Ketika Susan pulang, Ivan langsung menyambut dengan hangat, mesra, romantis dan penuh perhatian. Begitu pula sebaliknya, jika Susan pulang lebih dulu, maka dia pun akan melakukan hal yang sama. Tentu saja, semenjak keduanya pulang dari berbulan madu, mereka berdua langsung berubah menjadi pasangan suami istri sungguhan, yang saling cinta dan sayang. Semenjak itu, sikap dan perlakuan Susan kepada Ivan berubah sembilan puluh derajat. Susan mulai sering membuatkan minuman, memasak sekaligus menyiapkan untuk Ivan. Susan, telah melakukan tugas sebagai seorang istri sebagaimana mestinya! Walaupun di apartemen ada pembantu, tapi Susan tidak membebankan sepenuhnya. Di sisi lain, ia ingin melayani sang suami dengan tangannya sendiri, dengan menyesuaikan kesibukan pekerjaannya. Sebenarnya, wanita yang dulu terkenal judes dan galak itu memang suka memasak, pun sudah melakukan tugas itu sejak awal menikah. Tentu, hal itu ia lakukan demi terwujudnya sandiwara. Namun kali ini tidak
Susan melotot, "Tidak boleh! Nanti, ujung-ujungnya di dalam tidak jadi mandi lagi!" Ivan terkekeh, lalu menggeleng dan berkata, "Melainkan?" Ivan yang malah memancing-mancing membuat Susan salah tingkah, "Ya, pasti kita akan melakukan itu... " Meski tubuh keduanya telah sering menyatu, tapi tetap saja Susan selalu salah tingkah jika digoda sang suami. Ivan melambaikan tangan seraya geleng-geleng kepala, "Aku hanya bercanda, sayang. Aku juga akan lihat-lihat keadaanmu dulu sebelum melakukannya. Kamu pasti capek sekali karena habis pulang." Kemudian, Ivan bangkit berdiri. Tersenyum penuh pengertian dan lanjut berkata, "Mandi lah, sayang. Habis ini kita makan malam. Aku akan mengerjakan sesuatu dulu." Setelah itu, Susan pun masuk ke dalam kamar mandi, sedangkan Ivan beranjak dari kamar menuju ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya. *** Keesokan paginya, Susan tampak berjalan riang menuju dapur. Rambut perempuan itu terlihat masih agak basah. Susan memang baru
Seketika Susan gelagapan dan buru-buru mengusap sudut matanya. Lalu, ia menggeleng dan berkata, "Tidak. Mana ada aku menangis. Mataku perih saja, sayang karena terkena irisan bawang dan asap masakan!" Lipatan di kening Ivan kian bertambah begitu mendengar alasan Susan. Kini ia mengamati sang istri untuk beberapa saat. Benar kah? Bukan, karena hal lain? Namun, Ivan memilih tidak bertanya lebih lanjut. "Bagaimana bisa? Hati-hati dong sayang—" "Ya ampun! Gosong masakannya, sayang!" tiba-tiba, Susan berseru panik. Seketika Susan langsung fokus pada masakannya kembali. Mendapati hal itu, Ivan menggelengkan kepalanya, "Maka dari itu, jika sedang memasak, tidak boleh sambil melamun!" Ivan berkata demikian sebab tadi melihat sang istri yang mematung di depan kompor tidak fokus pada apa yang tengah dikerjakannya pada saat ia berjalan menghampiri. Sepertinya memang sedang ada yang dipikirkan oleh istrinya, diperkuat dengan kedua matanya yang sembab. Namun, Ivan memilih ti
Kini, Susan menaruh harapan besar pada suaminya, "Aku mohon, sayang. Tolong, temukan adikku. Hanya kamu satu-satunya yang bisa aku andalkan. Aku sudah janji kepada kedua orang tuaku bahwa akan menemukannya!" ucap Susan dengan mulut dan suara bergetar. Di saat yang sama, memasang wajah tidak berdaya. Setelah mengatakan hal itu, Susan menundukan kepala, "maafkan aku, sayang jika keinginanku, permintaanku ini sungguh tidak masuk akal! Tapi jika kamu bertanya apa keinginanku, maka, adikku yang ingin aku temukan yang langsung terlintas di benakku!" Ivan mengangkat wajah Susan. Lalu, ia menatap sang istri yang kini wajahnya berubah murung, "Jangan bicara seperti itu, sayang. Aku sangat mengerti bagaimana perasaanmu sebagai seorang Kakak. Kamu tenang saja, aku akan segera mencari adikmu. Kebahagiaanmu itu adalah kebahagiaanku juga!" balas Ivan tegas. "Keluarga Graha begitu mudah mencari keberadaan seseorang. Semoga saja, adikmu benar-benar masih hidup seperti yang kamu yakini selama i
Sesampainya di lokasi yang dikirim Felix melalui aplikasi pesan, Ivan langsung turun dari atas motor. Lalu, ia mengedar pandangan ke sekeliling, mengamati keadaan sekitar yang tampak lengang. Tidak ada penjagaan sama sekali. Ivan menegadahkan kepala, mengamati gedung lokasi tempat Felix menyekap kedua orang tua dan menyiksanya. Seketika amarah Ivan meluap-luap, menjadi tidak sabar ingin segera menghajar Felix. Baik lah. Kau mau bermain-main denganku, Felix?! Akan aku ladeni! Kau benar-benar telah membuat kesabaranku habis! Kali ini aku tidak main-main karena kau telah membawa-bawa orang terdekatku! Ivan, dengan tatapan yang tiba-tiba berkilat mengerikan bergegas menuju ke arah gedung tidak terpakai tersebut. Di lantai dasar Ivan berjalan dengan mulus tanpa ada hambatan. Masih tidak ada orang di dalam. Hingga akhirnya Ivan menemukan tangga yang menghubungkan ke lantai berikutnya. Saat Ivan hendak menaiki tangga tersebut... Tiba-tiba... "Berhenti!!!" Terdengar teriakan
Namun, Ivan memilih mengabaikan semua orang yang ada di situ. Ivan langsung mencari-cari keberadaan kedua orang tua pura-puranya. Akhirnya, Ivan menemukan mereka berdua tergeletak di lantai dengan posisi tubuh terikat pada kursi, berada di belakang mereka. Kondisinya kurang lebih sama seperti yang ada di foto dan video yang dikirimkan Felix sebelumnya. Mendapati pemandangan kedua orang tua pura-puranya dalam keadaan seperti itu, Ivan mengepalkan kedua tangan begitu kuat. Sorot matanya kembali berkilat tajam. Di saat yang sama, aura bak pembunuh berdarah dingin terpancar kuat. Kentara bengis. Melihat Ivan, Joko dan Yuni lega buka main. "I-Ivan... akhirnya kamu datang juga, Nak... " ucap Joko dengan suara tersendat di lantai. Seketika berusaha menatap ke arah Ivan. "I-ivan... tolong Ibu dan Bapakm, Nak... selamatkan kami... " ucap Yuni menambahi suaminya. Kini keduanya begitu tidak peduli dengan luka yang didapatkan. Mereka berdua yakin jika Ivan akan datang untuk meny
Felix tidak suka dikatai pengecut. Tentu hal itu ditunjukan padanya. Felix pun berjalan lebih dekat ke arah Ivan. Kini, wajah keduanya berhadap-hadapan. Hanya satu jengkal saja jaraknya. "Siapa yang kau maksud pengecut itu, bajingan?!" ucap Felix dengan gigi gemeretak. Setelah mengatakan hal itu, dengan sangat kurang ajar Felix menyemburkan asap rokok di wajah Ivan. Hal tersebut membuat Ivan naik pitam. Namun, Ivan memilih memalingkan muka, menghindari semburan asap rokok tersebut. Ivan sengaja menahan emosinya, memilih akan menghadapi Felix dengan kepala dingin. Sebab, ia sudah menyiapkan rencana untuk menghajar pria itu. Selain itu, keadaan dirinya saat ini tidak memungkinkan untuk ia langsung bertindak menyelamatkan kedua orang tua pura-puranya dan memberi pelajaran kepada Felix. Juga ada belasan anak buah Felix yang semuanya memegang senjata dan sedang diarahkan kepadanya. Setelah terdiam beberapa saat, Ivan membuka mata, kembali menatap Felix yang kini juga teng
Felix dan Jonathan sedang menertawakan ancaman Ivan barusan yang mereka berdua anggap hanya bualan semata. Tidak hanya itu, keduanya juga kian menjadi-jadi menghina dan merendahkan Ivan. Sementara itu, Joko dan Yuni yang masih tergeletak di lantai berusaha saling pandang. Padahal apa yang dikatakan Ivan sungguhan. Bukan hanya bualan semata!Tentu, Felix dan Jonathan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Ivan. Keduanya pun memilih diam, mempercayakan Ivan sepenuhnya jika dapat menghadapi dua orang jahat itu dan membalas perbuatannya meskipun hanya seorang diri tanpa senjata. "Kau mau aku melepaskan kedua orang tua miskinmu itu, bukan?" tiba-tiba, setelah tawa menghina mereda, Felix angkat bicara.Sambil menghisap rokok dengan nikmat dan penuh kepuasaan. Ivan sendiri masih bergeming di tempat dengan tatapan begitu dingin, "Kedatanganku ke sini memang untuk melepaskan kedua orang tuaku darimu! Tapi, tidak dengan cara memohon padamu!"Felix mengernyitkan ke
"Di mana kau membeli Lamborghini keluaran terbaru edisi terbatas ini, Van?!" Tiba-tiba, suara Felix memecah hening yang sedang terjadi. Felix yang suka mengoleksi mobil super, mobil sport dan mobil mewah, sedikit banyak memiliki relasi dengan boss-boss pemilik showroom yang menjual mobil-mobil tersebut. Namun, mobil-mobil yang dikoleksi Felix hanya berkisar rentang harga antara 1,5 sampai 3 miliar saja. Belum ada yang harganya mencapai puluhan miliar. Tentu saja, hal itu membuat Felix merasa iri sekaligus terkejut. Sebenarnya, ia juga mengincar mobil Lamborghini keluaran terbaru edisi terbatas itu dan ingin membelinya. Namun, sebab uang yang dimilikinya tidak cukup, bahkan masih kurang banyak, membuatnya hanya bisa mengaguminya. Ditengah tatapan tidak percaya itu, Ivan berkata, "Di showroom fame motorcars," Sontak saja, jawaban Ivan membuat semua orang terhenyak. Bagaimana tidak, itu adalah showroom terbesar di negara Ferania ; tempat para pejabat, artis dan konglomerat m
"Jika alasannya demikian, maka, tidak ada keraguan lagi bagi kami berdua sekarang untuk tidak menerima bantuan dari anda, tuan muda Charles, dari keluarga Fairuz," ucap Doni, "mohon bantuannya untuk kami menghadapi tuan muda Ivan!" "Kami begitu tidak siap, tuan muda Charles dengan apa yang kini tengah terjadi. Pun sebelumnya, kami tidak menduga jika kasus itu akan naik kembali ke permukaan dan keluarga Graha lah yang mengusutnya! Tentu, kami tidak akan bisa menghadapinya. Tapi, dengan bantuan anda, kami yakin, kami akan bisa melawan keluarga Graha!" ucap Samuel menambahi Doni. Mendengar jawaban dari keduanya, Charles menyeringai sambil menghisap rokoknya. "Keputusan yang tepat tuan Doni dan tuan Samuel," "Jadi, mulai sekarang, kalian tidak perlu khawatir, tidak perlu takut lagi kepada keluarga Graha, karena ada kami di belakang kalian!" Tentu saja mereka berdua akan menerima bantuan darinya, sebab tidak ada pejabat tinggi, keluarga pebisnis sekaligus mafia di negara Ferania yan
Sedangkan Herlambang, Hesti dan Irene, mereka menatap Ivan dengan ekspresi wajah buruk. Bagaimana tidak, Ivan kini semakin berani di depan mereka, tanpa mempedulikan keberadaan sang kepala keluarga. Juga, merasa berkuasa di keluarga mereka. Seakan-akan, mereka harus tunduk dan takut pada apa yang dikatakannya. Padahal, yang seharusnya bersikap seperti itu adalah dirinya. Ini tidak boleh dibiarkan! Soal Ivan dan Susan yang memberi maaf dan ampunan kepada Felix, mereka tidak terlalu mempedulikannya. Sebab, sejatinya mereka tidak mau merasa bersalah dan kalah dari Susan mau pun Ivan. Kini, dengan pandangan tertunduk ke bawah, Felix menggertakan giginya, serta kedua tangannya yang tengah terkepal kuat. Namun, ia tidak bisa bertindak gegabah saat ini karena malah akan memperburuk suasana. Alhasil, ia hanya bisa memaki Ivan dalam hati dan menahan amarah yang membara. Setelah berhasil menguasai diri, Felix mendongak. Lalu, menatap Ivan sembari mengangguk dan berkata, "Aku ja
Sementara itu, di tempat lain, tampak Doni dan Samuel yang tengah saling menenggak minuman alkohol dengan wajah buruk di sebuah bar terkenal. Setelah beranjak dari kediaman keluarga Graha yang tentu saja pergi dalam keadaan panik dan bingung bukan main. Alhasil, mereka berdua pun singgah di bar tersebut. Selain untuk sekadar menenangkan diri, keduanya hendak membahas apa yang dibicarakan dengan tuan muda Ivan tadi dan mencari solusi. "Apa yang harus kita lakukan, Tuan Doni?" ucap Samuel dengan mulut dan suara bergetar, "sepertinya, tuan muda Ivan tetap mencurigai kita berdua dan tidak percaya bahwa pelakunya adalah Mahendra!" Doni mendecakan lidah, "Buntu, Samuel! Aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan! Ini mendadak sekali, kita begitu tidak siap..." Mendengus kesal, mulut Doni kembali bicara, "Jika sudah berhadapan dengan keluarga Graha, kita sudah tidak akan bisa berkutik!" Hal tersebut membuat wajah Samuel semakin pucat. Samuel, sambil menelan ludah berkata, "Itu a
Kakek Rahardian menatap tajam ke empat orang itu secara bergantian. "Aku tidak mau mendengar lagi dari mulut kalian yang mempermasalahkan status Ivan yang hanya berprofesi sebagai guru, kepala sekolah dengan gaji kecil dan pria miskin yang dianggap tidak berguna di keluarga kita!" "Toh, pria yang kalian hina-hina dan kalian rendahkan itu ternyata memiliki uang yang lebih banyak daripada kalian, bukan?! Memiliki mobil yang lebih mahal dan mewah daripada milik kalian? Bahkan, bisa langsung meminjamkan uang satu triliun saat itu juga kepada perusahaan besar seperti perusahaan kita!" Mendengar nada yang begitu menggelegar, anggota keluarga Rahardian yang dimaksud itu hanya bisa termangu dan membeku di tempat duduk masing-masing. Masih menggertakan giginya, mulut kakek Rahardian kembali bicara, "Aku tahu, kalian tidak sungguhan senang mendengar kabar Susan hamil. Maka dari itu, jika kalian berani mencoba mencelakai Susan dan bayi yang sedang dikandungnya. Maka, aku tidak akan mengangg
Tiba-tiba, kening kakek Rahardian berkerut saat melihat raut muka para anggota keluarganya yang seperti tidak menunjukan reaksi senang. Lalu, ia pun menatap tajam ketiga orang itu sekaligus Felix yang berdiri diantara mereka semua secara bergantian. "Kenapa kalian tampak tidak senang dengan kabar kehamilan Susan?" Perkataan kakek Rahardian tersebut seketika langsung membuyarkan lamunan keempat orang itu. Kemudian, keempatnya gelagapan, "Memang kami tidak senang...!!!" Namun, tentu saja, ungkapan itu tidak sampai terlontar keluar dari mulut mereka masing-masing. Bagaimana mungkin mereka senang, mereka sudah sangat membenci Susan dan Ivan. Dulu, benci karena pernikahan mereka berdua. Jika sekarang, benci karena mereka berdua yang semakin mendapat tempat di hati kakek Rahardian. Apalagi Susan sampai hamil yang pasti akan mengancam posisi anggota keluarga yang lain! Demikian, mereka tidak akan bisa membuat jabatan Susan lengser! Selain itu, Ivan yang telah berkontribusi besa
Lebih mengesalkannya lagi adalah, Felix diawasi dengan ketat oleh orang-orang suruhan kakeknya. Ditambah, Herlambang dan Hesti yang tidak diizinkan menjenguk atau pun memberi segala kebutuhannya Felix. Kakek Rahardian memperingati keduanya jika sampai melanggar, maka, hukuman Felix akan diperpanjang. Bahkan, ditambahi. Oleh karena itu, meski tidak tega, juga berat merelakan anaknya yang harus hidup selayaknya orang miskin. Keduanya memilih mematuhi perintah sang Ayah. Sementara itu, selain untuk memberi efek jera, kakek Rahardian sekalian ingin mendidik cucunya dengan kehidupan yang keras, sebab anak itu begitu dimanja oleh kedua orang tuanya. Malam ini, Felix pulang, sebab akan ikut keluarganya menghadiri acaranya Susan dan Ivan. Hesti, dengan ekspresi wajah tidak berdaya berkata, "Di hotel nanti, memohon lah dengan sungguh-sungguh pada kakekmu, Felix. Supaya kakek iba dan meringankan hukumanmu. Syukur-syukur, bisa langsung mencabutnya! Juga, kepada Susan dan Ivan!" Felix me
Doni dan Samuel yang tidak mau mengaku, malah mengumpankan orang lain, menjadikannya kambing hitam, akhirnya Ivan pun memutuskan menghentikan interogasi dan melepaskan mereka berdua. Sebab, Ivan yang belum menghadirkan orang-orang suruhan yang terlibat di hadapan keduanya kali ini. Tentu saja, Ivan tidak percaya dengan apa yang mereka berdua katakan. Bagaimana tidak, ia telah memiliki bukti-bukti kuat yang mengarah bahwa Doni adalah otak dibalik kejadian 18 tahun silam itu! Bagaimana jika mereka berdua kabur? Berbuat macam-macam? Malah menyerang balik? Karena dibiarkan pergi? Ivan tidak cemas, sebab ia memiliki rencana. Ivan akan memerintahkan orang-orang untuk memantau dan mengawasi mereka berdua dengan ketat. Jika mereka berdua bertindak gegabah, Ivan akan segera tahu. Sebelum Doni dan Samuel beranjak dari kediaman keluarga Graha, Ivan dan para bawahannya mengancam mereka untuk tidak berbuat macam-macam atau mereka berdua akan menerima akibatnya! Nantinya, Ivan akan meman
Tentu saja mereka berdua menjelaskan demikian, sebab keduanya berpikir bahwa Ivan telah menyelidiki kasus itu sebelumnya. Juga, pasti mengetahui jika ada banyak hal janggal! Jika tidak, mana mungkin putra tunggal keluarga terkaya di negara ini memanggil mereka berdua untuk diintrogasi? "Apa yang kalian jelaskan itu sama persis dengan apa yang diberitakan! Aku tidak butuh penjelasan seperti itu!" ucap Ivan sinis. Kemudian, Ivan membusungkan dada sambil menatap keduanya tajam secara bergantian. "Langsung to the poin saja, aku sedang mengusut kasus itu dan menemukan banyak kejanggalan. Kakek Rahardian dan istriku percaya bahwa Natasha tidak meninggal karena terseret arus, melainkan diculik oleh saingan bisnis Malice yang bertujuan untuk merenggut kebahagiaan keluarga mendiang Pak Robin!" "Sebenarnya, kunci utama adalah pada mendiang Pak Robin dan istrinya. Tapi, mereka berdua sudah meninggal. Jadi, kami tidak bisa langsung tahu apa yang sebenarnya terjadi. Meski demikian, bagik