Dua hari berlalu, Argen masih berhasil mengendalikan diri, dengan cara sederhana. Membatasi diri melihat Ana, hanya melihat gadis itu di pagi hari. Masalah berhentinya pasokan buah ke semua cabang Domaz Group memberinya alasan pulang hingga jam 2 dini hari. Dengan rasa lelah dan muak selepas kembali dari rumah kakek, dia mendapati sepi menyambut kepulangannya. Lampu sudah dipadamkan. Dia memang melarang Ana menunggunya, dan gadis itu sepertinya patuh mendengarkan. Walaupun terselip sedih, karena berharap Ana menunggunya.Sial, aku ingin dia menungguku karena merindukanku, tapi aku juga tidak mau dia menungguku.Argen membuka pintu kamar Ana.Dia kan tidak melarang ku masuk ke kamarnya. Gumamnya mengusir rasa bersalah.Ana sedang terlelap, di dalam selimut yang berantakan. Tubuhnya melintang, tidak tidur di atas bantal. Dia bergerak beberapa kali, saat Argen berdiri memandanginya.Kenapa cara tidurnya menggemaskan begitu.Argen menunduk membetulkan selimut, karena tidak bisa menahan d
Pagi kembali menyapa.Ana membantu bibi menyusun makanan di meja makan. Seorang wanita paruh baya yang cekatan bekerja. Dulu, bibi hanya bekerja seminggu dua kali membersihkan rumah Argen. Namun sejak hari ini, sepertinya dia akan datang setiap hari, karena tugas baru memasak sarapan.Ana sudah tampak rapi. Dia juga akan pergi ke kampus hari ini. Saat Argen keluar dari kamarnya, Ana melihat gurat lelah di mata suaminya."Kakak nggak papa? Semalam pulang jam berapa?" Duduk di kursinya. "Kak Argen keliatan capek banget." Ana menarik tangannya yang ingin menyentuh tangan Argen. Jangan menyentuh Kak Argen sembarangan Ana!"Ada sedikit masalah di kantor, maaf ya. Kau tidur dengan nyenyak." "Jangan lupa makan siang ya Kak, walaupun Kak Argen banyak pekerjaan."Aku ingin menciumnya, rasa lelah ini pasti hilang.Argen melihat ke arah bibi yang berdiri tidak jauh dari meja."Kalau kau sudah selesai, keluarlah.""Baik Tuan Muda, selamat menikmati sarapan Nona." Dia menundukkan kepala. Ana bah
"Tangan Kak Argen sini." Argen yang sedikit bingung menyodorkan tangannya. Gelagapan saat Ana meraihnya dan mencium tangannya, menempelkan tangannya ke pipi. Wajah dan telinganya langsung memerah. Nafasnya naik turun dengan cepat."Apa yang kau lakukan? Jangan bilang Ale yang mengajarimu?"Kakak sialan!"Hehe, terimakasih sudah mengantar Kak, jangan lupa makan siang ya. Tuan pengawal, tolong antar Kak Argen dengan selamat ya." Tertawa sambil menurunkan tangan."Sudah kubilang, jangan bicara padanya." Menyalak kesal.Ana cuma menjawab tertawa, saat pintu di buka oleh pengawal Argen, Ana terlihat mencurigakan. Dan benar saja. "Semangat Kak Argen, aku pergi dulu."Kakak sialan!Ana mendaratkan satu kecupan singkat di pipi Argen yang membuat jantung pertahannya jebol. Dia tidak bisa menutupi keterkejutan sekaligus perasaan senangnya. Saat Ana sambil tergelak melambaikan tangan padanya di kejauhan.Ya Tuhan, kenapa dia menggemaskan sekali. Argen menyentuh pipinya yang memerah."Anda terli
Argen dan sekretarisnya mendadak muncul di tempat ini. Dalam situasi yang mencekam, datang tanpa pemberitahuan. Pihak-pihak yang akan dimintai pertanggungjawaban kalang kabut melakukan penyambutan. Orang-orang yang sebenarnya tidak tahu apa-apa tampak tegang. Mereka benar-benar tidak tahu alasanya, kenapa sampai ada kejadian pengiriman stok barang berhenti mendadak, dan suplayer menghilang tanpa bisa dicari jejaknya. Jika itu barang berupa sembako ataupun makanan mungkin tidak akan sepanik ini, karena kalau pun stok kosong bisa ditutupi dengan produk sejenis. Tapi, masalahnya ini buah-buahan, yang kalau tempat mereka kosong akan terlihat sekali perbedaannya.Para pegawai tidak tahu mengenai perseteruan para pimpinan. Mereka hanya bekerja dan bekerja dengan keras selama ini. Namun, imbas ketidaktahuan tidak bisa membuat mereka lepas dari jerat kemarahan Presdir.Tuan Argen pasti tidak mau tahu, kenapa dan alasan apa. Dia hanya mau semua berjalan dengan semestinya. Gumam-gumam semua or
"Benar Tuan!" Memelankan suara karena kaget dia berteriak. "Biasanya kalau saya pulang kerja dengan tampang lelah dan seperti orang sakit, istri saya akan lebih perhatian pada saya."Gumaman keluar dari kursi belakang. Sopir itu melirik Miria, bertanya, apa dia harus melanjutkan ceritanya atau diam lagi. Saat Miria meletakkan jari telunjukkan di bibir, dia tahu, Dia hanya perlu membisu lagi sekarang. Sambil kembali fokus mengemudikan mobil. Gedung pusat Domaz Group sudah terlihat di depan mata. Suara getar hp milik Miria terdengar. Gadis itu langsung mengangkat, bicara dengan suara pelan sambil meredam dengan tangannya. "Kirim alamatnya sekarang, kurang dari setengah jam kami akan sampai." Menutup panggilan, membalikkan badan. "Suplayer buah sudah di temukan Tuan.""Sebaiknya mereka punya alasan yang masuk akal." Argen menjawab singkat dengan jengah. "Putar arah, kita pergi ke alamat ini." Miria menyebutkan alamat tujuan. Sang sopir pun bergerak cepat, melajukan kendaraan dengan ke
Yang harus kalian hindari hanya pengawal Argen, jangan memancingnya, dia bisa menggila kalau kalian mencelakai Argen. Jadi lakukan dengan cepat. Lalu kabur! Itulah pesan laki-laki itu. Dan dia melihatnya sekarang.Saat situasi sudah sedikit tenang. Pengawal Argen masih di tahan tubuhnya oleh pengacara muda. Argen sudah duduk di kursinya lagi. "Miria.""Ia Tuan, apa ada yang Anda butuhkan." Miria menundukkan kepala."Si bodoh itu berdarah." Melemparkan dasi yang dia pakai. Tangan pengawal Argen masih meneteskan darah. Argen memalingkan wajah, tidak mau melihat tetesan darah merah itu. Saat Miria melilit tangan pengawal pribadi dengan dasi yang tadi di pakai Argen, pengawal itu terlihat tersenyum. ***Malam larut akhirnya mereka kembali, setelah kesepakatan dengan dua suplayer buah terjadi. Argen masuk ke dalam rumah pengawalnya. Mendorong tubuh tinggi tegap itu. Melihat tangan yang terlilit dasinya."Memang aku menyuruhmu menangkis pisau itu dengan tanganmu." Pengawal itu diam hany
Aku siapa? Kak Ale? Aku di mana? Ah, aku kan di rumah Kak Argen.Ana mengerjapkan mata kaget, dia terbangun dari tidur. Sesaat ia merasai keheningan malam di sekelilingnya ketika mengumpulkan kesadaran. Ini jam berapa gumamnya, sepertinya masih malam. Saat ia melirik jendela kaca, bayangan di balik tirai masih gulita.Dia mau menarik selimut dan mau tertidur lagi. Sedikit kantuk masih menggantung, biasanya akan cepat tidur lagi kalau dia berbaring diam. Namun, suara ketukan dari arah pintu terdengar. Itu seperti yang ada di dalam mimpi tadi gumamnya. Yang membuatnya terjaga dan kaget."Ana!" Suara di balik pintu terdengar lagi. Ketukan mengeras. Membuat Ana bangun dari tempat tidur, selimut jatuh di lantai tertarik saat dia berjalan. Terseret beberapa langkah saat dia terhuyung karena belum sepenuhnya sadar.Saat Ana membuka pintu, gadis itu terperanjat kaget. Mendapati siapa yang seda
"Aku mencintaimu Kak, aku mencintai Kak Argen bukan karena kakak teman Kak Ale, aku mencintai Kak Argen sebagai wanita yang jatuh cinta pada laki-laki."Sejak pertama kali kita bertemu. Aaaaaa, andai aku boleh membuat pengakuan cinta saat kakak sadar. Ah, andai Kak Argen bukan laki-laki yang secuek itu pada cinta dan perempuan, mungkin aku masih ada harapan."Aku bahagia walaupun hanya bisa mencintai Kak Argen diam-diam. Seperti ini. Mimpi indah Kak. Hoaaam. Karena banyak mengoceh, aku jadi mengantuk juga." Ana mendekatkan kepala, terkikik kecil lalu menjatuhkan satu kecupan di bibir Argen. Dia juga mau tidur.Tapi."Ana, apa yang kau lakukan?""Huaaaaaa!" Ana mendorong tubuh Argen karena kaget. Dia mundur bangun ke pojok tempat tidur. Meraih bantal, menyembunyikan wajahnya. Terdengar Argen menguap, lalu dia bangun sambil mengucek matanya. "Kakak tidak tidur?"&nb
Di rumah sederhana yang dihuni oleh 7 orang. Ada 4 kamar tidur di dalamnya. Dapur, dua kamar mandi dan satu ruang keluarga yang selalu mereka pakai berkumpul setiap harinya. Ruang tamu kecil dengan sofa yang sudah tampak lusuh, meja bundar kaca yang dihiasi taplak meja motif bunga.Dan di akhir pekan ini ada sedikit yang berbeda. Sedari pagi para penghuni rumah sudah berjibaku, bahu membahu bersama membereskan sudut rumah. Merapikan halaman rumah yang tidak terlalu luas. Mereka dengan giat melakukannya bersama, untuk menyambut kedatangan teman ibu. Teman lama ibu dulu, yang beberapa kali ditemui Rene saat remaja. Yang kata ibu setiap bulan selalu mengirimkan uang donasi untuk anak-anak. Bahkan ketika ibu sudah meninggal, Rene selalu mendapati uang transferan setiap bulan di hari yang sama tanpa terlewat sekalipun. Dan hari ini adalah hari yang sangat penting bagi mereka semua, setelah sekian lama, Rene dan adik-adiknya berkesempatan untuk berterimaksih pada orang baik itu.Saat wakt
Sementara itu di kantor Domaz Group.Miria yang sudah memberikan makan siang Argen membawa kotak bekalnya sendiri ke kantin kantor. Ramai. Beberapa orang menunduk hormat saat berpapasan dengannya. Miria menggangukan kepala, duduk di meja yang kosong. Biasanya dia makan siang sendirian, karena jarang ada karyawan lain yang mendekat. Kecuali satu orang ini. Laki-laki berwajah cerita tapi memiliki sejuta muslihat di otaknya. Pengacara Domaz Group. Laki-laki itu duduk tanpa meminta izin terlebih dahulu. Miria mendongak sebentar, lalu tak acuh lagi. Fokus melihat makanan yang ada di kotak bekal.Aaaaa, bagaimana ini aku mulai terbiasa. Kenapa Ale bisa membuat bekal yang berbeda setiap hari si. Aaaaa, aku jadi jatuh cinta setengah mati karenanya."Ternyata benar ya, gosip yang aku dengar selama beberapa hari ini." Pengacara itu mebuka suara.Cih, jangan bicara denganku. Aku sedang menikmati bekal makan siang buatan pacarku. Nasinya pulen dan nikmat, aromanya harum dan menggugah selera. Miri
"Mira, mau kan?""Ah mau donk,"Mereka pun membuat janji untuk datang ke rumah Rene. Lalu berjalan beriringan menuju kelas. Para mahasiswa yang lain pun terlihat berjalan di depan atau belakang mereka. Pergantian kelas membuat koridor ramai. Ada yang masih berkerumun di depan kelas, belum masuk."Senior!" Amira memanggil ketika bertemu di simpang koridor dengan senior Alvin. Wajah laki-laki itu pias ketika melihat Ana. Dia langsung membuang muka. Ana menangkap perubahan sikap itu dan seperti Dejavu.Apa sih, kenapa sikapnya begitu padaku. Seperti teman laki-lakiku di SMU."Amira, maaf ya, aku mau ke kelas dulu." Dia bahkan tidak menyapa Ana dan langsung berlalu. Rene melihat senior Alvin yang berjalan cepat tanpa menoleh menyunggingkan seringai kecil di bibirnya. "Kenapa dia? Kalian bertengkar?" Ana menoleh sekilas lalu memalingkan wajah lagi."Hah! Kenapa aku bertengkar dengan senior Alvin." Mereka mempercepat langkah saat sudah semakin dekat dengan kelas."Lho, bukannya kalian seda
Pelataran kampus. Para mahasiswa yang mengisi jeda waktu kuliah dengan mengobrol, bermain dengan hp masing-masing, atau yang berkutat dengan tugas kuliah yang sudah mendekati deadline. Mereka mengisi waktu dengan cara mereka masing-masing.Seperti ketiga gadis yang sekarang selalu bersama itu.Padahal cuma dua orang, tapi polusi suara yang disebabkan obrolan mereka rasanya memenuhi udara. Pepohonan menggoyangkan dedaunannya. Melambai ke kanan dan ke kiri. Ikut menikmati cerita Ana. Gadis manis itu terlihat tersipu, sesaat kemudian tertawa, jauh lebih sering menutup wajahnya dengan tangan. Menyembunyikan kebahagiaan yang bercampur rasa malu.Amira yang paling ngotot, tidak membiarkan Ana beranjak dari sampingnya sebelum menyelesaikan cerita misi sat set, dorong dan terjang yang diajarkan Amira. Setelah mendengar cerita yang sebenarnya tidak dibeberkan dengan gamblang oleh Ana, gadis itu ikut memerah wajahnya. Apalagi kalau Ana menceritakannya tanpa filter, pasti sudah membuat Amira pa
"Kak, seperti apa sebuah hubungan kedepannya kan tidak ada yang tahu akan seperti apa." Ana beringsut mendekat. Menyentuh kedua pipi Argen. "Kalau kita bertengkar dan marah, kalau aku marah dan kecewa pada Kakak, mungkin saja hal seperti itu akan terjadi." Ana mendaratkan kecupan tiba-tiba di bibir Argen. "Yang harus kita lakukan kan mempertahankan cinta kita." Menjatuhkan kepala ke dada Argen, dan memeluk tubuh Argen. "Kalau aku ngambek, kakak peluk aku seperti ini, lalu usap kepalaku, dan bisikan kata. Ana, aku mencintaimu. Karena aku mencintaimu maka aku melakukan itu. Jadi, karena aku mencintaimu bisakah kau berhenti marah dan memaafkan ku." Mendongak, melihat wajah Argen yang terlihat membeku. "Aku janji, walaupun marah, aku akan mendengarkan alasan kakak."Ana mundur dan menyentuh pipi Argen lagi. "Kakak berdebar-debar kan?" Semua hal yang ia lakukan secara spontan tadi seperti di tuntun Tuhan secara langsung. Ana sampai tercengang, karena dia bisa melakukannya dengan sangat n
Ana pelan-pelan membuka pintu. Tidak mau menimbulkan suara. Hening, yang ditangkap matanya hanya ruang kosong. Kak Argen tidak terlihat di manapun. Apa! Jadi dia benar-benar mandi dan tidur!Sekarang Ana membanting pintu dengan keras. Bodo amat mau Kak Argen dengar atau tidak. Kalau laki-laki itu dengar malah lebih baik pikir Ana. Gadis itu menggerutu, menyambar baju tidur asal-asalan. Masuk ke kamar mandi, mencuci muka dan menggosok gigi. Gubrak, rak tempat sabun jatuh. Hah! Memang apa si yang aku harapkan.Setelah wajahnya tersapu air, sepertinya otaknya menjadi lebih jernih sekarang. Lembut aliran udara terpompa. Ana mengambil buket bunga membawanya ke tempat tidur. Mendekapnya dalam pelukan dan jatuh terlentang menatap langit-langit. Pikirannya blank sekarang. Momen berharga yang sudah dia nantikan sepertinya akan terlewat begitu saja.Kak Argen bodoh! Seharusnya kan tidak begini!Ana memukul-mukul bunga dalam pelukannya. Lalu dia belai-belai lagi penuh sayang. Rencananya kan, d
Sedang persiapan maksimal. Ana kembali merapikan rambut. Mencoba beberapa gaya, tapi pada akhirnya rambut lurusnya tetap dia biarkan jatuh tergerai. Sekali lagi memastikan meja makan bersih sempurna. Meletakkan dua lilin dengan aroma bunga di atas meja makan. Sekuntum bunga Daisy dalam vas. Dia sengaja memilih yang kelopaknya kecil-kecil saat di toko bunga tadi."Hallo Kak Miria, Kak Argen hari ini tidak lembur kan?" Memastikan sekali lagi. Dia sudah berdandan dengan maksimal, apa jadinya kalau orang yang ditunggu datang, saat dia sudah tenggelam dalam selimut mimpi. Semua perjuanganku kan jadi sia-sia. Hiks."Benar ya, syukurlah kalau begitu. Terimakasih infonya Kak." Kegirangan mencuat setelah mendengar jawaban Miria. Ana duduk, melepas kegelisahan, lalu memilin kelopak bunga Daisy di tangan kiri. Ehm, berdehem sebentar. Setelah Miria selesai bicara, Ana pun sudah menyiapkan kalimat yang sudah sekian lama ia simpan, untuk siapa pun orangnya, yang akan dipilih Kak Ale. Dan dia ingi
Ale meneguk minumannya. Kenapa aku sering mendadak gatal tenggorokan begini si, akhir-akhir ini. Apa ada orang yang memakiku di belakangku.Dia berjongkok, memeriksa isi kulkas. Ana bilang mau memasak untuk makan malam nanti, bahan makanan masih ada apa ya. Satu persatu di periksa Ale. Masih lengkap gumamnya sambil duduk di kursi. Dia sedang menunggu roti di panggang. Tangannya meraih hp. Seutas senyum malu-malu muncul.Aku sudah berkencan dengan Miria kan. Ah, malunya aku, kenapa dia yang menyatakan cinta duluan si. Ale, kau memang tidak berguna. "Kau pasti sedang sibuk ya? Aku sedang memanggang roti.""Kau tidur dengan nyenyak?""Selamat bekerja. Aku akan mengirim makan siang ke kantormu. Berikan untuk Argen juga, jadi jangan merasa terbebani.""Selamat bekerja 😘"Aku harus memaklumi dia membalas pesan sedikit lebih lama. Dia juga sudah bilang kan. Hiiii, aku merinding seperti sedang melihat Argen memelototi ku.Ale belum cerita dengan Ana. Lebih-lebih dia belum mau mengatakannya
"Tahulah, karena dia tahu aku suka pada Kak Argen makanya Kak Ale menerima tawaran Kakak. Sebenarnya aku sedikit memaksanya si. Hehe." Jawaban Ana membuat hati Argen menjerit.Kakak sialan! Kau tahu segila apa aku beberapa hari ini saat bersama adikmu. membayangkan aku menyentuh Ana dan mengatakan padamu membuatku frustasi. Apalagi kalau sampai membuat Ana marah dan jijik karena aku menginginkannya. Kau benar-benar kakak sialan ya!Hah! Sebenarnya kenapa aku bisa sebodoh ini. Argen menampar dirinya sendiri. Benar juga, setelah dipikirkan ini terasa masuk akal. Kalau dia Ale, tidak mungkin dia akan membiarkan Ana menikah. Karena Argen tahu sesayang apa Ale pada adiknya. Tawaran toko roti tidak akan dia terima kalau dia tidak yakin Ana akan menyukai pernikahan ini.Dasar bodoh! Kenapa aku tidak terpikir sampai ke sana.Sedikit bengong karena mengutuki kebodohannya, Argen mengikuti Ana, setelah gadis itu mengambil tas dan buku-bukunya. Ana sudah selesai memakai sepatu. Argen memakai sepa