Gerimis turun di pagi hari, namun tidak membuat aktivitas manusia berhenti. Yang harus bekerja tetap berangkat bekerja, yang harus sekolah tidak punya pilihan selain menerobos gerimis. Terlihat orang-orang berlarian atau berjalan dengan cepat agar segera sampai ke tujuan. Walaupun tidak deras, namun baju juga bisa agak basah kalau nekat menerobos gerimis. Beberapa orang juga terlihat memakai payung, atau menutupi kepala dengan tas, sambil berjalan setengah berlari.Pagi ini Ana pun harus pergi kuliah. Setelah menguping pertengkaran Kak Argen dengan kakek semalam, gadis itu mulai bisa menerka akar permasalahan hubungan kakek, Kak Gara dan Kak Argen. Berkat penjelasan Kak Ale juga.Semalam dia bertingkah agak liar š¤£Demi menenangkan Kak Argen yang masuk ke dalam rumah masih menyisakan kepulan amarah di kepalanya.Pagi ini setelah tidur, dia cukup berenergi, tapi karena gerimis membuat badannya refleks ikut tidak bersemangat seperti kalau hari cerah.Sudah di dalam mobil."Kak, aku kan
Tapi, tapi, dia kan tidak boleh melakukan itu. Hiks, kalau nanti Kak Argen dibawa-bawa bagaimana, nama baik Domaz Group juga. Ana takut hubungan baiknya dengan kakek juga akan rusak, kalau dia sembarangan mempublikasikan pernikahannya."Ana, bisa-bisanya kau menikah tidak memberi tahu kami!" Mereka merasa terkhianati. "Kau tidak menikah dengan bapak-bapak pejabat kan?" Amira yang turun tangan mencekik temannya yang bicara itu. Saat Ana mau mulai menjelaskan dosen masuk ke dalam kelas. Membuat suara berisik langsung lenyap. Selama satu jam Ana mendengarkan penjelasan dosen dengan pikiran kacau. Sementara di samping Ana, Rene menatap Ana dengan khawatir. Rentetan pesan sudah dia sampaikan pada sekretaris Miria. Karena dia tidak tahu bagaimana harus menyelesaikan gosip yang menyebar di fakultas ini.šššAna membawa teman-temannya ke toko Daisy. Mumpung ada jeda kuliah. Sebenarnya karena tidak ada tempat yang streril juga di kampus untuk mereka bicara dengan nyaman. Tatapan mahasisw
Dosen mengucapkan salam.Akhirnya kelas terakhir haru ini selesai juga. Ana masih duduk sudah memasukan buku ke dalam tas, dia menjatuhkan kepala lemas di meja. Nyengir pada Rene yang masih terlihat bersemangat seperti biasanya."Kak, kamu sudah mengerjakan tugas ya?"Rene menjawab dengan senyum, itu artinya tugasnya sudah beres."Apa Anda mau melihat?"Bola mata Ana berbinar, liat sedikit untuk menambah semangatnya mengerjakan, boleh kan. Di kelas ini masih banyak anak yang bergerombol, sepertinya mereka juga belum selesai mengerjakan tugas."Eh, kemana Amira Kak?""Ke toilet sama yang lain." Menggeser buku-buku milik mereka yang ditinggal di meja Kak Rena. "Mau mengerjakan di perpustakaan apa ke toko lagi?""Enak di toko, tapi tugas kali ini disuruh banyak referensi bukunya kan, jadi ke perpus saja deh." Ana duduk dengan tegak, menggeliat sambil menguap. Saat tubuhnya masih meliuk, dia melihat Amira lari-lari dari kejauhan. Saking akrabnya dia dengan Amira sampai bisa mengenali Amir
Di sebuah apartemen. Malam ini setelah makan malam selesai, Rene dan Gara masih tertinggal, duduk di meja makan. Sementara adik-adik Rene dan bibi sudah pindah ke ruangan lain.Dua orang itu duduk bersebelahan. Kalau dilihat-lihat, situasi mereka masih terlihat canggung. Walaupun sudah tinggal selama beberapa hari dalam satu rumah. Rene menarik nafas dalam. Dia sudah menyusun kalimat dengan runut di dalam kamarnya tadi berlatih. Sebelum bicara berdua seperti sekarang ini. Gadis itu menyelipkan rambut ke belakang telinga."Kak, apa aku dan adik-adik sudah boleh pulang ke rumah kami?" Apartemen ini sangat bangus dan nyaman, namun karena adanya di lantai atas membuat adik-adik sedikit tidak nyaman. Mereka yang biasanya berkeliaran di halaman rumah hanya terkurung di dalam rumah membuat mereka protes. "Kak Gara dan bibi tidak ada niat untuk kabur dari Tuan Argen lagi kan?"Kalau begitu, tugasku mengawasi Kak Gara seharusnya selesai sampai di sini kan. Begitulah yang dipikirkan Rene. Se
Argen membuka pintu rumahnya dengan menunjukkan wajah masam. Pintu cuma sedikit terbuka. Yang berdiri di depan pintu langsung tahu kalau dia sudah mengganggu."Maaf, kau sudah tidur ya? Kalau begitu aku akan datang lagi besok." Gara sudah mau menarik handle pintu lagi. Menutupnya dengan tenang dan menghilang dari hadapan Argen."Masuk!" Setelah bicara begitu, Argen berbalik, langsung menjatuhkan tubuh di sofa. Gara juga ikut duduk, laki-laki itu terlihat ragu dan gamang mau bicara. Karena dia tahu, apa yang akan dia bicarakan ini pasti menyulut kemarahan Argen."Kenapa?" Argen yang akhirnya bicara duluan saat melihat Gara maju mundur. "Awas saja kalau kau bicara aneh-aneh, sudah menggangu malam-malam begini."Mendengar ancaman nyali Gara sudah menciut. Tapi dia tetap harus bicara demi Rene. Di depan Rene saja dia bisa seyakin itu tadi."Biar aku yang bicara dengan Argen!" Dia sudah sok di depan Rene, ibu dan adik-adik. Tapi, sudah ada di depan Argen seperti kekuatan yang dia bawa dar
"Aku tahu kau tidak akan menyakiti Rene."Kau kan begitu, hatimu kan sebenarnya baik."Coba saja, kau pernah melihatku marah kan, coba saja buat aku marah dan lihat apa yang terjadi."Dasar gila!"Gen, kau tidak boleh mengancam kakakmu.""Kalau begitu, lakukan sesuai perintahku!" Menyalak marah dalam hitungan detik. "Jadilah kakakku." Suara Argen melunak dalam hitungan detik juga. "Berdirilah di sampingku sebagai kakakku, bukan pengawalku. Kau bisa kan?" Hati siapa yang tidak terhenyak. Laki-laki angkuh di depan Gara saat ini sedang memohon."Aku mohon, jangan berfikir untuk pergi menghilang.""Gen."Rasa haru menyeruak. Argen bangun dari duduk."Keluar sana!" Menguap sudah keharuan di ujung mata Gara setelah diusir. Laki-laki itu tertawa. Ya, beginilah Argen yang ia tahu. "Baiklah, aku pergi. Maaf sudah menggangu mu. Tidurlah sana." Gara beranjak dari duduk, melihat punggung Argen yang sudah berjalan ke kamarnya.Laki-laki itu berhenti di depan pintu, melihat ke arah kakaknya."Ak
Banyak hal yang terjadi dalam beberapa hari ini. Miria dan keluarga mulai sibuk mempersiapkan pernikahan. Ale dan Ana juga demikian. Mengabarkan pada keluarga mereka tentang kabar baik ini. Serta membuat daftar barang-barang yang akan dibawa Ale untuk hadiah pernikahan."Nak Ale, nggak usah repot-repot, kamu menikahi anak kami Miria saja sudah menjadi hadiah terbesar dan kebahagiaan untuk kami selalu orangtua Miria. Tenang saja, kami yang akan mempersiapkan pernikahan kalian." Suatu sore ibu Miria bicara dengan Ale di telepon.Begitulah pasangan itu mempersiapkan hari bahagia mereka.Sementara di tempat lain.Gara datang ke RS untuk melakukan cek up, hanya bersama sopir yang merangkap pengawalnya. Satuan keamanan Domaz Group. Ibu yang harus menemani adik-adik tidak bisa ikut. Seperti yang pernah dikatakan Dokter William, kalau yang terjadi padanya adalah keajaiban. Begitu pula proses penyembuhan lengannya. Gara merasa beruntung, fisik tubuhnya yang memang kuat, membantu proses pem
Pertama orang-orang yang mendukung Argen dan tunduk padanya karena tahu, posisi Argen sudah tidak bisa digeser siapa pun. Kedua, orang-orang yang menundukkan kepala, namun tidak menyerahkan kepatuhan sepenuhnya pada Argen. Bagi mereka, keputusan kakek masih menjadi yang utama. Ketiga, orang-orang bermuka dua, yang paling menunggu kehancuran Argen. Mereka ingin merebut posisi tertinggi di Domaz Group. Entah itu dipicu rasa iri atau murni ingin kekuasaan dan harta yang berlimpah."Mungkin saja akan ada yang mendekatimu, bagaimana pun, darah nyonya besar ada dalam tubuhmu." Will menunjuk dada Gara. "Kakek mengundangmu, terlepas apa alasannya, bagi mereka menjadi angin segar. Mungkin mereka akan berusaha menghasutmu untuk merebut milik Argen.""Anda tahu kan saya tidak akan melakukannya." Gara menyambar cepat. Dia tahu apa maksud pembicaraan William. "Tentu, karena kalau kau berani memikirkannya saja, aku yang akan menghancurkanmu. Kau masih ingat kan yang aku katakan."Gara menepuk tang
Meja mereka memang tidak memiliki nomor, namun diatur berdasarkan nama keluarga. Kakek berjalan menuju mejanya, Ana tersenyum hangat saat kakek mendekat. Gadis itu dan Argen duduk di meja kakek. Ale dan Miria bergabung bersama Gara dan ibunya.Saat kakek menggerakkan tangannya mereka semua duduk dengan teratur. Setelah semua orang duduk, kakek mengambil sendok dan membenturkannya ke gelas. Suara dentingan itu membuat suasana senyap."Apa kalian menyukai suasana baru makan malam kali ini?"Hening, tidak ada yang berani menjawab. "Kalian pasti merasa aneh, apalagi saat melihat banyak sekali yang hadir di acara makan malam kali ini. Kalian semua adalah anak-anak dan cucu-cucuku, aku mengundang kalian semua tanpa terlewat satupun." Kakek mengedarkan pandangan. "Kedepannya aku akan mengundang kalian semua juga."Hening... Hati semua orang berdebar."Jadi, jangan saling bertengkar dan menjatuhkan. Dukung Argen membangun Domaz Group dan mempertahankan kejayaan Domaz Group. Jangan ada dari k
Perjamuan makan malam bulan ini di rumah vila tepi pantai, akan sangat berbeda dengan perjamuan bulan yang lalu atau bulan-bulan sebelumya. Karena bulan ini bertepatan dengan ulang tahun kakek. Perayaan ulang tahun kakek disiapkan bibi dengan sepenuh hati. Wanita itu bahkan menawarkan apakah tuan besar juga ingin membuat pesta kembang api seperti kejutan yang diberikan Tuan muda. Kakek menghardik bibi dengan marah."Maaf Tuan, karena saya melihat Anda menyukainya jadi saya pikir Anda ingin melakukannya. Apa Anda menyukainya karena itu kejutan dari tuan muda?" Kakek tidak mau menjawabnya. Tapi terlihat sekali, kalau dia menikmati kembang api yang diberikan cucu kepada cucu menantunya.Perjamuan makan malam seperti apa yang disiapkan bibi untuk merayakan ulang tahun kakek?Mari kita lihat, sedikit persiapan yang dilakukan orang-orang yang akan datang ke perjamuan makan malam. Rumah Gara.Pengantin baru itu terlihat kaget saat menerima undangan yang dikirimkan seorang pengawal ke rumah
Gadis di depan Gara tersenyum malu. Mereka tidak saling memberi tahu isi dari janji pernikahan, bukan untuk kejutan, namun karena mereka ingin menunjukkan ketulusan. Bahwa janji pernikahan yang mereka buat bukan sekedar membaca tulisan, namun memang curahan isi hati terdalam mereka."Rene, terimakasih sudah melihatku dengan cara yang berbeda saat pertama kali kita bertemu. Aku bukan siapa-siapa saat pertama kali melihatmu. Tapi entah kenapa, kau bahkan sudah tersenyum padaku saat itu." Tangan keduanya semakin tergenggam dengar erat. "Semakin aku mengenalmu, semakin aku tahu, kau gadis yang luar biasa. Tanpa ayah dan ibu, kau membesarkan adik-adikmu dengan penuh cinta. Bagiku kau adalah berlian terindah Rene, terimakasih sudah menerima sebongkah batu tak berharga ini dalam hidupmu. Aku mencintaimu Rene dengan sepenuh hatiku. Aku akan membahagiakanmu dan melindungimu." Kecupan manis mengakhiri janji pernikahan Gara.Airmata menetes membasahi pipi Rene. Saat mic yang dipegang Gara tersod
Dan akhirnya, hari yang sudah dinantikan oleh semua orang. Mereka sudah duduk ditempat yang telah disediakan. Deretan kursi sudah ditempati para tamu. Musik dengan tim yang di bawa WO dari ibu kota. Para pelayan yang merapikan hidangan serta mengecek semua kelengkapan untuk terakhir kali.Sepupu Miria menggangkat tangannya, sebagai isyarat acara dimulai.Acara pernikahan Gara dan Rene pun dimulai.Ruben maju ke atas podium, dia ditunjuk sebagai MC acara. Ya, kemampuan bicaranya memang cukup baik. Dia pun mengajukan diri saat WO bertanya apakah dari pihak keluarga yang menentukan MC acara. Sebenarnya dalam hati kecilnya, dia ingin terlihat di antara banyaknya orang. Terlihat oleh kakek.Ruben mengetuk mik di depannya. Menyapukan pandangan pada orang-orang yang ada di depannya. Dia mencari sosok seseorang. Apa kakek tidak ada gumamnya, melihat lagi memastikan. Sekilas tertangkap rasa kecewa di matanya, namun buru-buru dia tersenyum. Karena tugasnya jauh lebih penting sekarang. Ternyata
Hari pernikahan Gara dan Rene.Untuk sampai pada hari ini, seorang laki-laki bernama Anggara, telah melewati banyak hal, jalan yang tidak mudah. Namun, seperti janji Tuhan, Dia menjawab setiap usaha dan doa manusia, hari ini laki-laki itu merasakan kebahagiaan yang teramat sangat. Memetik buah dari usahanya selama ini.Ibu yang ia sayangi, telah masuk ke dalam keluarga Domaz Group, bukan hanya sebagai wanita pelayan yang menggoda majikan, namun sebagai ibu dari cucu sang pendiri Domaz Group.Adik laki-laki yang dulu dia panggil tuan muda, dengan manisnya memanggilnya kakak. Itu adalah buah dari kesabaran seorang laki-laki bernama Anggara. Membayar semua pengorbanan yang sudah dia lakukan.Kesibukan pagi sudah dimulai sejak sebelum matahari terbit, memperbaiki dekorasi yang kurang atau kelengkapan yang lainnya dilakukan oleh para panitia WO. Waktu bergerak perlahan, ditengah semua orang bersiap.Langit hari ini berwarna biru, secerah hati calon mempelai yang akan mengikat janji. Mataha
Siang hari kesibukan di halaman vila mulai terlihat untuk persiapan acara besok. WO acara saudara Miria sudah datang. Mereka dengan cekatan menata setiap sudut taman menjadi sangat indah. Para karyawan toko Daisy sudah datang juga. Amira juga ikut. Dokter William akan menyusul dan sampai malam hari, karena masih ada pekerjaan yang tidak bisa dia wakilkan. Semoga dia bisa menemani Amira saat pesta kembang api nanti malam. Setelah meletakan barang masing-masing, mereka terlihat membantu ini dan itu. Ada yang menata bunga-bunga, ada yang memberi pita pada kursi. Setelah selesai membantu dekorasi mereka lari ke pantai, bermain di laut dan menikmati liburan gratis yang diberikan Kak Ale, memakai uang Argen tentunya. Semua orang bahagia, pesta pernikahan sederhana Gara dan Rene memberi kebahagiaan pada semua orang. Bahkan Ben menyapa takut-takut menyapa kakek, dengan perantara Argen. Kakek tidak bereaksi, namun dia menanyakan kepada bibi siapa nama orangtua Ben.Begitulah hari ini berlal
Bibi sempat menolak, tapi bukan Ana kalau tidak bisa memohon cenderung memaksa. Kalau nanti bibi dimarahi, biar aku gantikan dimarahi kakek. Begitulah, akhirnya Ana dan Rene bisa masuk ke kamar kakek."Pasti dia acuh dan bilang tidak perlu berterimakasih, karena dia sebenarnya mau membuang perhiasan itu." Argen yang menyahut, sekarang ana yang terkejut. Walaupun tidak sama persis seperti yang Kak Argen katakan tapi memang yang kakek ucapkan agak mirip seperti itu.Kakek merestui Kak Rene tapi tidak ingin terlalu terlihat kalau di memperdulikan dan menantikan pernikahan Kak Rene dan Kak Gara. Begitu yang ditangkap Ana dari sikap acuh kakek."Kakek kan suka menyebalkan kalau bicara." Argen mengangkat bahu sambil mengejek."Gen...""Kak..."Gara dan Ana bersamaan bicara."Ia, ia, aku nggak boleh bilang begitu. Dia kakekku. Cih. Kalian ini kompak sekali." Ana mangut-mangut mengusap pipi suaminya.Argen menatap Gara, tatapannya artinya pengusiran, menyuruh kakaknya keluar dari kamar. Yang
Masih di hari yang sama dengan waktu kedatangan mereka ke vila, tempat berlangsungnya pernikahan Gara dan Rene.Malam hari setelah makan malam. Dua kakak beradik sedang ada di dalam kamar, sedangkan Ana tertahan menemani kakek selepas makan malam.Argen duduk dengan mengangkat kakinya ke pijakan meja, dari mulutnya terdengar dia mengomel yang entah ditujukan untuk siapa. Mungkin pada alam yang tidak bersahabat dengan rencananya, atau kecewa pada Gara yang tidak bisa mewujudkan keinginannya. Masih terdengar dia mengomel sambil menyandarkan kepala malas.Wajah muram Argen melihat kakaknya yang sedang berdiri di dekat jendela.Gara menghela nafas perlahan, dia menyibak tirai dengan tangan kiri, berharap cuaca akan segera berganti. Tapi hujan yang jatuh dari langit selepas senja telah menghancurkan rencana malam ini. Sekarang saja masih gerimis. Tangannya mengusap jendela, masih terasa dingin. Uap air memang tidak merembes ke telapak tangannya, tapi dia bisa memprediksi hujan belum akan
"Suruh mereka kesini, dan berangkat bersama kita." Kakek menjawab singkat, lalu berlalu, senyum bahagia tertangkap sekilas dibibirnya.Dasar, sesenang itu kau mendengar Ale mau mempunyai anak. Kalau Ana sampai hamil, bisa-bisa kau menari dengan bibi di teras rumah. Argen melihat punggung kakek yang berjalan menuju pesawat. Pilot dan pramugari menundukkan kepala saat kakek berjalan mendekat.Kakek bahkan menelepon dokter pribadinya, untuk datang dan ikut dalam penerbangan.Kabar kehamilan Miria memang sungguh diluar dugaan, bahkan gadis itu tidak merasakan keanehan dalam tubuhnya. Sehari setelah kecurigaan Ale dia membeli alat tes kehamilan, saat dia menunjukkan garis dua di alat tes itu Ale memegangnya dengan tangan gemetar. Airmata kebahagiaan langsung bercucuran. Calon ayah itu sangat berbahagia.Ale menelepon Ana sambil menangis, saking kagetnya Ana dia berlari masuk lift turun ke lantai bawah, tanpa mendengar penjelasan Ale berikutnya. Gadis itu yang awalnya ketakutan karena mend