereka bersiap pergi Mahesa muncul. Kening pria itu berkerut

  • Terjebak Bersama Dua Mantan   125. Jemuran

    Revita sedang menjemur pakaian yang baru dicuci saat dari kejauhan melihat dua orang tengah lari bersama. Dua orang lelaki dan perempuan itu sedikit menyedot perhatiannya sampai Revita menyipitkan mata untuk memastikan penglihatannya. Pangkal alisnya menyatu saat tahu ternyata mereka itu Gavin dan Indila. Keduanya jogging bersama? Keduanya terlihat lari bersamaan sambil ngobrol. Entah apa yang mereka bicarakan sampai saling melempar tawa begitu. Di posisinya Revita tidak melepas pandangannya. Dia malah makin menatap keduanya dengan tajam. Wanita itu baru tahu jika tetangga kosannya itu ternyata akrab dengan Gavin. Bibirnya berkerut tak senang tahu fakta itu. Namun tiba-tiba Revita terperanjat sendiri. "Kenapa aku mesti nggak senang?" tanyanya pada diri sendiri lalu kepalanya menggeleng cepat. "Bodo amat dia mau akrab sama siapa," ujarnya lagi bersikap sok tak peduli lalu melanjutkan kegiatan menjemur baju, tapi lagi-lagi tanpa sadar matanya bergerak mengintip dari balik kain jemuran

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status