Hari telah berganti.Di dalam rumah ini memang selalu memulai pagi lebih awal dari rumah yang lainnya. Ibu yang akan memasak baik untuk sarapan, maupun bekal makan siang mereka nanti. Orangtua Miria yang menghabiskan waktu di pasar induk. Toko orang tua Miria adalah toko grosir besar, menjual aneka barang kebutuhan sehari-hari.Dulu, toko mereka hanyalah toko eceran kecil, setelah Miria bekerja sebagai sekretaris Tuan Argen, perlahan modal yang diberikan Miria merubah toko orangtuanya. Di dalam toko saja ada 5 karyawan yang harus mereka gaji perbulan. Hanya ada suara ibu di dapur. Adik Miria mungkin masih tidur di kamarnya sekarang. Semalam dia mengerjakan tugas sampai larut setelah pulang mengantar Melisa. Sepertinya hubungan mereka berjalan cukup lancar.Suara pintu terbuka terdengar.Miria keluar dari kamar, sudah memakai kemeja kerja dan rok selututnya, rambutnya masih tergerai masih agak lembab. Dia menyapu ruangan mencari keberadaan ayahnya."Bu, ayah mana?" Tanyanya pada ibu s
Selama ini dia tahu ada beberapa keluarga besar yang menyudutkan atau bicara seenaknya tentang dia yang tidak tertarik untuk menikah, dia si tidak terlalu sakit hati karena itu memang fakta. Dia pun bukan orang yang perduli gunjingan orang lain, karena dia yang menjalani hidup ini. Tapi, melihat reaksi ayah dan ibunya sekarang, Miria merasa terharu.Padahal kalian juga selalu memarahiku, tapi kalau orang lain yang bilang kalian bisa marah juga ya.Malah di luar dugaan, orangtua Miria yang ingin mempercepat pernikahan. Dengan semangatnya kedua orang itu memprofokasi. "Kalau ada uang pasti semua beres."Miria dibuat tercengang dengan ucapan ayah dan ibunya, namun dalam hatinya dia diliputi kebahagiaan yang teramat sangat.🍓🍓🍓Di kantor pusat Domaz Group.Para manager utama cabang supermarket dan minimarket, menundukkan kepala mereka. Setelah rapat selesai mereka meninggalkan ruangan. Sementara Miria membereskan beberapa laporan, stafnya juga menumpuk berkas-berkas. Membawanya kelua
Kejadian tadi di toko."Ben, Argen mengirim pengawalnya untuk menjemputmu, pergilah." Ale memberinya izin untuk tidak bekerja sore, karena Argen mau menemui Ruben. Sebagai bos dan teman, tentunya dia akan memberi izin. Ale tentu berfikir sangat positif, kalau pertemuan itu adalah pertemuan antar saudara."Bos, kenapa dia tidak kemari, dia kan bisa datang ke toko dan bicara di sini?" Ben berharap, kalau ada Ale paling tidak dia bisa pulang tanpa babak belur sedikitpun. "Dia kan sering nongol seenaknya di sini.""Miria bilang, Argen mau mengajakmu makan malam." Ale menepuk bahu Ruben. "Jangan takut begitu, dia walaupun dingin tapi baik, dia kan sama seperti kakakmu juga."Ale membayangkan makan malam hangat sesama saudara, seperti dia dan Ana yang sesekali makan di luar dulu.Dia baik cuma kepadamu bos!Dan akhirnya Ben masuk ke dalam mobil pengawal yang menjemputnya, karena Ale mengantarnya sampai masuk ke mobil. Sama sekali tidak membaca ketakutan di mata Ben. Hah! Bisa-bisanya bos y
Gerimis turun di pagi hari, namun tidak membuat aktivitas manusia berhenti. Yang harus bekerja tetap berangkat bekerja, yang harus sekolah tidak punya pilihan selain menerobos gerimis. Terlihat orang-orang berlarian atau berjalan dengan cepat agar segera sampai ke tujuan. Walaupun tidak deras, namun baju juga bisa agak basah kalau nekat menerobos gerimis. Beberapa orang juga terlihat memakai payung, atau menutupi kepala dengan tas, sambil berjalan setengah berlari.Pagi ini Ana pun harus pergi kuliah. Setelah menguping pertengkaran Kak Argen dengan kakek semalam, gadis itu mulai bisa menerka akar permasalahan hubungan kakek, Kak Gara dan Kak Argen. Berkat penjelasan Kak Ale juga.Semalam dia bertingkah agak liar 🤣Demi menenangkan Kak Argen yang masuk ke dalam rumah masih menyisakan kepulan amarah di kepalanya.Pagi ini setelah tidur, dia cukup berenergi, tapi karena gerimis membuat badannya refleks ikut tidak bersemangat seperti kalau hari cerah.Sudah di dalam mobil."Kak, aku kan
Tapi, tapi, dia kan tidak boleh melakukan itu. Hiks, kalau nanti Kak Argen dibawa-bawa bagaimana, nama baik Domaz Group juga. Ana takut hubungan baiknya dengan kakek juga akan rusak, kalau dia sembarangan mempublikasikan pernikahannya."Ana, bisa-bisanya kau menikah tidak memberi tahu kami!" Mereka merasa terkhianati. "Kau tidak menikah dengan bapak-bapak pejabat kan?" Amira yang turun tangan mencekik temannya yang bicara itu. Saat Ana mau mulai menjelaskan dosen masuk ke dalam kelas. Membuat suara berisik langsung lenyap. Selama satu jam Ana mendengarkan penjelasan dosen dengan pikiran kacau. Sementara di samping Ana, Rene menatap Ana dengan khawatir. Rentetan pesan sudah dia sampaikan pada sekretaris Miria. Karena dia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan gosip yang menyebar di fakultas ini.🍓🍓🍓Ana membawa teman-temannya ke toko Daisy. Mumpung ada jeda kuliah. Sebenarnya karena tidak ada tempat yang streril juga di kampus untuk mereka bicara dengan nyaman. Tatapan mahasisw
Dosen mengucapkan salam.Akhirnya kelas terakhir haru ini selesai juga. Ana masih duduk sudah memasukan buku ke dalam tas, dia menjatuhkan kepala lemas di meja. Nyengir pada Rene yang masih terlihat bersemangat seperti biasanya."Kak, kamu sudah mengerjakan tugas ya?"Rene menjawab dengan senyum, itu artinya tugasnya sudah beres."Apa Anda mau melihat?"Bola mata Ana berbinar, liat sedikit untuk menambah semangatnya mengerjakan, boleh kan. Di kelas ini masih banyak anak yang bergerombol, sepertinya mereka juga belum selesai mengerjakan tugas."Eh, kemana Amira Kak?""Ke toilet sama yang lain." Menggeser buku-buku milik mereka yang ditinggal di meja Kak Rena. "Mau mengerjakan di perpustakaan apa ke toko lagi?""Enak di toko, tapi tugas kali ini disuruh banyak referensi bukunya kan, jadi ke perpus saja deh." Ana duduk dengan tegak, menggeliat sambil menguap. Saat tubuhnya masih meliuk, dia melihat Amira lari-lari dari kejauhan. Saking akrabnya dia dengan Amira sampai bisa mengenali Amir
Di sebuah apartemen. Malam ini setelah makan malam selesai, Rene dan Gara masih tertinggal, duduk di meja makan. Sementara adik-adik Rene dan bibi sudah pindah ke ruangan lain.Dua orang itu duduk bersebelahan. Kalau dilihat-lihat, situasi mereka masih terlihat canggung. Walaupun sudah tinggal selama beberapa hari dalam satu rumah. Rene menarik nafas dalam. Dia sudah menyusun kalimat dengan runut di dalam kamarnya tadi berlatih. Sebelum bicara berdua seperti sekarang ini. Gadis itu menyelipkan rambut ke belakang telinga."Kak, apa aku dan adik-adik sudah boleh pulang ke rumah kami?" Apartemen ini sangat bangus dan nyaman, namun karena adanya di lantai atas membuat adik-adik sedikit tidak nyaman. Mereka yang biasanya berkeliaran di halaman rumah hanya terkurung di dalam rumah membuat mereka protes. "Kak Gara dan bibi tidak ada niat untuk kabur dari Tuan Argen lagi kan?"Kalau begitu, tugasku mengawasi Kak Gara seharusnya selesai sampai di sini kan. Begitulah yang dipikirkan Rene. Se
Argen membuka pintu rumahnya dengan menunjukkan wajah masam. Pintu cuma sedikit terbuka. Yang berdiri di depan pintu langsung tahu kalau dia sudah mengganggu."Maaf, kau sudah tidur ya? Kalau begitu aku akan datang lagi besok." Gara sudah mau menarik handle pintu lagi. Menutupnya dengan tenang dan menghilang dari hadapan Argen."Masuk!" Setelah bicara begitu, Argen berbalik, langsung menjatuhkan tubuh di sofa. Gara juga ikut duduk, laki-laki itu terlihat ragu dan gamang mau bicara. Karena dia tahu, apa yang akan dia bicarakan ini pasti menyulut kemarahan Argen."Kenapa?" Argen yang akhirnya bicara duluan saat melihat Gara maju mundur. "Awas saja kalau kau bicara aneh-aneh, sudah menggangu malam-malam begini."Mendengar ancaman nyali Gara sudah menciut. Tapi dia tetap harus bicara demi Rene. Di depan Rene saja dia bisa seyakin itu tadi."Biar aku yang bicara dengan Argen!" Dia sudah sok di depan Rene, ibu dan adik-adik. Tapi, sudah ada di depan Argen seperti kekuatan yang dia bawa dar
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend