Sedangkan posisi Gara, dia adalah kakak, kakak Tuan Argen. Laki-laki di hadapannya ini statusnya sepenting Ale bagi Tuan Argen sekarang."Nona sekretaris maaf." Rene menyentuh tangan Miria. Ingin meredakan ketegangan antara dua orang ini. "Adik-adik saya, sekarang, mereka ada dimana?"Gara dan ibunya langsung mengerjap, mereka sejenak lupa hal penting itu. Dimana Miria membawa mereka, benar saja, tidak terlihat dari tadi keberadaan adik-adik Rene."Rene, bereskan barang-barangmu dan adik-adikmu, bawa saja yang sekiranya penting, aku akan mengantarmu ke sana." Miria malah memberi perintah, bukan menjawab pertanyaan Rene.Walaupun masih ada yang mau Rene tanyakan, tatapan Miria yang tidak ingin dibantah membuat gadis itu langsung masuk ke rumah. Menginjak pintu yang rusak."Di mana kau kau membawa adik-adik Rene?" Gara yang bertanya sekarang. Melihat ibunya ikut masuk ke rumah. Sepertinya mau membantu Rene berkemas."Kenapa? Kalau mau tahu Anda bisa ikut. Rumah itu cukup besar untuk men
Tuan besar yang mendapat laporan dari Gara perihal Ana, gadis yang seperti menjadi obat bagi Argen dari semua penderitaan mual dan muntahnya. Ya, alasan itulah yang membuat kakek memberikan Safira blue diamond pada gadis itu. Walaupun hanya dia sendiri yang tahu, dia menyimpan rahasia kenapa dia merestui Argen dan Ana menikah. Bahkan Argen pun tidak tahu, seberapa besar tuan besar perduli padanya.Jadi Anda tahu ya? Hati nyonya bergetar. Anda tahu tentang Argen."Jangan menggangu Argen, sudah berapa kali aku mengatakan itu.""Maaf, saya tidak tahu kalau Argen juga menderita.""Biarkan saja dia melakukan apa yang dia suka. Berhentilah mengumpulkan gadis-gadis untuk merayu Argen, kau pikir dia akan tergoda." Tuan besar bangun dari duduk. Artinya nyonya sudah di usir keluar dari kamar. "Aku tidak mengakui pelayan itu dan anaknya, sama denganmu, aku juga membenci mereka. Mereka selamanya hanya akan menjadi aib pembangkangan suamimu padaku." Tuan besar terdiam sebentar. "Tapi sepertinya, A
Apartemen milik Argen. Malam itu, dapur yang biasanya hanya dipakai bibi pengurus rumah saat menyiapkan sarapan, menjadi lebih meriah dengan kehadiran seorang laki-laki yang sedang memakai apron warna hitam dan terlihat cekatan menggunakan pisau. Memotong bahan makanan, dan stang sreng menggunakan wajan untuk memasak.Soup daging dengan tahu yang berkuah bening dan terlihat segar, aneka sayuran juga ikut memeriahkan. Ada telur gulung kesukaan Ana. Saat Ale bertanya, kakek menyukai masakan seperti apa, Argen dengan santainya menjawab, dia kan tamu, jadi akan makan yang disediakan tuan rumah. Jadi terserahlah kau masak saja yang mau kau masak. Akhirnya Ale memasak menu rumahan yang sering dia makan bersama Ana.Ana membantu ini dan itu selama kakaknya memasak. Memotong daun bawang misalnya, setalah satu persatu masakan Ale selesai, Ana mulai menyiapkan perlengkapan makan di atas meja makan. Sementara pemilik apartemen hanya menonton sambil memeluk istrinya dari belakang. Cuma jadi beba
"Ana." Argen sudah mau merajuk sedih."Hasil potongan buah Kakak juga cantik kok, seperti bintang-bintang." Ale tertawa melihat kedua orang di depannya. Ana merangkul Argen yang terlihat sedih dengan hasil karyanya. Gadis itu menciumi kepala Argen untuk menghibur laki-laki itu. Tepuk-tepuk bahunya, kecup bibirnya, sampai Argen tersenyum."Terserah kalianlah, aku mau mandi. Gen, aku pinjam bajumu ya.""Cari sendiri di lemari.""Ana, kau ajari dia memotong pisang, kiwi dan apel itu." Laki-laki itu menyerah setelah pelajaran memotong melon.Ale masuk ke dalam kamar Argen, untuk pertama kalinya dia masuk ke area pribadi Argen.Masih di dapur.Ana yang sedang menenangkan Argen memakan buah yang katanya bentuknya seperti bintang tadi. Ya, ini seperti bintang yang habis kena ledakan, lumayan lah. Enak kok, rasa melon manis pikir Ana menghibur diri. Dia juga menyuapi Argen."Enak kan, pasti ini karena Kak Argen yang memotongnya." Mereka berdua suap-suapan potongan buah yang seperti berbentu
Makan malam bersama kakek.Waktu yang sudah ditunggu pada akhirnya datang. Ale dan Ana terlihat cukup tegang, sampai Argen meledek Ale beberapa kali seperti mahasiswa akhir yang mau ikut sidang kelulusan."Aku takut, kakek nggak suka masakanku." Ale duduk sambil merebahkan kepala, miring ke kiri seperti orang meringkuk di sofa. Disampingnya seperti biasa, Argen menempel pada Ana."Kalau begitu suruh saja dia pulang." Menjawab acuh seperti biasa."Kak Argen!" Ana mencubit pipi Argen. "Nggak boleh begitu."Obrolan mereka terhenti, saat saat bel berbunyi, mereka bertiga bergegas mendekat, membuka pintu. Tamu yang sedari tadi mereka tunggu datang. Ale mengusap tangannya yang berkeringat. Bertemu kakek Argen selalu membuat hatinya berdegup. Tegang, takut, semuanya bercampur. Kakek dengan kemeja berwarna coklat berdiri dengan gagah di depan pintu, dia terlihat menyisir rambutnya dengan rapi."Kau tidak menyuruh kakek masuk?" Kakek bicara saat Argen belum menyingkir dari depan pintu membiar
Masih di apartemen milik Argen.Argen melihat kakeknya selama beberapa detik, dia mengeryit. Hari ini laki-laki tua yang selalu menunjukkan aura wibawa dengan angkuh itu tampak terlihat lain. Bisa-bisanya dia tersenyum dan tertawa. Kalau ada yang melihat kakek sekarang, mungkin akan berfikir dia dimasuki makhluk asing. Karena saking berbedanya dia dengan biasanya.Argen beralih melihat istrinya, yang dengan ceria bicara dan mengajak kakek mencicipi semua masakan Ale tanpa terkecuali. Hal yang tidak pernah dia jumpai dalam makam malam bersama kakek yang terkadang membuatnya mual.Apa sebenarnya kau pun menyukai suasana hangat seperti ini? Tanda tanya muncul di kepala Argen. Setelah makan malam selesai, maka gilirannya memenuhi janjinya pada kakek. Memotong buah. Cih, aku bahkan sudah berlatih, demi membayar hutangku pada kakek. Mereka sudah duduk di sofa ruang tamu. Ana duduk di samping kakek, melihat dua laki-laki itu memindahkan buah ke meja ruang tamu."Kakek suka makan buah apa
Argen menendang pintu rumah Gara dengan kasar, sampai pintu itu terbuka."Masuk." Perintahnya pada Gara."Gen, kau tidak perlu menyuruh mereka minta maaf. Aku tidak apa-apa." Tapi Gara bahkan tidak mau melihat ke arah paman dan bibi. "Aku menjalani pelatihan untuk menjadi pengawalmu atas kemauanku sendiri.""Masuk!"Gara tidak bicara apa pun lagi saat perintah dengan kata yang sama persis keluar dari mulut Argen untuk kedua kalinya, dia lalu menundukkan kepala kepada tuan besar, lalu melihat Ana dan Ale yang keduanya terlihat panik, tidak tahu harus melakukan apa.Gara masuk ke dalam rumah."Kak Argen."Lirih Ana bicara, membuat Argen tersentak sadar kalau ada Ana. Dia mendesah kesal melihat kakek dan dua orang bawahannya itu."Ale." Argen melihat Ale yang langsung menjawab kaget panggilannya."Ia, kenapa?""Bawa Ana masuk." Ana yang sebenarnya menolak masuk, namun Ale mendorong paksa Ana untuk masuk ke dalam rumah. "Kak Ale kenapa kita masuk, kalau Kak Argen bertengkar dengan kakek
"Mana ku tahu." Acuh menjawab.Dih, bukan cuma aku yang penasaran tahu, pembaca juga, eh 🤭"Kau benar tidak tahu?""Kenapa juga aku musti bohong, aku tidak tahu dan tidak mau tahu juga." Argen memejamkan mata. Dia memang tidak tahu, berapa istri kakek, baik yang berstatus istri simpanan, atau ah, sudahlah. "Aku tidak tertarik dengan hidup kakek."Ale berfikir jauh, menduga-duga, berapa jumlah istri kakek, anak-anak kakek serta cucu saudara Argen. Lelah sendiri ternyata menerka-nerka, jadi dia menyerah."Kenapa kakek bisa menikah dengan banyak perempuan?" Argen membuka matanya, menatap Ale. Kenapa kau jadi penasaran dengan orangtua itu si. Membuat kesal saja. Sudah kubilang jangan perdulikan keluargaku."Apa karena kakek banyak uang?" Walaupun sudah ditatap jengah, Ale tidak mundur. Karena dia memang penasaran. Dia juga merasa takut sekaligus, bagaimana kalau laki-laki di depannya ini memiliki sifat yang mewarisi kakek. "Ia?""Mungkin," akhirnya menjawab walaupun malas. "Karena kakek
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend