Demian dan Rebecca melangkah melewati pintu rumah yang masih terbuka lebar. Di dalam banyak orang yang sibuk membersihkan sisa-sisa acara.Tidak bisa di tutupi, jantung Demian berdegup kencang. Rasa pedih mulai menyelimuti jiwanya saat melihat tiap sudut rumah.Banyak kenangan yang masih teringat jelas di memori otaknya. Rebecca menggenggam tangan Demian, berusaha membuat sang suami tidak mengingat masa lalunya."Maaf kami terlambat, Lydora ..." ucapan Rebecca terpotong."Oiya, dimana dia?" tanya Flora menautkan alisnya dan menuntun tamunya untuk duduk dan menikmati cemilan.Rebecca dan Demian duduk di sofa yang sudah di siapkan. Beberapa kursi sudah di bereskan dan hanya menyisakan satu sofa ruang tamu di sana.Revan dan Flora duduk di depan dua tamu yang baru saja datang. Tak lama kemudian Lidya datang untuk menyapa sang tamu."Lama tidak bertemu," ucap Lidya mengulurkan tangannya."Mama, lama tidak bertemu. Bagaimana keadaan Mama?" sapa Demian penuh hormat."Seperti yang kau lihat,
Demian melayangkan pukulannya di wajah Revan, membuatnya tersungkur di lantai. Amarahnya sudah tidak dapat di bendung lagi. Mendengar keributan di lantai atas membuat orang-orang yang berada di lantai bawah berlarian menuju sumber suara. Mata Lidya membulat ketika melihat dua pria sedang berkelahi.Untungnya keributan ini tidak membuat kedua anak yang terlelap itu bangun. Lidya memisah keduanya dan menarik mereka keluar kamar."Kalian tuh apa-apaan sih? Kaya anak kecil tau nggak!" ucap Lidya geram.Flora menolong Revan, tapi tangannya di tepis begitu saja. Karena tidak mau amarah sang suami lebih parah. Wanita itu lebih memilih diam."Dengan segala hormat, kami minta maaf. Tolong kalian pergi sekarang, sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk menyambung silaturahmi," ucap Lidya melempar senyum kecut."Baik, saya minta maaf kalau kehadiran kami malah mengacaukan hari bahagia keluarga ini. Terima kasih atas jamuannya," ucap Rebecca menggandeng tangan sang suami dan melangkah menurun
Revan menghela napas panjang setelah kepergian Lidya. Setelah beberapa menit dia baru dia sadar apa yang di maksud Mama mertuanya. Jangankan untuk menikmati malam pengantin, mood Flora membaik saja dia sudah sangat bersyukur. Melihat amarah Flora yang meletup tadi.Di tempat berbeda, sebuah mobil sedang melaju membelah keramaian jalanan ibu kota. Keduanya terdiam membisu. Keduanya masih diliputi amarah.Baru saja Rebecca lega karena Flora sudah memiliki kehidupan barunya, tapi apa? Dengan terang-terangan Demian menolak kenyataan itu. Lagipula mengapa juga mereka berada di dalam kamar.Memikirkannya saja emosi Rebecca kembali meluap. Ingin sekali dia mencakar wajah sang suami, untungnya kesabarannya masih terjaga.Mobil berhenti di depan rumah, Rebecca segera turun dari mobil. Karena berdamai dengan amarahnya, dia sampai lupa kalau buah hatinya saat ini sedang bersama Ayah kandungnya.Wanita itu segera berlari masuk ke dalam rumah, dirinya takut kalau terjadi apa-apa pada sang bah hat
Rebecca duduk di kasur, dia membawa kotak obat dan mulai mengeluarkan kapas dan obat merah. Demian masih terdiam, mulutnya masih mengatup rapat. Dadanya kembang-kempis seolah memendam bom yang akan meledak kapan saja."Sudahlah, lupakan semuanya. Mas belum makan dari tadi kan?" ucap Rebecca mencoba bersabar.Sejujurnya hatinya sakit karena sang suami masih menyimpan rasa dengan mantan istri, meskipun dengan alasan anak-anak mereka bertemu, tetap saja hatinya merasa pedih."Udah kenyang?" jawab Demian singkat."Aku tau aku tidak bisa sebaik Flora, tapi aku mohon hargai aku yang sudah menjadi Istrimu. Sudah ada Lydora di antara kita," ucap Rebecca dengan tatapan sendu.Demian memijat keningnya, dia menepis tangan Rebecca yang hendak membersihkan luka di ujung bibirnya."Tidak saat ini, aku tidak bisa terus bersabar dengan rasa cemburu mu itu. Dengarkan aku! Aku dan Flora tidak melakukan apapun, saat Flora berjalan kakinya terbelit gaun dan aku menolongnya. Apa itu salah? Dan Pria sok j
Revan menahan gelora yang sudah terkumpul di bagian tengah tubuhnya. Flora sedang belajar untuk berubah, dia berusaha tidak menghalangi niat sang istri.Revan menggeser tubuhnya dan bangkit dari kasur, di ikuti oleh Flora yang bangun. Matanya terbelalak ketika melihat gaun yang di pakai sudah terpasang di manekin."Kau!?" ucap Flora menunjuk gaun."Semalam kau tidur memakai gaun, aku tidak mau gaun itu sobek dan ganti rugi Sayang," ucap Revan melangkah menuju kamar mandi."Jadi kamu," mata Flora membulat."Jadi mau sholat sekarang, apa nanti?" Revan membalikkan tubuhnya dan membiak kemeja.Tampak barisan roti sobek yang di hiasi oleh meses bertabur di atasnya. Akan sangat nikmat bila dijadikan sarapan pagi ini.Flora terpaku, melihat ini Revan melangkah mendekat. Memeluk Flora, wanita itu terkejut dan membuyarkan lamunannya."Sepertinya kau lebih memilih untuk menjalankan ibadah yang lain," ucap Revan penuh arti."A-apaan sih? Aku mau mandi dulu," ucap Flora melepaskan tangan Revan da
Rey dan Key sudah duduk di kursi, di hadapan mereka sudah tersaji sarapan lengkap dengan bekal yang sudah disiapkan oleh Lidya.Flora mengayunkan kakinya menuruni tangga di susul oleh Revan yang melangkah di belakangnya. Lidya menatap kedua sepasang pengantin baru itu dengan mengulum senyum.Mengerti apa yang di pikirkan sang Mama, Flora melotot menatap wanita paruh baya itu."Mama, jangan mulai lagi deh," ucap Flora menautkan alisnya."Mama nggak ngapa-ngapain kok," ucap Lidya melempar senyum."Rey, Key, diantar Om aja yaa. Pumpung libur, nanti pulang sekolah mau kemana?" tanya Revan yang duduk di samping Key.Rey dan Key saling bertatapan, kemudian menatap Revan. Mulut mungil itu terbuka mengatup, seolah ingin mengucapkan sesuatu yang begitu sulit."Key, kamu nggak papa?" tanya Flora melangkah mendekati Key."Momy, kami boleh nggak panggil Om Revan Dady?" tanya Key menundukkan kepala.Mendengar ini Revan sangat bahagia, dia memeluk anak manis di hadapannya dan mendaratkan kecupan ha
Rey dan Key sudah duduk di kursi, di hadapan mereka sudah tersaji sarapan lengkap dengan bekal yang sudah disiapkan oleh Lidya.Flora mengayunkan kakinya menuruni tangga di susul oleh Revan yang melangkah di belakangnya. Lidya menatap kedua sepasang pengantin baru itu dengan mengulum senyum.Mengerti apa yang di pikirkan sang Mama, Flora melotot menatap wanita paruh baya itu."Mama, jangan mulai lagi deh," ucap Flora menautkan alisnya."Mama nggak ngapa-ngapain kok," ucap Lidya melempar senyum."Rey, Key, diantar Om aja yaa. Pumpung libur, nanti pulang sekolah mau kemana?" tanya Revan yang duduk di samping Key.Rey dan Key saling bertatapan, kemudian menatap Revan. Mulut mungil itu terbuka mengatup, seolah ingin mengucapkan sesuatu yang begitu sulit."Key, kamu nggak papa?" tanya Flora melangkah mendekati Key."Momy, kami boleh nggak panggil Om Revan Dady?" tanya Key menundukkan kepala.Mendengar ini Revan sangat bahagia, dia memeluk anak manis di hadapannya dan mendaratkan kecupan ha
Di rumah sakit Rebecca duduk di ruang tunggu dengan perasaan kacau, air matanya terus mengalir deras. Dia tidak mengerti mengapa semua bisa terjadi seperti ini.Sedangkan Demian, kakinya terus mondar-mandir di depan ruang periksa. Wajahnya kusut, memikirkan apa yang sedang terjadi di dalam.Keduanya segera menoleh ke arah pintu saat terdengar orang keluar dari ruangan tersebut."Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Demian cemas."Anda orang tuanya?" tanya dokter menatap Rebecca dan Demian secara bergantian."Iya Dok, kami orang tuanya," jawab Rebecca."Baik, mari ikut ke ruangan saya," ucap Dokter melangkah pergi menuju ruangan yang berada di ujung lorong rumah sakit.Sementara itu di ruang periksa. Seorang pria masuk. Di ruangan itu sudah tidak ada orang kecuali bayi yang terkapar lemah.Pria itu menahan air mata yang mengalir begitu deras. Dia membelai wajah mungil yang saat ini terlihat begitu pucat. Beberapa alat medis di pasang di tubuhnya kecil tak berdaya itu.Hati Dion han