Rebecca menarik napas dalam, rasa sakit karena semalaman menyusui dan bekas jahitan di perut yang belum sepenuhnya kering, tidak sebanding dengan sakit hati yang dirasa.Dia sudah memilih Demian menjadi satu-satunya sandaran hidup, bahkan dia menolak mentah kehadiran Dion dalam hidupnya.Padahal kalau dia mau, akan sangat mudah meninggalkan Demian sekarang. Di tambah ekonomi yang sedang di terguncang menjadi salah satu alasan utama perceraian.Namun apa yang dia dapatkan, Demian selalu mengingat sang mantan istri tanpa memberikan dirinya ruang di hatinya.Entah mengapa kisah yang awalnya manis ini menjadi hambar di tengah perjalanan.Suara pintu di ketuk perlahan, Demian masuk membawa Lydora yang sudah tertidur. Perlahan Pria itu menaruh bayi mungil tersebut di ranjang.Dia menaruh beberapa bantal di sisi bayi mungil itu dan memberinya dot, setelah semua selesai Demian meraih tangan Rebecca dan menuntunnya ke luar kamar.Pria itu memeluk Rebecca dan mendaratkan kecupan lembut."Aku ta
Flora membatu ketika wajah Revan semakin mendekat, bahkan hembusan hangat napas Pria itu bisa dia rasakan. Bulu kuduk Flora berdiri ketika bibir Revan berdesis di telinga Flora. Pria itu membisikkan sesuatu yang membuatnya tercengang."Aku sudah bilang padamu, tekadku sudah bulat. Aku tidak peduli dengan hasutan Mama apalagi semua ucapannya itu. Pengakuanmu kemarin sudah cukup bagiku, selebihnya kau hanya mengukur waktu karena ucapan Mama bukan? Aku bukan tipikal orang yang mudah menyerah," ucap Revan menarik wajahnya sekian centi dan menatap kembali paras cantik yang sedang ketakutan di hadapannya."Kau bilang kalau kita akan saling mengenal bukan? kenapa kau berubah secepat ini? Jangan pernah bohongi aku, kita sudah berteman sejak lama. Aku lebih tau siapa dirimu dari pada dirimu sendiri," ucap Revan yang bangkit dan berdiri dari sofa.Flora segera mengambil napas panjang, seolah menghirup oksigen yang beberapa menit lalu menghilang.Revan kembali duduk di kursinya dan menikmati sa
"Mama!" Flora melangkah melewati pintu dan segera menyambut kedatangan wanita yang berada di kursi belakang.Seorang Wanita paruh baya turun dari mobil dan berhamburan memeluk Flora, matanya berkaca, terharu melihat putri semata wayangnya."Kan, apa yang Mama bilang. Kalian itu jodoh," ucap Lidya sambil tersenyum haru."Ma, ini namanya pemaksaan," ucap Flora melepaskan pelukan sang Mama."Kok gitu sih, nggak bersyukur banget udah dapat cowok ganteng dan mapan. Sepertinya lebih baik dari yang sebelumnya," ucap Lidya menarik turunkan alisnya.Flora menggandeng tangan yang Mama dan mengajaknya menaiki tangga menuju kamar. Mereka duduk di sofa, Lidya menautkan alisnya melihat kecemasan sang putri."Maa, kenapa sih Mama setuju. Ini terlalu cepat Maa dan waktunya juga nggak tepat banget," ucap Flora menampakkan wajah khawatir."Flo, udah waktunya kamu melupakan masa lalu. Lagian masa idah mu sudah selesai kan," ucap Lidya melempar senyum."Maa! Tante Risa nggak setuju sama hubungan ini, aku
Yasmin melangkah pergi keluar ruangan Papanya. Dia kembali masuk ke ruangan yang beberapa menit lalu dia tinggalkan.Jemari lentiknya menarik secangkir teh hangat dan menyesapnya perlahan. Rasa hambar pada teh Hijau yang dia teguk tidak sehambar perasaannya saat ini.Pandangannya tertuju pada hamparan langit biru yang luas. Tampak awan tipis menghiasinya, cuaca cerah pagi ini. Berbanding terbalik pada hatinya.Ponsel Yasmin kembali berdering, dia meraih benda pipih itu dan menempelkan di telinga."Halo Yasmin Sayang, Apa yang terjadi? Apakah Revan menyinggung mu?" tanya Risa khawatir."Tante, aku tidak mau hubungan kami mengganggu kerja sama antar perusahaan." Yasmin tersenyum kecut.Dia bersyukur Sang Papa mengabulkan permintaannya. Air mata mulai menetes kembali, dia mengingat begitu banyak list yang mereka rembukan saat itu."Aku akan menyeret Anak itu kembali padamu Nak," sahut Risa penuh emosi."Tante tidak perlu kasar seperti ini, hati tidak bisa di paksakan," jawab Yasmin."Buk
Tubuh Flora membatu. Dia tidak percaya dengan apa yang dia dengar saat ini. Risa memeluk hangat menantunya. Terlukis senyum indah di wajah Risa.Air mata haru menetes di pipi mulus Flora, dia segera menekuk lututnya dan memeluk kaki Risa. Melihat ini Revan segera berlari kecil mendekati dia wanita yang dia sayangi.Lidya menatap Revan yang cemas dan menggeleng kepalanya."Udah, nggak perlu seperti ini. Revan sudah nentuin pilihannya, Tante nggak bisa mengubahnya," ucap Risa meraih tubuh Flora dan menuntunnya untuk bangun.Revan dan Lidya tersenyum haru. Pria itu mendongakkan kepalanya, menahan air mata yang hendak terjun bebas di pipinya.Suasana haru dapat di rasakan semua orang yang berada di ruangan tersebut. Tak sedikit hati tersentuh dengan adegan ini. Revan melanjutkan langkahnya mendekati Flora dan memeluk dua wanita di hadapannya."Mama, maafin Revan ... dan makasih untuk semuanya," ucap Revan berbisik."Oke, di maafin dengan syarat ... Revan Junior harus segera launching," j
Demian dan Rebecca melangkah melewati pintu rumah yang masih terbuka lebar. Di dalam banyak orang yang sibuk membersihkan sisa-sisa acara.Tidak bisa di tutupi, jantung Demian berdegup kencang. Rasa pedih mulai menyelimuti jiwanya saat melihat tiap sudut rumah.Banyak kenangan yang masih teringat jelas di memori otaknya. Rebecca menggenggam tangan Demian, berusaha membuat sang suami tidak mengingat masa lalunya."Maaf kami terlambat, Lydora ..." ucapan Rebecca terpotong."Oiya, dimana dia?" tanya Flora menautkan alisnya dan menuntun tamunya untuk duduk dan menikmati cemilan.Rebecca dan Demian duduk di sofa yang sudah di siapkan. Beberapa kursi sudah di bereskan dan hanya menyisakan satu sofa ruang tamu di sana.Revan dan Flora duduk di depan dua tamu yang baru saja datang. Tak lama kemudian Lidya datang untuk menyapa sang tamu."Lama tidak bertemu," ucap Lidya mengulurkan tangannya."Mama, lama tidak bertemu. Bagaimana keadaan Mama?" sapa Demian penuh hormat."Seperti yang kau lihat,
Demian melayangkan pukulannya di wajah Revan, membuatnya tersungkur di lantai. Amarahnya sudah tidak dapat di bendung lagi. Mendengar keributan di lantai atas membuat orang-orang yang berada di lantai bawah berlarian menuju sumber suara. Mata Lidya membulat ketika melihat dua pria sedang berkelahi.Untungnya keributan ini tidak membuat kedua anak yang terlelap itu bangun. Lidya memisah keduanya dan menarik mereka keluar kamar."Kalian tuh apa-apaan sih? Kaya anak kecil tau nggak!" ucap Lidya geram.Flora menolong Revan, tapi tangannya di tepis begitu saja. Karena tidak mau amarah sang suami lebih parah. Wanita itu lebih memilih diam."Dengan segala hormat, kami minta maaf. Tolong kalian pergi sekarang, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk menyambung silaturahmi," ucap Lidya melempar senyum kecut."Baik, saya minta maaf kalau kehadiran kami malah mengacaukan hari bahagia keluarga ini. Terima kasih atas jamuannya," ucap Rebecca menggandeng tangan sang suami dan melangkah menurun
Revan menghela napas panjang setelah kepergian Lidya. Setelah beberapa menit dia baru dia sadar apa yang di maksud Mama mertuanya. Jangankan untuk menikmati malam pengantin, mood Flora membaik saja dia sudah sangat bersyukur. Melihat amarah Flora yang meletup tadi.Di tempat berbeda, sebuah mobil sedang melaju membelah keramaian jalanan ibu kota. Keduanya terdiam membisu. Keduanya masih diliputi amarah.Baru saja Rebecca lega karena Flora sudah memiliki kehidupan barunya, tapi apa? Dengan terang-terangan Demian menolak kenyataan itu. Lagipula mengapa juga mereka berada di dalam kamar.Memikirkannya saja emosi Rebecca kembali meluap. Ingin sekali dia mencakar wajah sang suami, untungnya kesabarannya masih terjaga.Mobil berhenti di depan rumah, Rebecca segera turun dari mobil. Karena berdamai dengan amarahnya, dia sampai lupa kalau buah hatinya saat ini sedang bersama Ayah kandungnya.Wanita itu segera berlari masuk ke dalam rumah, dirinya takut kalau terjadi apa-apa pada sang bah hat