Liza buru-buru beranjak dari sana. Sesampainya di kamar, ia berjalan mondar-mandir. Ia terlihat sedang cemas.
'Apa benar itu adalah Meika?''Apa dia berhasil lolos? Tapi kenapa dia tidak langsung pulang ke sini saja?''Apa wanita itu punya rencana lain?'Begitu banyak pertanyaan yang muncul di benaknya. Liza kemudian menelepon seseorang. Namun, nomor yang dihubungi tidak aktif."Bisa-bisanya saat keadaan gawat seperti ini, dia malah tidak bisa dihubungi!" geramnya.Liza lalu duduk di kasur, dengan kesal ia melempar bantal.***"Arland, siapkan saja semua dana untuk membayar kerugian ini," pinta Azkara."Baik, Tuan Muda!"Arland lalu beranjak pergi membawa beberapa berkas dokumen yang sudah ditandatangani oleh Azkara.Saat hendak berbelok arah ke kanan koridor, tiba-tiba muncul tangan seseorang di balik tembok koridor tersebut yang mencegatnya. Ia sontak berhenti. Hampir saja dadanya mengenai tangan itu. Orang di balik tembok akhirnya keluar berdiri tepat menghadapnya."Emm ... dengar! Aku ... aku ingin meminta foto Meika. Maksudku, foto yang sudah diambil oleh anak buahmu. Foto yang kau tunjukkan pada Azkara tadi."Arland yang mendengar ucapan Liza, menaikkan sebelah alisnya. Pertanda ia sedang bertanya pada nona di hadapannya."Heh! Apa itu! Turunkan alismu!" tegur Liza.Ia kembali berkata, "Yaa .... Tanpa kuperjelas lagi, kurasa kau sudah tahu kenapa aku meminta fotonya. Maksudku, kenapa aku bisa tahu kalau kau menunjukkan foto itu pada Azka. Tentu kau tau kenapa aku bisa mengetahuinya bukan?""Jangan berbelit-belit, Nona!" ucap Arland dengan tegas dan wajahnya yang tanpa ekspresi itu."Bisakah kau mengirimkan foto itu kepadaku?" pinta Liza."Maaf, Anda bisa memintanya langsung dari Tuan Muda," tolak Arland."Tidak! Kau tahukan jika dia tidak suka dengan orang yang menguping. Itu sama saja dengan perbuatan tidak sopan dan lancang. Dia akan marah padaku. Ayolah! Kau hanya perlu mengirim foto itu saja. Setelahnya, aku tidak akan meminta apa pun lagi darimu," bujuk Liza.Arland masih diam tanpa merespon apa pun. Melihat itu Liza tak menyerah, ia kembali memelas dengan wajah yang sangat terdesak."Please, bantu aku!" ucapnya memelas."Untuk kejadian pagi tadi, aku minta maaf. Oke? Karena aku sudah minta maaf jadi kirimkan padaku foto itu sekarang juga," pintanya lagi."Kau tahu aku orangnya bagaimana kan? Ini demi adikku. Aku terlalu overprotective terhadapnya," ujar Liza kembali. Ia menatap lekat wajah pria di hadapannya.Merasa tak nyaman dengan tatapan Liza, Arland buru-buru beranjak dari sana. Namun, sebelum pergi ia mengatakan sesuatu."Nona, Anda bisa memintanya langsung pada Tuan Azka. Lagi pula, saya tidak menyimpan nomor Anda. Saya permisi!" ucapnya.Liza dengan cepat mendorong tubuh Arland hingga membentur dinding. Arland kaget sampai berkas-berkas yang dibawanya jatuh ke lantai. Kini mereka saling berhadapan. Liza memegangi kedua tangan Arland dan menempelkannya ke dinding.Arland melirik bergantian kedua tangannya yang sedang di pegangi Liza. Ia menatap tajam wajah wanita di hadapannya yang kini juga sedang menatap dirinya."Jika kau tidak bisa dimintai secara baik-baik! Maka aku akan menggunakan cara lain," ancam Liza.Dengan sekali berontak, tangannya berhasil terlepas dari genggaman Liza. Liza pun mundur satu langkah darinya. Arland bergegas mengambil berkas-berkas yang jatuh dengan kesal.Liza masih terus memandangi Arland sembari berpikir keras bagaimana pun ia harus mendapatkan foto Meika tanpa harus memintanya dari Azkara.'Aku harus bisa membujuk pria ini. Hanya dia yang bisa memberikanku foto itu!' ucap Liza dalam hati.Begitu Arland berdiri dan hendak pergi, Liza kembali menghadang jalan pria itu. Arland benar-benar muak menghadapi Liza, ia pun menghela napas dengan kasar."Apa susahnya bagimu untuk mengirimkan foto itu padaku, hah?! Aku hanya ingin melihatnya. Aku penasaran, aku ini sangat kepoan," paksa Liza.Liza kembali berkata, "Baiklah. Aku akan bacakan nomorku dan kau bisa menyimpannya atau jika kau mau, kau saja yang bacakan nomormu lalu aku yang akan menyimpannya."Liza kemudian membuka ponselnya. Melihat itu, Arland buru-buru pergi dari sana sembari berkata, "Nona, saya harus menemui Nyonya besar. Permisi!"Pandangan Liza masih tertuju ke layar ponselnya karena mencari ikon kontak nomor. Mendengar Arland berkata demikian, ia pun langsung menoleh mencari Arland yang sudah pergi menuruni tangga."Menjengkelkan sekalia dia!" cibir Arland dengan suara pelan, perlahan ia menuruni anak tangga dengan raut wajahnya yang kesal. Ia juga merapikan jasnya yang sedikit berantakan akibat ulah Liza."Heyy!" Liza berteriak memanggil Arland."Kenapa dia susah sekali dibujuk!" rengeknya.Ia kemudian berkacak pinggang. "Tunggu dulu, tadi apa kata dia? Dia bilang ingin menemui Nyonya Besar? Oh, jadi dia ingin menemui Mama.""Lihat saja akan kuberi kau pelajaran, Arland!" ucapnya tersenyum. Liza lekas pergi menyusul Arland ke bawah.***Arland menemui Nyonya Besar yang sudah menunggunya di taman rumah. Namanya adalah Mahira Sevana, ibunda dari Azkara dan Liza.Ia menampilkan senyumnya kepada Nyonya Besar. "Hal apa yang ingin Nyonya Besar bicarakan dengan saya?" tanyanya."Bagaimana dengan Meika?" tanya Mahira. Ia memperbaiki posisi duduknya menjadi semakin anggun."Nyonya Meika masih dalam proses pencarian, Nyonya Besar.""Apakah kalian melibatkan polisi?""Untuk saat ini belum, Nyonya, karena kami sudah mengetahui letak posisi keberadaan Nyonya Meika.""Benarkah?""Benar, Nyonya. Beberapa anak buah masih mengejar dan mencari Nyonya Meika.""Kalian kehilangan jejaknya?""Iya, Nyonya. Tapi menurut informasi, Nyonya Meika masih berada di kota Z. Jadi akan lebih mudah untuk menemukannya.""Hhmmm, baiklah. Apa kau bisa melakukan perintahku?""Perintah apakah itu, Nyonya?""Jika bisa jangan sampai kalian menemukan Meika!" katanya dengan nada ketus.Arland terkejut. "Maksud Nyonya?" tanyanya tak percaya."Aku tidak menyukai wanita itu! Kau tau seberapa bucinnya putraku kepadanya. Malangnya putraku itu tidak tahu watak asli Meika. Aku terpaksa menerima pernikahan mereka. Namun, kau lihat sendiri, kan, Arland? Kini takdir yang memisahkan mereka meski sudah menikah." timpal Mahira. Ia menyeruput kopi hitam Arabic Premium sembari memejamkan matanya menikmati tegukan demi tegukan air kopi yang melewati kerongkongannya."Duduklah, Arland! Kau tidak perlu terlalu formal saat berada di rumah ini. Ini minumlah kopinya," perintahnya sambil menyodorkan secangkir kopi pada Arland.Arland lantas menerima secangkir kopi tersebut lalu duduk dan meminumnya. "Terima kasih, Nyonya Ira!" ucapnya."Nyonya, melihat keadaan Tuan Muda saat hilangnya Nyonya Meika, saya merasa sedih. Tidak terlihat semangat dan senyum ceria di wajah Tuan. Ia bilang pada saya bahwa malam ini adalah batas terakhir menunggu informasi tentang istrinya dari anak buah kami. Jika Nyonya belum ditemukan malam ini juga maka Tuan Azkara lah yang akan mencarinya langsung," sambungnya."Apa? Azkara terlalu dibudakkan oleh cinta! Kenapa kami harus berada di posisi ini. Seharusnya mereka tidak pernah bertemu!" Mahira mengomel kesal.Wanita bersanggul itu kemudian meletakkan cangkir kopinya."Maaf, Nyonya Ira. Mengapa Anda begitu membenci Nyonya Meika?""Apa kau ingin tahu penyebabnya?" tanya Mahira. Arland mengangguk. "Iya, Nyonya.""Arland, bukankah kau tahu bahwa aku tidak membenci sembarang orang tanpa sebab yang fatal. Meika yang kelihatan polos itu benar-benar telah menyakitiku sebagai seorang ibu!" sergah Mahira."Dia memaksaku agar menyetujui pernikahannya dengan Azkara karena rahasiaku yang diketahuinya. Dia menjadikan itu sebagai senjata untuk mengancamku. Apa kau masih berpikir dia wanita tulus dan baik?""Rahasia?" tanya Arland."Ya, aku akan mengatakannya padamu. Aku rasa kau adalah orang yang tepat untuk kuberitahu. Aku mempercayaimu, Arland. Kuminta setelah kau mendengarnya, jangan beritahukan pada siapapun termasuk Azkara dan Liza.""Tapi kenapa, Nyonya Ira? Kenapa mereka tidak boleh tahu?""Mereka mungkin akan terluka," jawab Mahira. Sesaat ia termenung mengingat kejadian dua puluh delapan tahun s
"Baiklah, aku punya sesuatu untukmu," imbuh Oliv."Apa?"Oliv mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya yang membuat Yasmin semakin heran."Botol parfum?" tanya Yasmin. Sedari tadi ia terus memperhatikan botol di genggaman Oliv."Iya! Ini bukan sembarang botol parfum.""Tapi kenapa warna airnya begitu?" Jarinya menunjuk botol parfum.Oliv meletakkan botol itu di meja. "Ini isinya bukan parfum atau air bibit wangi, melainkan air cabai." "Untuk apa kau membawanya?" Yasmin tercengang tak mengira Oliv bisa menyediakan benda seperti itu di dalam tas. Ia sebenarnya sempat melihat di televisi dan sosmed mengenai botol parfum atau botol semprot yang diisi air cabai sebagai senjata wanita saat bepergian. "Untuk jaga-jaga. Ini bisa jadi senjata pamungkas bagi seorang wanita. Apalagi jika sendirian. Tidak mungkin, kan, kalau kita pergi kemanapun harus membawa pisau atau pistol? Jadi lebih baik pakai ini saja. Kita bisa membawanya di dalam tas. Tapi, tetap harus hati-hati jangan sampai tertukar. N
"Tidak. Aku sengaja tidak memberi tahu Mama. Mama pasti tidak akan mengizinkan karena kondisi mental dan fisikku. Semalam saja Mama terus menyuruhku untuk istirahat akibat obat tidur dan ledakan itu, padahal aku baik-baik saja. Kuminta jangan beritahu siapa pun. Untuk pekerjaan di kantor pusat Kak Liza dan kau yang meng-handle," tutur Azkara. Arland tak habis pikir, kenapa seorang suami harus diam-diam pergi untuk mencari istrinya. "Azkara, kau pergi dengan siapa?" tanya Arland. "Beberapa ajudan dan seorang supir.""Aku akan beri tahu Akbar supaya mereka tidak usah kembali ke sini. Biar mereka tetap di sana saja menunggumu. Mereka yang terlebih dulu tahu info tentang istrimu.""Baiklah, ide yang bagus!" Azkara menaiki tangga menuju pintu perpustakaan diikuti oleh Arland di belakangnya. Saat mereka mendekat, pintu terbuka otomatis. Pintu tersebut terbuat dari mirror glass dengan ukuran besar dan tinggi. Dari dalam bisa terlihat dengan jelas keadaan di luar ruangan.Lain halnya jika
Aldrich sudah tiba di mension. Ia membuka bagasi lalu menggendong Yasmin yang berada dalam kantung jenazah. Pintu mension dibukakan oleh pengawal. Ia masuk kemudian menaiki tangga menuju lantai dua. 'Menyebalkan! Bisa-bisanya dia menempatkan kamar wanita ini di lantai atas,' omelnya dalam hati. Setibanya di kamar, ia membaringkan Yasmin di kasur pasien. Datanglah dua orang perawat yang membantunya mengeluarkan Yasmin dari kantung janazah.Kamar itu berisikan alat-alat medis seperti di kamar rumah sakit pada umumnya. Bahkan yang ada di kamar itu jauh lebih lengkap. Sekarang Yasmin sedang ditangani oleh seorang dokter dan dua perawat. ***Aldrich sedang menunggu seseorang di lantai bawah. Ia meregangkan otot-ototnya. Menggerakkan kepalanya ke kanan dan ke kiri sehingga menimbulkan bunyi gemeretak. Orang yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. "Oh, Aldrich! Ternyata kau sudah sampai. Di mana Yasmin? Apa dia telah tiada?" tanya seorang wanita dengan gaun hitam yang melekat di tubuhnya. S
"Azkara!" panggil Liza sekali lagi. Ia mengitari kamar adiknya. Mengecek ke kamar mandi dan balkon. Tak jua didapatinya keberadaan sang adik. Pantang menyerah, dia lalu mendatangi seluruh ruangan di lantai dua. Hasilnya nihil. Ia kembali ke kamarnya dan menghubungi Azkara. Namun, nomornya tidak dapat menerima panggilan. "Dia tidak ada di mana pun. Ditelepon juga tidak aktif. Kemana dia selarut ini? Arland, dia pasti tahu ke mana Azkara." Ia kembali turun untuk menemui Arland. Bukannya permisi atau mengetuk pintu, Liza malah menerobos masuk begitu saja."Kau tahu kemana Azkara pergi? Dia tidak ada di kamarnya.""Dia pergi untuk mengurus suatu hal yang penting," jawab Arland. Matanya menahan kantuk. "Iya, tapi kemana, hah? Jangan bilang kalau kau tidak akan memberitahuku. Dengar! Aku berhak untuk tahu.""Saya sudah berjanji padanya untuk tidak memberitahu siapa pun.""Ya ampun! Jangan bilang karena alasan itu makanya Azkara menyuruhmu untuk tinggal di sini kembali.""Saya hanya tingg
Azkara tengah berada di restoran hotel G Foresst bersama dua ajudannya. Ia menanti kehadiran Zayyan sang polisi yang ditugaskan untuk mencari Meika. CEO tampan itu tidak memakai pakaian resmi. Ia terlihat santai dengan gaya berpakaiannya. Hoodie abu-abu dan celana spot panjang dengan warna yang senada. Sepatu kets putih melekat di kakinya. Tentunya semua barang tersebut dari brand terkenal. Dia juga memakai masker agar tak mengundang banyak perhatian. "Selamat pagi, Tuan Muda Azkara Arghantara! Senang bisa bertemu dengan Anda." sapa Zayyan ramah. Ia mengulas senyum serta tangan kanannya terulur kepada Azkara. Azkara menjabat tangan Zayyan. "Selamat pagi, Pak Zayyan. Senang juga bisa bertemu dengan Anda. Maaf jika saya harus memakai masker seperti ini." "Tidak masalah, Tuan. Anda juga harus tetap menjaga privasi Anda di khalayak ramai."Mereka berdua kemudian duduk membahas topik penting yang menjadi tujuan Azkara datang ke sana. "Langsung saja, Tuan Azkara. Saya akan berusaha me
Orang yang menghubunginya malah menjawab dengan bahasa korea. 'Astaga! Mau apa orang ini, aku tidak bisa bahasa Korea,' batin Liza. Walau tidak bisa, tapi dia sedikit tahu beberapa kata dan logat Korea.Liza bertanya dalam bahasa Inggris, "Who are you? Do you know me?" (Siapa kau? Apa kau mengenalku?)"Hhmm," balas pria yang meneleponnya. Respon penelepon misterius itu berhasil membuat Liza geram. Bisa dipastikan tensinya naik sekarang. "If nothing is important, you better not call!" (Jika tidak ada yang penting, Anda sebaiknya tidak menelepon!) hardik Liza yang sudah kesal. Sebelum Liza memutus panggilan, penelepon itu berkata, "Kim Malvin!""What? Malvin, is that you?" (Apa? Malvin, Kaukah itu?) tanya Liza tak percaya. "Menurutmu siapa lagi? Sorry, aku baru bisa menghubungimu karena pagi tadi aku baru saja tiba di Seoul." Malvin berdiri dekat jendela, melihat pemandangan kota sembari meneguk teh favoritnya. "Thanks, Liz. Berkat bantuanmu aku bisa membawa Meika ke sini. Tenang s
"Iya, aku membekap Meika pakai itu," jawab Zea. "Sebentar lagi Meika pasti tertidur. Sapu tangan yang kuberi padamu disemprot bius. Tunggulah beberapa menit lagi, pasti akan bekerja.""Semoga bius itu cepat bekerja. Bagaimana kau akan menikahinya jika dia saja seperti itu? Dia tidak akan mau menikah denganmu.""Jika dia tidak mau, aku akan memaksanya.""Oh, astaga! Pernikahan paksa." Zea memasang wajah pura-pura kaget. "Percayalah, dia tidak akan rugi menikah denganmu. Kau juga tak kalah kaya dari Azkara. Selain mengejar cinta, Meika juga mengejar harta," katanya lagi."Meika dulu sangat sombong. Sekarang kita lihat, dia akan termakan oleh ucapannya sendiri." Malvin tersenyum lalu berjalan menuju kamar Meika.***Aldrich menguap berulangkali, pasalnya ia kurang tidur. Malam tadi, pria itu tidak bisa memejamkan mata walau ia terus memaksa. Dia kepikiran saat menabrak Yasmin dengan sengaja hingga begitu parah. Dokter memeriksa kondisi Yasmin. Tangannya membuka mata Yasmin yang tengah