Namun, Ivan memilih mengabaikan semua orang yang ada di situ. Ivan langsung mencari-cari keberadaan kedua orang tua pura-puranya. Akhirnya, Ivan menemukan mereka berdua tergeletak di lantai dengan posisi tubuh terikat pada kursi, berada di belakang mereka. Kondisinya kurang lebih sama seperti yang ada di foto dan video yang dikirimkan Felix sebelumnya. Mendapati pemandangan kedua orang tua pura-puranya dalam keadaan seperti itu, Ivan mengepalkan kedua tangan begitu kuat. Sorot matanya kembali berkilat tajam. Di saat yang sama, aura bak pembunuh berdarah dingin terpancar kuat. Kentara bengis. Melihat Ivan, Joko dan Yuni lega buka main. "I-Ivan... akhirnya kamu datang juga, Nak... " ucap Joko dengan suara tersendat di lantai. Seketika berusaha menatap ke arah Ivan. "I-ivan... tolong Ibu dan Bapakm, Nak... selamatkan kami... " ucap Yuni menambahi suaminya. Kini keduanya begitu tidak peduli dengan luka yang didapatkan. Mereka berdua yakin jika Ivan akan datang untuk meny
Felix tidak suka dikatai pengecut. Tentu hal itu ditunjukan padanya. Felix pun berjalan lebih dekat ke arah Ivan. Kini, wajah keduanya berhadap-hadapan. Hanya satu jengkal saja jaraknya. "Siapa yang kau maksud pengecut itu, bajingan?!" ucap Felix dengan gigi gemeretak. Setelah mengatakan hal itu, dengan sangat kurang ajar Felix menyemburkan asap rokok di wajah Ivan. Hal tersebut membuat Ivan naik pitam. Namun, Ivan memilih memalingkan muka, menghindari semburan asap rokok tersebut. Ivan sengaja menahan emosinya, memilih akan menghadapi Felix dengan kepala dingin. Sebab, ia sudah menyiapkan rencana untuk menghajar pria itu. Selain itu, keadaan dirinya saat ini tidak memungkinkan untuk ia langsung bertindak menyelamatkan kedua orang tua pura-puranya dan memberi pelajaran kepada Felix. Juga ada belasan anak buah Felix yang semuanya memegang senjata dan sedang diarahkan kepadanya. Setelah terdiam beberapa saat, Ivan membuka mata, kembali menatap Felix yang kini juga teng
Felix dan Jonathan sedang menertawakan ancaman Ivan barusan yang mereka berdua anggap hanya bualan semata. Tidak hanya itu, keduanya juga kian menjadi-jadi menghina dan merendahkan Ivan. Sementara itu, Joko dan Yuni yang masih tergeletak di lantai berusaha saling pandang. Padahal apa yang dikatakan Ivan sungguhan. Bukan hanya bualan semata!Tentu, Felix dan Jonathan tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan Ivan. Keduanya pun memilih diam, mempercayakan Ivan sepenuhnya jika dapat menghadapi dua orang jahat itu dan membalas perbuatannya meskipun hanya seorang diri tanpa senjata. "Kau mau aku melepaskan kedua orang tua miskinmu itu, bukan?" tiba-tiba, setelah tawa menghina mereda, Felix angkat bicara.Sambil menghisap rokok dengan nikmat dan penuh kepuasaan. Ivan sendiri masih bergeming di tempat dengan tatapan begitu dingin, "Kedatanganku ke sini memang untuk melepaskan kedua orang tuaku darimu! Tapi, tidak dengan cara memohon padamu!"Felix mengernyitkan ke
Felix, Jonathan dan dua anak buah tersisa seketika menghentikan aksi bejat yang dilakukan terhadap kedua orang tua pura-puranya Ivan. Detik berikutnya, mereka membelalak. Senyum jahat beberapa saat lalu yang tampak menghiasi bibir masing-masing mendadak pudar. Juga tawa menggelegar yang memenuhi atmosfer gedung lantai tersebut ikutan terhenti dan digantikan dengan sunyi senyap. Bagaimana tidak, anak buah Felix yang berjumlah sepuluh orang, berjejer di kanan-kiri mereka. Dari leher masing-masing orang itu, darah merembes keluar. Lalu secara bersamaan, mereka semua ambruk ke lantai. Diikuti bunyi senjata berkelontangan. Setelah itu, Felix, Jonathan dan dua anak buah tersisa menatap bingung ke arah Ivan yang kini masih berdiri di tempatnya dengan tersenyum miring. Bagaimana mungkin semua anak buah Felix tiba-tiba mengeluarkan darah dari leher dan ambruk? Apa yang terjadi? Semua orang juga akan menebak jika Ivan akan tunduk pada Felix sebab orang tuanya yang telah berada di tanga
Tidak ada gelak tawa meremehkan dan merendahkan seperti sebelumnya. Apa yang barusan dilakukan oleh Ivan itu berhasil membuat mereka merasakan ketakutan seraya menelan ludah susah payah. Sementara Joko dan Yuni yang sebelumnya juga sama terkejutnya mengernyitkan kening, lantas saling pandang. Mungkin kah... "Bagaimana mungkin sebuah kartu bisa membunuh orang, Om? Memangnya terbuat dari apa kartu itu?!" ucap Felix heran dengan suara tercekat. Jonathan, tanpa menoleh ke belakang menimpali, "Entah lah, Lix. Yang pasti, kartu yang digunakan oleh Ivan bukan kartu biasa. Kita harus segera mengeceknya!" Dengan napas memburu sekaligus tidak karuan, mulut Jonathan kembali bicara, "Kau tidak lihat bagaimana pria itu membunuh anak buahmu tadi, Felix? Dia melakukannya dengan sangat cepat! Dan hebatnya, tidak hanya satu orang saja, melainkan semuanya! Sepertinya, benar apa kata orang tuanya jika dia bukan orang sembarangan. Kita harus berhati-hati padanya!" Felix termangu mendengar penjel
"Mulai sekarang, jabatan anda saya copot! Anda sudah bukan lagi Kepala Polisi Kembangan Selatan! Selain itu, anda juga telah diblacklist dari kepolisian!" Mendengar nada yang begitu menggelegar, Jonathan hanya bisa menggeleng tidak percaya setelah sebelumnya terbelalak. Ia sungguh dipecat? Jabatannya sebagai kepala polisi telah dicopot? Juga telah diblacklist dari kepolisian? tanya Jonathan kepada dirinya sendiri. "Apa kesalahan saya sehingga saya langsung dipecat, Ndan? Saya tidak melakukan kesalahan besar! Saya hanya... " Jonathan berpikir demikian sebab begitu tidak masuk akal jika pemecatan dirinya hanya karena disuruh oleh seorang kepala sekolah yang sama sekali tidak berpengaruh. Meski pun ia mulai memikirkan bahwa Ivan bukan orang sembarangan. Ia, ingin memastikan hal tersebut. Dengan suara dan bibir bergetar, mulut Jonathan kembali bicara, "Apakah Komandan memecat saya karena disuruh oleh salah satu kepala sekolah bernama Ivan?" Jonathan sesekali menatap ke arah Iva
Selang sebentar saja, muncul lima orang yang merupakan tukang pukul Ivan dilengkapi senjata di tangan masing-masing segera mengarahkannya kepada Felix, Jonathan dan dua anak buah tersisa yang membuat mereka seketika terperanjat. Jonathan sendiri yang kini masih bersimpuh di lantai begitu tampak tidak peduli dengan kedatangan mereka sebab ia sudah pasrah, tengah meratapi nasibnya. Apakah mereka anak buah yang dipanggil Ivan? Tapi, anak buah siapa mereka? Terang saja Felix cemas bukan main. Itu artinya anak buah yang berjaga di bawah sudah dihabisi. Demikian, ia sudah tidak punya anak buah lagi untuk dapat melindunginya. "Buang senjata kalian!!!" titah salah satu dari tukang pukul itu dengan kasar sekaligus lantang. Terpaksa, Jonathan dan dua anak buah Felix tersisa langsung melempar senjata. Lalu, mengangkat tangan tanda menyerah. Kini Felix tidak bisa bertindak gegabah terhadap kedua orang tuanya Ivan sebab situasi dengan cepat berbanding terbalik. Sampai-sampai
"Kakek akan membelamu jika kamu benar!" Di ujung ponsel, napas Kakek Rahardian tersenggal, menandakan bahwa emosi orang tua itu tengah meledak-ledak. "Sekarang, lepaskan kedua orang tuanya Ivan dan memohon lah padanya! Katakan jika kau sangat menyesal! Jika kau tidak mau melakukannya, kakek sudah tidak sudi menganggapmu sebagai cucu lagi! Mengerti?! Setelah itu, segera temui Kakek dan siap-siap saja kau akan mendapatkan hukuman, Felix!" Mendapatkan nada yang begitu menggelegar, wajah Felix berubah masam. Lalu, ia mengusap wajah dengan kasar. Memohon dan meminta maaf kepada Ivan? Yang benar saja! Jelas ia tidak sudi melakukannya. Namun tiba-tiba Felix menjadi cemas. Hukuman apa yang akan ia dapatkan? Namun, Felix buru-buru menghalau kecemasaannya. Berusaha menenangkan diri. Paling-paling Kakeknya hanya menggertak saja. Tidak akan memberikan hukuman berat. Seusai menelfon Kakeknya, Felix langsung menatap Ivan tajam, sorot matanya sarat akan kebencian. Wajahnya
"Di mana kau membeli Lamborghini keluaran terbaru edisi terbatas ini, Van?!" Tiba-tiba, suara Felix memecah hening yang sedang terjadi. Felix yang suka mengoleksi mobil super, mobil sport dan mobil mewah, sedikit banyak memiliki relasi dengan boss-boss pemilik showroom yang menjual mobil-mobil tersebut. Namun, mobil-mobil yang dikoleksi Felix hanya berkisar rentang harga antara 1,5 sampai 3 miliar saja. Belum ada yang harganya mencapai puluhan miliar. Tentu saja, hal itu membuat Felix merasa iri sekaligus terkejut. Sebenarnya, ia juga mengincar mobil Lamborghini keluaran terbaru edisi terbatas itu dan ingin membelinya. Namun, sebab uang yang dimilikinya tidak cukup, bahkan masih kurang banyak, membuatnya hanya bisa mengaguminya. Ditengah tatapan tidak percaya itu, Ivan berkata, "Di showroom fame motorcars," Sontak saja, jawaban Ivan membuat semua orang terhenyak. Bagaimana tidak, itu adalah showroom terbesar di negara Ferania ; tempat para pejabat, artis dan konglomerat m
"Jika alasannya demikian, maka, tidak ada keraguan lagi bagi kami berdua sekarang untuk tidak menerima bantuan dari anda, tuan muda Charles, dari keluarga Fairuz," ucap Doni, "mohon bantuannya untuk kami menghadapi tuan muda Ivan!" "Kami begitu tidak siap, tuan muda Charles dengan apa yang kini tengah terjadi. Pun sebelumnya, kami tidak menduga jika kasus itu akan naik kembali ke permukaan dan keluarga Graha lah yang mengusutnya! Tentu, kami tidak akan bisa menghadapinya. Tapi, dengan bantuan anda, kami yakin, kami akan bisa melawan keluarga Graha!" ucap Samuel menambahi Doni. Mendengar jawaban dari keduanya, Charles menyeringai sambil menghisap rokoknya. "Keputusan yang tepat tuan Doni dan tuan Samuel," "Jadi, mulai sekarang, kalian tidak perlu khawatir, tidak perlu takut lagi kepada keluarga Graha, karena ada kami di belakang kalian!" Tentu saja mereka berdua akan menerima bantuan darinya, sebab tidak ada pejabat tinggi, keluarga pebisnis sekaligus mafia di negara Ferania yan
Sedangkan Herlambang, Hesti dan Irene, mereka menatap Ivan dengan ekspresi wajah buruk. Bagaimana tidak, Ivan kini semakin berani di depan mereka, tanpa mempedulikan keberadaan sang kepala keluarga. Juga, merasa berkuasa di keluarga mereka. Seakan-akan, mereka harus tunduk dan takut pada apa yang dikatakannya. Padahal, yang seharusnya bersikap seperti itu adalah dirinya. Ini tidak boleh dibiarkan! Soal Ivan dan Susan yang memberi maaf dan ampunan kepada Felix, mereka tidak terlalu mempedulikannya. Sebab, sejatinya mereka tidak mau merasa bersalah dan kalah dari Susan mau pun Ivan. Kini, dengan pandangan tertunduk ke bawah, Felix menggertakan giginya, serta kedua tangannya yang tengah terkepal kuat. Namun, ia tidak bisa bertindak gegabah saat ini karena malah akan memperburuk suasana. Alhasil, ia hanya bisa memaki Ivan dalam hati dan menahan amarah yang membara. Setelah berhasil menguasai diri, Felix mendongak. Lalu, menatap Ivan sembari mengangguk dan berkata, "Aku ja
Sementara itu, di tempat lain, tampak Doni dan Samuel yang tengah saling menenggak minuman alkohol dengan wajah buruk di sebuah bar terkenal. Setelah beranjak dari kediaman keluarga Graha yang tentu saja pergi dalam keadaan panik dan bingung bukan main. Alhasil, mereka berdua pun singgah di bar tersebut. Selain untuk sekadar menenangkan diri, keduanya hendak membahas apa yang dibicarakan dengan tuan muda Ivan tadi dan mencari solusi. "Apa yang harus kita lakukan, Tuan Doni?" ucap Samuel dengan mulut dan suara bergetar, "sepertinya, tuan muda Ivan tetap mencurigai kita berdua dan tidak percaya bahwa pelakunya adalah Mahendra!" Doni mendecakan lidah, "Buntu, Samuel! Aku tidak tahu apa yang harus kita lakukan! Ini mendadak sekali, kita begitu tidak siap..." Mendengus kesal, mulut Doni kembali bicara, "Jika sudah berhadapan dengan keluarga Graha, kita sudah tidak akan bisa berkutik!" Hal tersebut membuat wajah Samuel semakin pucat. Samuel, sambil menelan ludah berkata, "Itu a
Kakek Rahardian menatap tajam ke empat orang itu secara bergantian. "Aku tidak mau mendengar lagi dari mulut kalian yang mempermasalahkan status Ivan yang hanya berprofesi sebagai guru, kepala sekolah dengan gaji kecil dan pria miskin yang dianggap tidak berguna di keluarga kita!" "Toh, pria yang kalian hina-hina dan kalian rendahkan itu ternyata memiliki uang yang lebih banyak daripada kalian, bukan?! Memiliki mobil yang lebih mahal dan mewah daripada milik kalian? Bahkan, bisa langsung meminjamkan uang satu triliun saat itu juga kepada perusahaan besar seperti perusahaan kita!" Mendengar nada yang begitu menggelegar, anggota keluarga Rahardian yang dimaksud itu hanya bisa termangu dan membeku di tempat duduk masing-masing. Masih menggertakan giginya, mulut kakek Rahardian kembali bicara, "Aku tahu, kalian tidak sungguhan senang mendengar kabar Susan hamil. Maka dari itu, jika kalian berani mencoba mencelakai Susan dan bayi yang sedang dikandungnya. Maka, aku tidak akan mengangg
Tiba-tiba, kening kakek Rahardian berkerut saat melihat raut muka para anggota keluarganya yang seperti tidak menunjukan reaksi senang. Lalu, ia pun menatap tajam ketiga orang itu sekaligus Felix yang berdiri diantara mereka semua secara bergantian. "Kenapa kalian tampak tidak senang dengan kabar kehamilan Susan?" Perkataan kakek Rahardian tersebut seketika langsung membuyarkan lamunan keempat orang itu. Kemudian, keempatnya gelagapan, "Memang kami tidak senang...!!!" Namun, tentu saja, ungkapan itu tidak sampai terlontar keluar dari mulut mereka masing-masing. Bagaimana mungkin mereka senang, mereka sudah sangat membenci Susan dan Ivan. Dulu, benci karena pernikahan mereka berdua. Jika sekarang, benci karena mereka berdua yang semakin mendapat tempat di hati kakek Rahardian. Apalagi Susan sampai hamil yang pasti akan mengancam posisi anggota keluarga yang lain! Demikian, mereka tidak akan bisa membuat jabatan Susan lengser! Selain itu, Ivan yang telah berkontribusi besa
Lebih mengesalkannya lagi adalah, Felix diawasi dengan ketat oleh orang-orang suruhan kakeknya. Ditambah, Herlambang dan Hesti yang tidak diizinkan menjenguk atau pun memberi segala kebutuhannya Felix. Kakek Rahardian memperingati keduanya jika sampai melanggar, maka, hukuman Felix akan diperpanjang. Bahkan, ditambahi. Oleh karena itu, meski tidak tega, juga berat merelakan anaknya yang harus hidup selayaknya orang miskin. Keduanya memilih mematuhi perintah sang Ayah. Sementara itu, selain untuk memberi efek jera, kakek Rahardian sekalian ingin mendidik cucunya dengan kehidupan yang keras, sebab anak itu begitu dimanja oleh kedua orang tuanya. Malam ini, Felix pulang, sebab akan ikut keluarganya menghadiri acaranya Susan dan Ivan. Hesti, dengan ekspresi wajah tidak berdaya berkata, "Di hotel nanti, memohon lah dengan sungguh-sungguh pada kakekmu, Felix. Supaya kakek iba dan meringankan hukumanmu. Syukur-syukur, bisa langsung mencabutnya! Juga, kepada Susan dan Ivan!" Felix me
Doni dan Samuel yang tidak mau mengaku, malah mengumpankan orang lain, menjadikannya kambing hitam, akhirnya Ivan pun memutuskan menghentikan interogasi dan melepaskan mereka berdua. Sebab, Ivan yang belum menghadirkan orang-orang suruhan yang terlibat di hadapan keduanya kali ini. Tentu saja, Ivan tidak percaya dengan apa yang mereka berdua katakan. Bagaimana tidak, ia telah memiliki bukti-bukti kuat yang mengarah bahwa Doni adalah otak dibalik kejadian 18 tahun silam itu! Bagaimana jika mereka berdua kabur? Berbuat macam-macam? Malah menyerang balik? Karena dibiarkan pergi? Ivan tidak cemas, sebab ia memiliki rencana. Ivan akan memerintahkan orang-orang untuk memantau dan mengawasi mereka berdua dengan ketat. Jika mereka berdua bertindak gegabah, Ivan akan segera tahu. Sebelum Doni dan Samuel beranjak dari kediaman keluarga Graha, Ivan dan para bawahannya mengancam mereka untuk tidak berbuat macam-macam atau mereka berdua akan menerima akibatnya! Nantinya, Ivan akan meman
Tentu saja mereka berdua menjelaskan demikian, sebab keduanya berpikir bahwa Ivan telah menyelidiki kasus itu sebelumnya. Juga, pasti mengetahui jika ada banyak hal janggal! Jika tidak, mana mungkin putra tunggal keluarga terkaya di negara ini memanggil mereka berdua untuk diintrogasi? "Apa yang kalian jelaskan itu sama persis dengan apa yang diberitakan! Aku tidak butuh penjelasan seperti itu!" ucap Ivan sinis. Kemudian, Ivan membusungkan dada sambil menatap keduanya tajam secara bergantian. "Langsung to the poin saja, aku sedang mengusut kasus itu dan menemukan banyak kejanggalan. Kakek Rahardian dan istriku percaya bahwa Natasha tidak meninggal karena terseret arus, melainkan diculik oleh saingan bisnis Malice yang bertujuan untuk merenggut kebahagiaan keluarga mendiang Pak Robin!" "Sebenarnya, kunci utama adalah pada mendiang Pak Robin dan istrinya. Tapi, mereka berdua sudah meninggal. Jadi, kami tidak bisa langsung tahu apa yang sebenarnya terjadi. Meski demikian, bagik