Hari berganti. Siang itu, Zaara kembali mendatangi kantor polisi, untuk mengetahui perkembangan kasusnya melawan Rinto. Zaara nyaris bersorak ketika kepala divisi penyidik menerangkan jika Rinto telah mencabut laporannya tadi pagi. Selain itu, pria berperut agak buncit juga menjelaskan bila pihak Rinto meminta Zaara untuk menarik laporan. Akan tetapi, Zaara bersikeras melanjutkan kasusnya. Dia didukung penuh keluarga dan kerabat, untuk meneruskan tuntutan. Firhan, asisten Broto yang menemani Nona muda Latief, berusaha menahan tawanya yang nyaris menyembur, karena menyaksikan ekspresi serius Zaara saat menuturkan keinginannya. Penyidik polisi berusaha membujuk Zaara, tetapi gadis berbaju ungu muda bersikukuh meneruskan keinginannya, untuk memberikan efek jera pada orang-orang semacam Rinto. Puluhan menit berlalu, Zaara sudah berada di mobilnya yang dikemudikan Fajrin. Gadis bermata besar tengah menelepon Ivan untuk menjelaskan kejadian tadi, ketika ponsel keduanya berdering. Zaara
Hadrian memandangi wajah Margus dan Larry, yang tengah melakukan sambungan video jarak jauh dengannya. Hadrian manggut-manggut, kemudian dia tersenyum saat Margus memastikan jika pihak mereka akan menang. "Ternyata Garret dan Chokri benar-benar menunaikan janji mereka untuk membantu kira," tukas Hadrian, sesaat setelah Margus berhenti mengoceh. "Ya. Saya sempat terkejut, ketika asistennya Garret datang bersama Chokri dan pemilik video asli itu," sahut Margus. "Kamu beruntung, Ian. Ternyata orang itu pegawainya Chow Grup, dan mereka tengah perang dingin dengan Cheng Grup serta rekanannya," imbuh Larry. "Aku juga nggak nyangka, Bro," balas Hadrian. "Mungkin ini hadiah dari Tuhan, sebagai kado atas pernikahanku," lanjutnya. "Ah, ya, aku hampir lupa. Ada titipan dari beberapa teman kita," ungkap Larry sambil mengangkat amplop putih di tangan kanannya. "Kamu ke sini, kapan? Sekalian bawa itu," pinta Hadrian. "Sekitar 3 hari sebelum pernikahan. Aku ikut rombongan teman-teman PC di si
Beberapa saat menjelang pukul 7 malam, Hadrian muncul di kediaman Ahmad Yafiq. Fiona yang membukakan pintu depan, menjerit kegirangan saat Hadrian memberikan satu bungkus mainan lego terbaru, yang memang sangat diinginkannya. Gadis kecil berkuncir dua menarik tangan omnya menuju ruang makan. Ahmad Yafiq mengajak calon menantunya untuk bersantap, yang langsung dipenuhi Hadrian. Pria bermata besar menarik kursi di sisi kanan Zaara. Dia duduk dan merapikan posisi kursi, lalu menyentuh pelan lengan kanan kekasihnya yang spontan menoleh. "Teh Renata chat aku, besok kita diminta fitting baju," terang Hadrian sambil menunggu diambilkan nasi oleh Shurafa. "Ya, tadi dia juga chat aku," jawab Zaara. "Tapi, aku baru bisa ke sana itu sore. Karena jam 1 aku ada meeting," jelasnya. "Meeting di mana?" "Amartya." "Ferdi?" "Hu um. Aku gantiin Mas Ivan." "Proyek yang mana?" "Filipina." Hadrian berpikir sesaat, lalu dia manggut-manggut. "Oh, yang bareng Mas Linggha, ya?" "Hu um." "Ian, mak
Lembayung senja telah menggelap, ketika Hadrian dan Zaara keluar dari butik. Mereka memasuki mobil Hadrian yang dikemudikan Syaiful. Sedangkan Fajrin dan Indriani mengikuti di belakang menggunakan mobil Zaara. Ramainya kendaraan di jalan raya menjadikan perjalanan itu berulang kali tersendat. Syaiful sempat menggerutu, karena beberapa pengendara motor yang menggunting sembarangan. Sesampainya di kediaman Ahmad Yafiq, bertepatan dengan bergemanya azan magrib. Hadrian meminta izin untuk menumpang mandi dan salat pada pemilik rumah. Kemudian dia dan Syaiful diantarkan ke kamar tamu oleh Zaara. Puluhan menit terlewati, Hadrian tengah berbaring di kasur ketika pintu diketuk. Syaiful bergegas membukakan pintu agar Ivan dan Virendra bisa memasuki ruangan. "Ayah ngajak makan di luar," terang Ivan sembari duduk di tepi kasur. "Ke restoran mana, Mas?" tanya Hadrian. "Ayah pengen ke tempatmu." "Resto satu, dua atau tiga?" "Satulah. Yang lainnya kejauhan." "Oke. Aku dandan dulu bentar."
Seth mengamati bosnya yang tengah melamun. Pria berkumis tipis membatin, jika Leroy terlihat sering seperti itu belakangan hari. Terutama semenjak kasusnya melawan Hadrian kembali mencuat.Seth menarik napas panjang dan melepaskannya sekali waktu. Sebagai asiaten, dia harus melakukan berbagai cara, agar Leroy bisa kembali fokus bekerja. Pria berkemeja krem menyambangi sang bos di sofa. Seth duduk di kursi tunggal, lalu dia berdeham untuk menarik perhatian pria berambut belah tengah. "Bos, besok pagi kita sudah harus berangkat ke Filipina. Meeting dimajukan waktunya, jadi jam 2 siang," terang Seth. Leroy mendengkus pelan. "Kamu saja yang ke sana," tolaknya. "Tapi, Tuan Jeremy sudah meminta bos yang menangani." Leroy menggeleng. "Aku mau ke Indonesia." Seth berpura-pura terkejut, padahal dia sudah mengetahui hal itu dari Vancy. "Untuk apa Anda ke sana?" "Aku dengar, mereka akan menikah." "Mereka, siapa?" "Zaara dan si brengsek itu." "Ehm, bos dengar dari mana?" "Temanku di Mal
Matahari baru naik sepenggalah, ketika seunit mobil MPV putih melesat di jalan bebas hambatan menuju Bogor. Fajrin yang menyopiri mobil bosnya, terlihat berbincang dengan Kirman yang berada di sebelah kiri. Sedangkan Hadrian dan Zaara yang berada di kursi tengah, tampak sibuk dengan ponsel masing-masing. Tiba-tiba Hadrian terkekeh dan mengejutkan yang lainnya. Tawa pria bermata besar mengencang, karena membaca perdebatan para sahabatnya di grup DIAMOND, yang baru dibuat Alvaro beberapa hari lalu. ***DIAMOND GRUP Alvaro : Gaes, kapan bisa ketemuan? Haikal : Ane bisanya lusa, karena sekarang masih di Padang. Hamid : Aku juga bisanya lusa. Ini masih ngawal Pak Tio. Yanuar : @Bang Hamid, hebat, euy. Masih semangat ngawal juga. Hamid : Harus, @Yanuar. Selagi badan masih kuat, aku akan terus jadi pengawal. Marley : Bang Hamid always keren! Prabu : Mantaplah, @Bang Hamid. Endaru : Aku juga mau dikawal senior lapis satu. Wirya : Boleh, @Mas Daru. Tapi, bayarannya beda. Endaru :
"Bang, ada 3 mobil yang mepet dari tadi!" seru Indriani melalui sambungan telepon. "Kalian, di mana?" tanya Wirya. "Perempatan Kemang, yang menuju Duren Tiga." "Sebelum lampu merah, belok kanan. masuk parkiran kantor Vong. Ada Myron di sana." "Oke." "Langsung bawa Zaara masuk ke kantor, dan jangan keluar dari sana. Apa pun yang terjadi." "Siap!" Wirya memutus sambungan telepon dan beralih menghubungi Adik iparnya. Kemudian dia menghubungi ketua sekuriti gedung perkantoran itu, dan meminta sang chief untuk mengarahkan mobil-mobil yang mengikuti Zaara, menuju parkir bawah tanah. "Ngebut, Ga," pinta Wirya. "Mobil depan jiga kuya. Lemot pisan!" desis Yoga. "Terpaksa pakai tot-tot," sela Zulfi. Yoga mengangguk, lalu dia menekan klakson khusus yang mengejutkan pengguna jalan lainnya. Zulfi membuka kaca dan mengacungkan tongkat berlampu ke atas, sebagai tanda sedang dalam keadaan darurat. Mobil-mobil di depan segera bergeser ke kiri untuk memberikan jalan pada dua kendaraan yang s
31"Kamu banyak bicara!" bentak Jaager. "Ish! Orang ini. Dia yang ngajak ngobrol duluan, malah ngomelin aku," keluh Myron. "Lanjut, Bang. Aku mau ngaso bentar," kelakarnya sembari berbalik, lalu meninju kedua pria yang tengah berkelahi dengan Syuja. Jaager hendak mengejar Myron, tetapi Yoga menghalangi dan mengajaknya kembali melanjutkan duel. Pekikan terdengar dari sisi kiri. Semua orang terkejut menyaksikan leher Leroy telah dicengkeram Wirya, dan diangkat ke atas. Zulfi langsung lari dan menepis tangan kiri Wirya yang memegangi pisau lipat. "Tahan, W!" desis Zulfi. "Dia nusuk pahaku!" geram Wirya. Zulfi melirik celana kanan Wirya yang robek. Dia nendengkus kuat, lalu berjongkok untuk mengecek luka rekannya. Myron turut mendekat, kemudian dia menggerutu dalam bahasa Kanton yang membuat Zulfi terkejut."Racun?" tanya Zulfi menggunakan bahasa Mandarin yang dibalas Myron dengan anggukan. "Bang, turunin dulu. Nanti dia mati," bujuk Jauhari yang turut mendekat. "Mukanya sudah puc