Ale dan Argen baru saja dekat sebagai teman, apa adikku melewati batas. Pikiran Ale sudah dihantui prasangka. Ale berjanji akan menasehati Ana nanti dengan benar setelah Argen pulang."Aku dan dia lebih tampan siapa?" Sekarang telunjuk Argen menuding dirinya dan Ale bergantian.Gubrak, Ale hampir jatuh karena kaget mendengar pertanyaan Argen. Dia pikir anak itu akan marah atau tersinggung. Lha ini, sangat berbeda dengan imej yang selalu Argen tunjukan di dalam kelas."Kak Argen dan Kak Ale?." Ana melihat kakaknya dengan rasa penyesalan. "Tentu Kak Argen yang jauh lebih tampan, karena ketampanan Kak Argen makanya aku jatuh cinta pada pandangan pertama kan." Ana bicara sudah sambil lari mendekati pintu. "Karena itu aku melamar Kak Argen kan."Perasaan Ale sedang campur aduk sekarang. Antara sakit hati dan juga lucu."Wahhhh penghianatan ini namanya." Tangan Ale menyayat dadanya sendiri. "Hatiku rasanya sakit sekali. Aleana kau telah mengkhianati kakakmu. Katanya cuma aku Kak Ale yang a
Aroma roti yang manis dan wanginya butter memenuhi udara di dalam dapur, menerobos di sela ventilasi, menandai sudah hampir sebagian besar roti telah selesai di panggang. Di dalam etalase kaca aneka roti dengan isian sudah berjajar menggoda. Cream keju yang gurih, manisnya coklat yang legit, isian kacang merah yang selalu menjadi primadona. Ada roti dengan cream stroberi yang manis dan segar, enak sekali dimakan untuk sarapan atau camilan di siang hari.Biasanya di jam pagi seperti ini para pembeli sudah mengantri sampai di pintu toko. Itu dulu, mungkin semenjak toko roti besar di sebrang jalan itu buka. Pemandangan itu seperti hanya tinggal kenangan saja.Para pelanggan setia bisa dihitung dengan jari sekarang. Walaupun begitu, karena janji pada orangtuanya, Ale akan berjuang mempertahan toko roti. Dua karyawan wanitanya tetap mencoba bersemangat melakukan pekerjaannya. Demi bos mereka.Kalau bukan karena Kak Ale, bos yang baik hati, aku pasti sudah berkhianat pergi dari toko yang se
"Panggil saja saya dengan nyaman Tuan, Anda bisa memanggil saya Miria." Ini pertama kalinya Miria bertemu dengan satu-satunya teman Tuan Argen. Ada yang sedikit menyayat hati nuraninya saat melihat laki-laki di depannya. Sangat berbeda dari apa yang dia bayangkan.Aku pikir, karena dia diakui sebagai teman oleh Tuan Argen, dia akan sedikit mirip dengan Tuan. Tapi ini. Suaranya lembut, tatapannya hangat. Dia pun terlihat menggemaskan ketika bicara takut-takut dengan suara bergetar.Plak! Ada yang menampar kesadaran Miria untuk tetap fokus."Ah, baik, Nona Miria. Anda juga bisa memanggil saya Ale.""Anda kan teman Tuan Argen saya akan tetap memanggil Anda dengan sopan." Menundukkan kepala. "Anda bisa memanggil saya dengan nyaman Tuan.""Saya merasa nyaman kok Nona Miria." Ale tertawa canggung.Sementara itu dua gadis yang sedang melihat dari tirai, sedang sikut-sikutan. Ana merasa lega, karena mereka adalah utusan Kak Argen."Ana, kenapa Kak Ale masih kelihatan tegang begitu, katanya me
"Apa Anda juga akan bersikap baik, kalau." Gumam-gumam tidak jelas."Kau bilang apa?" Argen mendongak dari pekerjaannya saat mendengar gumaman pengawalnya."Saya ikut senang, karena Anda memiliki teman baik disamping Anda."Cih, kau pikir aku bodoh, bukan itu kan gumamanmu tadi."Apa kelemahanmu yang dipegang kakek?" Masih diam hanya menjawab lewat tatapan matanya. "Apa ada yang kakek janjikan padamu, katakan, aku akan menggantikannya mengabulkannya untukmu, tapi, jangan jadi anjing kakekku lagi." Argen bertanya langsung, tanpa basa basi."Maaf Tuan Muda, hanya Tuan besar yang bisa memberikan apa yang saya inginkan."Cih, membuatku kesal saja."Keluar, kau membuatku muak.""Baik."Pengawal itu menundukkan kepala. Terlihat gurat sedih ketika dia meraih handle pintu. Mendonggakkan kepala dibelakang pintu yang tertutup.Ibu, tolong tunggu sebentar lagi. Gumaman lirihnya yang hanya terdengar olehnya.***Disebuah bandara internasional. Seorang gadis sedang duduk, moodnya terlihat buruk. R
Ale langsung duduk tegak dan tertawa mencairkan suasana yang tiba-tiba hening. Apalagi semua mata tertuju padanya. Apa dia tadi terlihat terhanyut karena teringat pada ibu dan ayah."Kak, Nona Miria, baik ya." Ana menyenggol lengan Ale sambil tersenyum menggoda. Yang di goda jadi salah tingkah sendiri."Tentang renovasi toko, kita bisa menerapkan sebuah konsep. Contohnya kita bisa memakai bunga Daisy sebagai tema karena sesuai dengan nama toko ini. Dia akan membuat konsep awalnya." Menunjuk salah satu staf. "Nanti Tuan dan Nona Ana bisa memberikan masukan juga."Ah, bunga Daisy, Ana pernah juga mendengar tentang bunga berwarna putih itu.Miria melanjutkan lebih detai tentang strategi marketing pemasaran produk. Memakai media sosial dengan mengundang influencer yang sudah memiliki banyak pengikut di media sosial. Memakai Tuan Argen secara terang-terangan. Akun sosial media Tuan Argen juga sangat ramai, semua produk yang dia pakai dalam foto hampir semua sold out dalam hitungan hari. Di
Ale tertawa menyentuh tengkuknya. Wajahnya memerah. Saat Sekretaris Miria memalingkan wajah karena menahan tawa sambil memasukan roti dalam kotak membuat wajah Ale semakin merah. "Kenapa kau berteriak tadi bikin kaget saja." Apalagi Ale mendengarnya saat dia disamping toko."Maaf Kak, aku kaget melihat itu." Menunjuk buku -buku desain. Gambar pakaian pengantin tercetak besar. Terlihat indah dari pandangan di mana Ale berdiri. "Apa kalian membuat baju itu dari emas, kenapa mahal sekali." Ana menggeser buku besar yang baru saja dia lemparkan. Menjauhinya. Ale mendekat. "Kak." Ana menarik tangan Ale membisikkan sesuatu. "Harga baju pernikahannya lebih mahal dari harga tanah dan bangunan toko kita. Tiga kali lipat."Sekarang giliran tangan Ale yang gemetar menggeser buku.Kalian berdua menggemaskan sekali, apa kalian masih tidak menyadari, seberharga apa kalian bagi Tuan Argen. Miria meletakkan kotak rotinya. Mendekat, meraih buku desain."Pakaian ini memang didesain khusus untuk Anda No
Suasana kerja disiang ini cukup kondusif. Argen hanya bertemu dengan CEO sebuah perusahaan brand kosmetik yang akan membuka stand ekslusif di Domaz Mall. Dan sekarang waktu bergerak menuju saatnya makan siang. Dia terlihat enggan saat masuk ke dalam lift lebih-lebih saat sudah ada di dalam mobil.Pengawal pribadinya membawa mobil keluar dari kantor pusat Domaz Group. Terlihat Argen melihat pesan masuk ke hpnya, lalu secepat kilat dia membalas pesan itu dengan panggilan telepon."Beraninya kau makan siang dengannya!" Pengawal Argen melihat kaca spion ketika ketukan suara Argen menggetarkan telinga yang mendengar. Terdengar beberapa kali yang ada di telepon meminta maaf. "Aku mau berangkat sekarang." Argen melihat hpnya geram. "Miria, sepertinya kau harus menukar nyawamu dengan makan siangmu hari ini, kau tahu sekesal apa aku sekarang." Setelah memberi ultimatum menakutkan, masih ada sepenggal kalimat yang Argen katakan. "Kalau kau kembali ke kantor dengan tangan kosong, bersiaplah!" Kl
Dia letakkan lagi sendok yang berdenting, meraih minuman dingin, meneguknya dua kali."Kak Argen kan berjanji mau menikah dengan saya, kenapa sekarang." Hiks, suara menyedihkan mulai terdengar. Angela mengeluarkan suara terisak. "Ibu bilang, Kak Argen akan menikah dengan pilihan tuan besar. Kenapa Kak Argen jahat sekali." Rambut yang terurai ia selipkan lagi ke telinga. Mengusap ujung matanya walau tidak terlihat ada airmata.Aktingmu buruk sekali, gumam Argen. Semakin membuatnya mual, aroma makanan yang ada di atas meja membuatnya berdenyut pusing."Kak Argen, ini tidak benar kan, Kak Argen tidak akan menikah dengan wanita itu kan." Ibu melirik khawatir reaksi anaknya. Argen masih terlihat bisa mengendalikan emosinya. Kalau dia sendiri, sekarang semenjak dia dewasa, ibu sangat hati-hati bersikap apalagi kalau sedang berhadapan begini. "Kak Argen jahat." Angela kembali bicara sambil menggoyangkan tubuh dan tangannya.Angela itu cantik, mungkin suaranya akan terdengar menggemaskan dan
Sedang persiapan maksimal. Ana kembali merapikan rambut. Mencoba beberapa gaya, tapi pada akhirnya rambut lurusnya tetap dia biarkan jatuh tergerai. Sekali lagi memastikan meja makan bersih sempurna. Meletakkan dua lilin dengan aroma bunga di atas meja makan. Sekuntum bunga Daisy dalam vas. Dia sengaja memilih yang kelopaknya kecil-kecil saat di toko bunga tadi."Hallo Kak Miria, Kak Argen hari ini tidak lembur kan?" Memastikan sekali lagi. Dia sudah berdandan dengan maksimal, apa jadinya kalau orang yang ditunggu datang, saat dia sudah tenggelam dalam selimut mimpi. Semua perjuanganku kan jadi sia-sia. Hiks."Benar ya, syukurlah kalau begitu. Terimakasih infonya Kak." Kegirangan mencuat setelah mendengar jawaban Miria. Ana duduk, melepas kegelisahan, lalu memilin kelopak bunga Daisy di tangan kiri. Ehm, berdehem sebentar. Setelah Miria selesai bicara, Ana pun sudah menyiapkan kalimat yang sudah sekian lama ia simpan, untuk siapa pun orangnya, yang akan dipilih Kak Ale. Dan dia ingi
Ale meneguk minumannya. Kenapa aku sering mendadak gatal tenggorokan begini si, akhir-akhir ini. Apa ada orang yang memakiku di belakangku.Dia berjongkok, memeriksa isi kulkas. Ana bilang mau memasak untuk makan malam nanti, bahan makanan masih ada apa ya. Satu persatu di periksa Ale. Masih lengkap gumamnya sambil duduk di kursi. Dia sedang menunggu roti di panggang. Tangannya meraih hp. Seutas senyum malu-malu muncul.Aku sudah berkencan dengan Miria kan. Ah, malunya aku, kenapa dia yang menyatakan cinta duluan si. Ale, kau memang tidak berguna. "Kau pasti sedang sibuk ya? Aku sedang memanggang roti.""Kau tidur dengan nyenyak?""Selamat bekerja. Aku akan mengirim makan siang ke kantormu. Berikan untuk Argen juga, jadi jangan merasa terbebani.""Selamat bekerja 😘"Aku harus memaklumi dia membalas pesan sedikit lebih lama. Dia juga sudah bilang kan. Hiiii, aku merinding seperti sedang melihat Argen memelototi ku.Ale belum cerita dengan Ana. Lebih-lebih dia belum mau mengatakannya
"Tahulah, karena dia tahu aku suka pada Kak Argen makanya Kak Ale menerima tawaran Kakak. Sebenarnya aku sedikit memaksanya si. Hehe." Jawaban Ana membuat hati Argen menjerit.Kakak sialan! Kau tahu segila apa aku beberapa hari ini saat bersama adikmu. membayangkan aku menyentuh Ana dan mengatakan padamu membuatku frustasi. Apalagi kalau sampai membuat Ana marah dan jijik karena aku menginginkannya. Kau benar-benar kakak sialan ya!Hah! Sebenarnya kenapa aku bisa sebodoh ini. Argen menampar dirinya sendiri. Benar juga, setelah dipikirkan ini terasa masuk akal. Kalau dia Ale, tidak mungkin dia akan membiarkan Ana menikah. Karena Argen tahu sesayang apa Ale pada adiknya. Tawaran toko roti tidak akan dia terima kalau dia tidak yakin Ana akan menyukai pernikahan ini.Dasar bodoh! Kenapa aku tidak terpikir sampai ke sana.Sedikit bengong karena mengutuki kebodohannya, Argen mengikuti Ana, setelah gadis itu mengambil tas dan buku-bukunya. Ana sudah selesai memakai sepatu. Argen memakai sepa
Gagal!Sat, set, dorong dan terjang apanya. Ana mendengus di belakang pintu kamarnya yang masih tertutup rapat. Bibi pasti sudah selesai memasak sekarang. Karena perasaan kecewa dia bahkan tidak keluar dari kamar, padahal biasanya Ana akan sibuk di dapur membantu ini dan itu, ataupun sekedar menjadi tim sorak yang bertanya ini itu tentang apa yang sedang dimasak bibi. Memindahkan piring atau masakan yang sudah selesai dimasak. Semuanya karena kejadian tadi malam.Semalam Ana sudah mencoba memakai baju tidur seksi pilihan Amira. Mau memilih memakai yang warna apa saja memakan waktu hampir satu jam sendiri. Mondar mandir dari kamar dan ruang tamu beberapa kali. Praktek dan latihan bicara beberapa kali di depan kaca. Namun, keberadaan suaminya bahkan tidak tercium sekedar aroma tubuhnya sekalipun. Akhirnya Ana ketiduran di kamar, masih dengan baju tidur seksinya.Mood Ana pagi ini agak murung karena kejadian semalam.Ana keluar kamar juga pada akhirnya setelah waktu bergulir. Dia sudah
Benar juga, dulu saja aku tahu ada Angela. Wanita-wanita cantik yang berbeda level denganku yang hanya anak kuliahan ini. "Hemm, sepertinya yang dibilang Amira juga benar Nona." Rene jadi ikut berpindah haluan selangkah melewati garis yang dia buat. Gadis itu teringat bagaiman mantan bosnya Angela, yang melakukan berbagai macam cara untuk mendekati Tuan Argen. "Pasti banyak wanita, mungkin Nona Angela juga belum menyerah. Apalagi Nyonya sangat mendukungnya." Rene sudah melihatnya langsung, rencana yang dipakai Angela dan ibu Tuan Argen. "Anda harus bergerak dari semua arah." Amira terlihat merasa bangga sekali, setelah Rene mendukungnya."Anda bisa juga bertanya pada pengawal Tuan Argen, apa kesukaan Tuan Argen. Itu bisa mempermudah kan. Pokoknya serang dari semua Arah seperti yang Amira katakan tadi." Rene benar-benar keracunan juga, setelah dia teringat dengan Angela."Ah, Tuan pengawal tangannya terluka Kak. Kak Rene kenal dengan Tuan pengawal." Rene terlihat terperanjat. "Saya p
"Sudah sampai, Ale." Miria menyenggol lengan Ale yang berjalan sambil melamun."Ah maaf. Aku malah melamun."Kenapa cepat sekali sampai rumahnya!"Masuklah, aku akan pergi setelah kau masuk."Ehhm, sepertinya adegan ini ketuker deh... Wkwkwk.Miria menunjuk rumah gelap gulita. Temaran bulan dan cahaya lampu dari rumah sekitar yang membagi sinarnya, sedikit mengusir kegelapan."Mau mampir? Mau minum kopi dulu sebelum pergi."Ale bodoh! Kau bahkan tidak punya kopi di rumahmu."Sudah terlalu malam untuk minum kopi, nanti malah kau tidak bisa tidur." Jawaban Miria menohok di hati Ale. Tapi dia tidak menyerah."Kalau begitu, mau makan roti." Ale membuka peluang lagi. Wajahnya bersemu malu."Kau kan tidak bawa roti." Melihat kedu
Malam belum larut, Daisy Bakery Shop sudah tutup sedari tadi. Setelah membereskan dapur dan peralatan, serta menyiapkan bahan-bahan untuk besok, dua karyawan Daisy Bakery shop pamit. Meninggalkan Ale dalam kesendirian. Semenjak Ana menikah, Ale jadi malas untuk pulang ke rumah. Kesunyian di ruang-ruang kosong rumah terasa menyiksa. Biasanya tempat itu di penuhi senyum dan keceriaan Ana. Namun, toko sementaranya pun tidak ada kamar untuk tidur. Mau tidak mau, Ale harus memadamkan lampu dan mengunci toko.Aku kesepian hiks.Memasukkan kunci dalam tas kecil di pinggangnya. Kalau renovasi sudah selesai sepertinya Ale akan memilih tinggal di toko. Dalam pendar lampu teras yang menyala, Ale masing termenung.Tin, tin. Suara klakson mobil memecah keheningan malam.Lampu sorot mobil menyala. Ale memicingkan mata, diselingi makian. Menghujat pengemudi tidak sopan yang sudah menyorotnya. Eh, mel
Menjelang sore.Ana mampir ke toko roti setelah dari perpustakaan menyelesaikan tugas. Amira dan Rene ikut mampir. Amira beralasan mau membeli roti. Kalau Rene sengaja ikut karena mau mengantar Ana."Saya kan mendapat pinjaman mobil dari Domaz Group, bagaimana saya bisa membuatkan Ana pergi naik taksi sendirian." Manfaatkanlah saya sesuka hati Anda Nona begitulah garis besarnya sikap Rene. Sudah untung Kak Rene mau merubah panggilan kalau di kampus, jadi akhirnya Ana datang dengan mereka bertiga.Renovasi bangunan toko berjalan dengan cepat. Ana berdiri di depan toko, bagian depannya sudah hampir 70 persen selesai. Sekarang mereka sedang menyelesaikan lantai dua.Kekuatan uang menakutkan sekali, gumam Ana. Lalu berbalik menuju toko baru sementara mereka. Pelanggan ramai. Dia ke dapur mencuci tangan. Ale menyelesaikan panggangan terakhir rotinya."Kak." Ana memeluk Ale
"Aku mencintaimu Kak, aku mencintai Kak Argen bukan karena kakak teman Kak Ale, aku mencintai Kak Argen sebagai wanita yang jatuh cinta pada laki-laki."Sejak pertama kali kita bertemu. Aaaaaa, andai aku boleh membuat pengakuan cinta saat kakak sadar. Ah, andai Kak Argen bukan laki-laki yang secuek itu pada cinta dan perempuan, mungkin aku masih ada harapan."Aku bahagia walaupun hanya bisa mencintai Kak Argen diam-diam. Seperti ini. Mimpi indah Kak. Hoaaam. Karena banyak mengoceh, aku jadi mengantuk juga." Ana mendekatkan kepala, terkikik kecil lalu menjatuhkan satu kecupan di bibir Argen. Dia juga mau tidur.Tapi."Ana, apa yang kau lakukan?""Huaaaaaa!" Ana mendorong tubuh Argen karena kaget. Dia mundur bangun ke pojok tempat tidur. Meraih bantal, menyembunyikan wajahnya. Terdengar Argen menguap, lalu dia bangun sambil mengucek matanya. "Kakak tidak tidur?"&nb