Tangan Ben terlihat terkepal geram di atas meja. Menatap benci pada Miria. Bagaimana gadis dingin ini bisa menjadi kekasih bos Ale, dia tidak habis pikir dan merasa tidak terima, laki-laki selembut Ale bisa jatuh dalam pelukan serigala berbulu domba di depannya ini."Kalau Anda tidak menjawabnya, bersiaplah untuk menjawab dihadapan Tuan Argen." Suara Miria lugas, pasti membuat Ben goyah."Wahh, Miria, apa kau benar-benar tidak punya hati, kenapa kau bisa mengarang cerita seperti itu. Mana kutahu kalau ini toko temannya Argen, aku juga kaget waktu pertama kali aku melihatmu dan Argen di toko ini. Sialan! Aku mendaftar di toko ini karena aku melihat perkembangan pesat toko ini, yang bisa bersaing dengan waralba seperti toko disebrang. Itu saja nona sekretaris, aku hanya butuh uang, untuk bertahan hidup, dan toko ini menawarkan gaji yang lumayan untukku." Ben mencercau dengan jawabannya. Dia merasa difitnah oleh Miria.Aku jadi menunjukkan betapa menyedihkannya hidupku. Benar-benar deh,
"Ah, maaf Bos, apa aku boleh bawa pulang roti beruang?" Malah entah apa yang dia bicarakan."Apa sih, bawa saja." Aku pikir dia mau bicara apa gumam Ale. "Sudah ya, aku mau mencari Miria."Ben melambaikan tangan tidak rela melepas Ale, apalagi saat Ale memanggil nama Miria.Dasar serigala berbulu domba, geram dia memaki Miria.***Miria sedang tertunduk membaca ulang laporan tentang Ruben saat terdengar panggilan Ale. Dia menutup hpnya dan langsung bangun."Kau sudah turun? Apa sudah selesai bicara dengan Tuan Argen." Miria meraih tangan Ale. Membawanya duduk di kursi taman. "Kau tidak apa-apa kan?" Tangan Miria terulur memeriksa wajah, semua aman gumamnya tidak ada tanda-tanda kekerasan fisik atau apa pun."Argen licik sekali, dia memanggil Ana, padahal aku belum selesai memarahinya." Ale mulai mengadu tentang apa yang terjadi di lantai atas.Hah! Apa! Aku tidak akan pernah bilang, kalau aku yang sebenarnya memanggil Ana. Sepertinya kedatangan Ana benar-benar berhasil memecahkan ke
"Ada orang di dalam rumah, aku tidak tahu siapa. Panggil bantuan dan periksa seluruh tempat yang ada disekitar sini.""Kalau begitu Anda tidak boleh masuk.""Temukan adik-adik Rene, mereka pasti disekap tidak jauh dari sini. Beri aku kode tiga kali panggilan kalau kalian menemukan mereka.""Tuan Muda, keselamatan Anda lebih utama bagi kami.""Tutup mulutmu, walaupun tanganku terluka, aku bisa mematahkan tanganmu."Pengawal itu merinding, lalu dia menundukkan kepala. Melakukan apa yang diperintahkan Gara. Sialan! Kalau aku tidak menurutinya, habislah aku. Tapi kalau sampai dia terluka, laki-laki itu lebih merinding, membayangkan hukuman apa yang akan dia terima dari Tuan Argen.Gara sudah menduga saat Rene meminta mereka menemania pulang. Memakai alasan adik-adiknya yang kangen. Dan setiap kali bicara tentang adiknya dalam perjalanan suaranya selalu bergetar. Rene meremas jemarinya seperti orang ketakutan.Dan dia bisa menduga siapa orang-orang ini."Keluarlah Nyonya, bukankah kita ha
Kenapa kakak harus mengalami hal seperti ini! Memang apa salahnya dia. Dia kan tidak bisa memilih orangtua. Kakak tidak salah! Rasanya tangisan Rene semakin mengeras.Gara yang menyadari keadaan Rene. Menggenggam tangan gadis itu. "Tenanglah Rene, aku tidak apa-apa. Adikmu semua sudah aman."Hp di saku celana Gara sudah bergetar tiga kali. Kode dari para pengawal Domaz Group."Semua sudah aman Rene, tenanglah." Gara mencium kepala Rene. Setelah gadis itu mengangguk Gara beralih pada ibu. Dia mengusap wajah ibunya. Menenangkan ibu.Kejadian cium kening itu berlangsung sangat cepat, sampai baru Rene sadari, saat adegan sudah berganti. Wajahnya memerah.Gara sudah melihat ke arah nyonya."Ah, apa Anda sudah puas sekarang?" Gara mengusap dagunya dengan lengan. "Anda sudah memukuli saya kan, saya tahu, sudah sejak lama Anda ingin melakukannya setiap kita bertemu."Nyonya tertawa sinis."Aku memang tidak bisa menyentuhmu atau pelayan rendahan itu, tapi berbeda dengan mereka. Jadi, kalau kau
Malam yang tenang di toko Daisy.Miria yang kembali datang ke toko Daisy setelah pulang bekerja. Dia mampir ke supermarket membeli beberapa bahan makanan karena Ale mengatakan ingin makan malam berdua. Ruben menyambutnya datang dengan tatapan bengis. Dasar serigala berbulu domba gumam laki-laki itu. Miria yang tahu dipelototi, mengangkat jari tengahnya sebelum masuk ke dapur.Apa! Bos Ale harus melihat tabiat pacarnya itu! Aku akan merekam kelakuan aslinya nanti.Toko Daisy sudah tutup. Tertinggalah mereka berdua. Ale dan Miria membawa makanan ke lantai atas. Mereka menikmatinya di atas karpet, sambil menyalakan beberapa lilin. Ruang lantai atas sudah tercipta suasana romantis.Semua masakan di atas meja Ale yang memasak, Miria hanya menonton sambil membantu mengelap piring dengan lap. Disertai puja dan puji tentang kehebatan Ale memasak yang tiada tandingannya. Wajah Ale yang beberapa kali merona karena malu di puji terus-terusan."Makanlah Miria." Ale mengambilkan lauk ke piring Mi
Kejadian malam itu akan ditutup Miria, setelah sempat beradu argumen dengan gara.Tapi sebelum itu, mari kita lihat kejadian lengkapnya.Dari luar rumah sederhana ini terlihat biasa, tidak ada yang aneh. Lampu depan juga menyala dengan terang. Suasana juga sunyi. Tidak terdengar apa pun di dalam rumah.Berawal dari sebuah mobil yang menepi di pinggir jalan. Disulul mobil-mobil selanjutnya. Seorang gadis keluar dari mobil pertama, langsung memberi instruksi ini dan itu. Dan akhirnya mobil Van yang membawa adik-adik Rene melaju pergi meninggalkan lokasi. Sopir yang tadi membawa mobil, terikat meringkuk di tanah.Brak! Pintu rumah Rene tumbang, setelah diterjang Empat orang. Pintu kayu ambruk berantakan menciumi lantai keramik. Orang-orang yang ada di dalam sedang bersitegang terlonjak kaget. Rene terlihat langsung berdiri melindungi bibi dengan merentangkan tangannya."Sudah ku bilang jangan masuk apa pun yang kalian dengar kan." Sebuah suara dingin terdengar, Gara menyibak rambutnya s
Sedangkan posisi Gara, dia adalah kakak, kakak Tuan Argen. Laki-laki di hadapannya ini statusnya sepenting Ale bagi Tuan Argen sekarang."Nona sekretaris maaf." Rene menyentuh tangan Miria. Ingin meredakan ketegangan antara dua orang ini. "Adik-adik saya, sekarang, mereka ada dimana?"Gara dan ibunya langsung mengerjap, mereka sejenak lupa hal penting itu. Dimana Miria membawa mereka, benar saja, tidak terlihat dari tadi keberadaan adik-adik Rene."Rene, bereskan barang-barangmu dan adik-adikmu, bawa saja yang sekiranya penting, aku akan mengantarmu ke sana." Miria malah memberi perintah, bukan menjawab pertanyaan Rene.Walaupun masih ada yang mau Rene tanyakan, tatapan Miria yang tidak ingin dibantah membuat gadis itu langsung masuk ke rumah. Menginjak pintu yang rusak."Di mana kau kau membawa adik-adik Rene?" Gara yang bertanya sekarang. Melihat ibunya ikut masuk ke rumah. Sepertinya mau membantu Rene berkemas."Kenapa? Kalau mau tahu Anda bisa ikut. Rumah itu cukup besar untuk men
Tuan besar yang mendapat laporan dari Gara perihal Ana, gadis yang seperti menjadi obat bagi Argen dari semua penderitaan mual dan muntahnya. Ya, alasan itulah yang membuat kakek memberikan Safira blue diamond pada gadis itu. Walaupun hanya dia sendiri yang tahu, dia menyimpan rahasia kenapa dia merestui Argen dan Ana menikah. Bahkan Argen pun tidak tahu, seberapa besar tuan besar perduli padanya.Jadi Anda tahu ya? Hati nyonya bergetar. Anda tahu tentang Argen."Jangan menggangu Argen, sudah berapa kali aku mengatakan itu.""Maaf, saya tidak tahu kalau Argen juga menderita.""Biarkan saja dia melakukan apa yang dia suka. Berhentilah mengumpulkan gadis-gadis untuk merayu Argen, kau pikir dia akan tergoda." Tuan besar bangun dari duduk. Artinya nyonya sudah di usir keluar dari kamar. "Aku tidak mengakui pelayan itu dan anaknya, sama denganmu, aku juga membenci mereka. Mereka selamanya hanya akan menjadi aib pembangkangan suamimu padaku." Tuan besar terdiam sebentar. "Tapi sepertinya, A
Meninggalkan Argen dan Ale berdua dalam ruangan tunggu."Kau tegang?" Argen mendekat menghampiri Ale. Meninju lengan sahabatnya. "Bagaimana perasaanmu hari ini?" Dia ingin menggoda Ale yang terlihat berdiri dengan kikuk. Beberap kali merapikan rambut yang memang sudah rapi."Senang, bahagia, aku sudah tidak sabar. Gen...""Apa?""Tapi aku gemetar tahu." Mencengkeram bahu Argen. Dia memang sok keren di depan Ana dan bilang baik-baik saja, padahal dadanya berdebar kencang. "Kau tegang tidak waktu mau menikah dengan Ana." Ada peluh yang merembes di kening Ale."Kau itu nggak ngapa-ngapain aja gemetar." Argen menjawab acuh seperti Argen biasanya."Dasar sialan!" Tapi Ale tertawa juga mendengarnya. Membuat kegelisahannya sedikit mencair. Mereka duduk di sofa sekarang. Ale masih terlihat gelisah. Beberapa kali mengusap wajahnya. Janji pernikahan, dia sudah hafal diluar kepala. Sudah dia ulang-ulang juga tadi. Dia tidak mau mengulangnya lagi, karena takut malah panik dan lupa semuanya.Ah,
Laki-laki itu menjatuhkan kepalanya di meja. Menyesali kebodohannya yang salah stategi. Dia terlalu jumawa. Diambilnya lagi undangan Miria. Dieja perlahan nama Aleando dengan sedikit geram seperti orang mengumpat. Dia laki-laki seperti apa ya, sampai bisa membuat Miria jatuh cinta.Pengacara itu sangat penasaran.πππSetelah melalui proses persiapan yang melelahkan, yang lelah tentu yang berjibaku menyiapkan pesta, akhirnya hari pernikahan Miria dan Ale datang juga.Sebelumnya sempat terjadi keributan kecil karena orangtua Miria berharap gadis itu bisa pergi bulan madu setelah menikah. Orangtua Miria berharap, anaknya tidak menunda-nunda punya anak. Mumpung baru menikah, gejolak cinta masih membara."Sat set, terjang Nak Ale dan segera lahirkan anak untuknya. Kau kan tahu Miria, kami ini sudah tidak muda lagi. Yang lain di keluarga kita bahkan sudah memiliki beberap cucu. Jadi jangan menunda-nunda." Ibu bicara seenaknya membandingkan dirinya dan saudara yang sudah punya cucu."Ibu
Ada banyak hal yang harus disiapkan untuk pesta pernikahan. Memang. Miria juga tahu itu, karena gadis itu sudah berpengalaman menyiapkan pesta pernikahan yang bahkan skalanya jauh lebih besar. Pesta Tuan Argen dan Ana. Hingga gadis itu tahu bagaimana repotnya semua tim yang terlibat.Namun, kebahagiaan orangtua Miria karena anak sulungnya akan menikah, seperti menjadi tenaga ekstra untuk mereka. Adiknya yang sekolah di luar negri pun berencana akan pulang selama beberap hari. Damar, malah jadi jarang menyambangi toko Daisy, karena dia sudah jadi sopir khusus ibunya mengurus ini dan itu. Ayah Miria, masih datang ke toko mengawasi toko. Dia akan ikut membantu kalau akhir pekan.Seperti itulah yang terjadi, demi kebahagiaan putri yang tadinya katanya tidak tertarik untuk menikah. Mereka dengan suka cita melakukan ini dan itu.Apa yang orangtua Miria pernah katakan, kalau ada uang maka semua bisa berjalan jauh lebih gampang. Apalagi perkara mempersiapkan pernikahan. Benar-benar terbukti.
Selain karena kakek. Gumam Argen. Orangtua itu masih saja berfikir menyuruhku menikah dengan wanita berstatus sosial dan memiliki keluarga yang berkuasa. Cih, apa dia pikir aku masih anak-anak yang tidak bisa memimpin Domaz Group dengan tanganku sendiri. Argen masih merasa kakek belum sepenuhnya percaya pada kepemimpinannya mengelola Domaz Group. Hingga perlu bantuan orang lain. Dia takut, kalau Ana hamil malah akan menyusahkan gadis itu saja.Ana belum menjawab. Apa yang diucapkan Argen menyentuh keharuan hatinya. Dia memarahi dirinya sendiri. Padahal suaminya sangat memikirkannya, bisa-bisanya dia berfikir Kak Argen akan seperti kakek atau ayahnya. Mereka berpelukan, Ana minta maaf lagi sudah meragukan kesetiaan suaminya."Aku mencintaimu Ana, sangat, kau bahkan harus berhati-hati karena aku sangat mencintaimu."Aku akan melakukan apa pun untukmu. Kau bahkan sudah tahu apa yang bisa kulakukan untuk mendapatkannya kan. Bagaimana dia memperjuangkan hatinya untuk Ana, bagaimana cara d
"Apa sekarang aku harus menggantinya jadi tuan muda. Tapi dia marah, saat aku bersikap sopan padanya. Ah, entahlah. Tapi, aku penasaran, mereka ngapain sebenarnya di kamar sampai sesiang ini ya."Tegukan kopi habis, dan tirai kamar lantai atas belum terbuka.πππDi bibir pantai. Ada sepatu wanita dan laki-laki tertabrak ombak. Sopir yang biasanya membisu selama bertugas mengangkat dua pasang sepatu itu, menjauhkan dari bibir pantai. Lalu dia duduk di atas pasir di dekat dua pasang sepatu itu.Sementara pemilik sepatu, sedang berjalan menyusuri pantai. Argen menggulung celananya, kaki mereka menapak pasir putih yang basah. Untuk pertama kalinya bagi Argen, sepanjang dia datang ke vila kakek, dia berada sedekat ini dengan air laut.Tangan keduanya saling terpaut. Melangkah diantara riak air yang menyentuh ujung kaki. Ombak berkejaran ke bibir pantai, suara deburan ombak terdengar menambar bebatuan di bagian pantai yang berbatu cadas."Kakak, kita duduk di sana yuk?"Argen belum menja
Matahari terbit di ufuk timur, berkas sinar keemasan memancar seperti naik ke cakrawala. Matahari seperti sejajar dengan lautan. Pemandangan matahari terbit di tepi laut memang sungguh terlihat menawan. Membius mata siapa pun yang memandang.Ana duduk bersandar dengan kaki selonjoran, dia bersandar dalam dekapan Argen yang bidang, bergelung di bawah satu selimut. Sebenarnya selimut menutupi tubuh Argen, namun karena dia dipeluk jadi ikut terselimuti. Angin pagi menerobos melalui jendela yang mereka buka, membawa angin laut yang dingin masuk ke dalam kamar. Walaupun agak dingin, namun melihat matahari keemasan yang muncul dari lautan, sudah cukup membayar rasa dingin yang mereka rasakan."Indahnya Kak." Ana memutar kepalanya, melihat wajah Argen yang memeluknya dari belakang. "Melihat matahari terbit, bersama Kakak, itu yang jauh lebih membahagiakan," ujarnya sambil memberi kecupan singkat dibibir Argen. Lalu memutar kepala lagi melihat pemandangan indah di luar sana."Hemm, kau senan
"Saya suka wanita yang umurnya lebih tua dari saya Kek." Will menyambar sebelum ayahnya menjawab.Kenapa kakek tertarik dengan pernikahan cucu yang sudah dibuangnya. Pikir Will.Secepat kilat ayah Will memukul kepala anaknya karena sudah lancang menjawab. Tatapan ayah Will menusuk tajam, membuat Will menghela nafas."Maaf Kek, saya pikir kakek mau menjodohkan saya. Jadi saya mengatakan kriteria wanita idaman saya. Saya ingin menikah dengan wanita yang lebih tua dengan saya."Ayah mencubit pinggang Will. "Karena bergaul dengan Argen kau jadi pintar bicara ya." Kakek sepertinya tidak marah dengan sikap kurang ajar Will. Mungkin di mata kakek di kening Will tertulis nama sahabat Argen. Jadi Will sedikit mendapat keistimewaan. "Aku tahu banyak yang sudah kau lakukan untuk Argen."Deg. Will mulai takut. Kakek ini seperti harimau pengintai. Cuma berlaku untuk Argen. Dia mencaritahu semua orang yang ada di sekeliling Argen. Membiarkan kalau berguna untuk Argen. Menghancurkannya kalau dia cu
Sampailah mereka ke tempat yang mereka tuju. Ramai, banyak muda mudi, sedang memilih makanan mana yang akan mereka makan.Ale bilang ingin makan mi, jadilah mereka makan di kedai mi. Duduk sambil beratap langit malam. Tempat ini pasti bubar kalau hujan jatuh dari langit. Karena payung lebar di atas mereka tidak mungkin bisa menangkal air dan angin yang menerjang bersamaan."Miria..."Miria mengangguk sambil menyeruput kuah mi yang masih panas. Mengusap bibirnya dengan tisyu. Menunggu perkataan Ale selanjutnya."Rumahku yang di gang sempit itu apa aku jual saja ya. Uangnya bisa kita pakai membeli rumah baru?" Ale cuma sesekali pulang, walaupun sebenarnya dia sayang dengan rumah itu. "Tapi, aku juga belum bertanya pada Ana." Bingung sendiri dia. Meneguk air putih di gelasnya.Rumah kenangan orangtuanya, namun dia pun tidak mau tinggal di rumah itu sendiri karena merasa kesepian. Hingga sekarang toko Daisy adalah rumahnya."Ale, apa kau mau tinggal diapartemen? Dibawah rumah Tuan Argen d
Di waktu yang bersamaan di toko roti Daisy.Ruben sedang duduk di belakang kasir, karena Lila pulang cepat hari ini dia menggantikan gadis itu. Ada keperluan keluarga begitu izin Lila pada Ale, hanya mengatakan alasan aslinya pada Ale. Sementara pada Ben dia hanya bilang ada urusan dengan orangtuanya.Dia melamun, saat tidak ada pembeli roti. Mengelap kaca etalase yang sebenarnya sudah kinclong dari tadi. Membayangkan, saat ini apa yang terjadi di rumah vila kakek ya. Apa Argen sudah bisa makan dengan lahap ya sekarang? karena ada istri yang sepertinya sangat dicintainya itu, sepertinya dia baik-baik saja.Hah! Dia menghela nafas sambil menggosok meja kasir sekarang. Kuat-kuat. Kenapa juga mengkhawatirkan Argen pikirnya. Bocah itu tetap hidup bahagia dan sempurna tanpa perlu kau cemaskan Ben. Begitu hatinya ditampar kesadaran.Tapi, dia kan sudah sebaik itu pada keluargaku. Wajarlah aku khawatir, ini bentuk teimakasihku pada semua bantuannya. Ah, entahlah. Ben berhenti memikirkan pe