Revan menahan gelora yang sudah terkumpul di bagian tengah tubuhnya. Flora sedang belajar untuk berubah, dia berusaha tidak menghalangi niat sang istri.Revan menggeser tubuhnya dan bangkit dari kasur, di ikuti oleh Flora yang bangun. Matanya terbelalak ketika melihat gaun yang di pakai sudah terpasang di manekin."Kau!?" ucap Flora menunjuk gaun."Semalam kau tidur memakai gaun, aku tidak mau gaun itu sobek dan ganti rugi Sayang," ucap Revan melangkah menuju kamar mandi."Jadi kamu," mata Flora membulat."Jadi mau sholat sekarang, apa nanti?" Revan membalikkan tubuhnya dan membiak kemeja.Tampak barisan roti sobek yang di hiasi oleh meses bertabur di atasnya. Akan sangat nikmat bila dijadikan sarapan pagi ini.Flora terpaku, melihat ini Revan melangkah mendekat. Memeluk Flora, wanita itu terkejut dan membuyarkan lamunannya."Sepertinya kau lebih memilih untuk menjalankan ibadah yang lain," ucap Revan penuh arti."A-apaan sih? Aku mau mandi dulu," ucap Flora melepaskan tangan Revan da
Rey dan Key sudah duduk di kursi, di hadapan mereka sudah tersaji sarapan lengkap dengan bekal yang sudah disiapkan oleh Lidya.Flora mengayunkan kakinya menuruni tangga di susul oleh Revan yang melangkah di belakangnya. Lidya menatap kedua sepasang pengantin baru itu dengan mengulum senyum.Mengerti apa yang di pikirkan sang Mama, Flora melotot menatap wanita paruh baya itu."Mama, jangan mulai lagi deh," ucap Flora menautkan alisnya."Mama nggak ngapa-ngapain kok," ucap Lidya melempar senyum."Rey, Key, diantar Om aja yaa. Pumpung libur, nanti pulang sekolah mau kemana?" tanya Revan yang duduk di samping Key.Rey dan Key saling bertatapan, kemudian menatap Revan. Mulut mungil itu terbuka mengatup, seolah ingin mengucapkan sesuatu yang begitu sulit."Key, kamu nggak papa?" tanya Flora melangkah mendekati Key."Momy, kami boleh nggak panggil Om Revan Dady?" tanya Key menundukkan kepala.Mendengar ini Revan sangat bahagia, dia memeluk anak manis di hadapannya dan mendaratkan kecupan ha
Rey dan Key sudah duduk di kursi, di hadapan mereka sudah tersaji sarapan lengkap dengan bekal yang sudah disiapkan oleh Lidya.Flora mengayunkan kakinya menuruni tangga di susul oleh Revan yang melangkah di belakangnya. Lidya menatap kedua sepasang pengantin baru itu dengan mengulum senyum.Mengerti apa yang di pikirkan sang Mama, Flora melotot menatap wanita paruh baya itu."Mama, jangan mulai lagi deh," ucap Flora menautkan alisnya."Mama nggak ngapa-ngapain kok," ucap Lidya melempar senyum."Rey, Key, diantar Om aja yaa. Pumpung libur, nanti pulang sekolah mau kemana?" tanya Revan yang duduk di samping Key.Rey dan Key saling bertatapan, kemudian menatap Revan. Mulut mungil itu terbuka mengatup, seolah ingin mengucapkan sesuatu yang begitu sulit."Key, kamu nggak papa?" tanya Flora melangkah mendekati Key."Momy, kami boleh nggak panggil Om Revan Dady?" tanya Key menundukkan kepala.Mendengar ini Revan sangat bahagia, dia memeluk anak manis di hadapannya dan mendaratkan kecupan ha
Di rumah sakit Rebecca duduk di ruang tunggu dengan perasaan kacau, air matanya terus mengalir deras. Dia tidak mengerti mengapa semua bisa terjadi seperti ini.Sedangkan Demian, kakinya terus mondar-mandir di depan ruang periksa. Wajahnya kusut, memikirkan apa yang sedang terjadi di dalam.Keduanya segera menoleh ke arah pintu saat terdengar orang keluar dari ruangan tersebut."Dok, bagaimana keadaan anak saya?" tanya Demian cemas."Anda orang tuanya?" tanya dokter menatap Rebecca dan Demian secara bergantian."Iya Dok, kami orang tuanya," jawab Rebecca."Baik, mari ikut ke ruangan saya," ucap Dokter melangkah pergi menuju ruangan yang berada di ujung lorong rumah sakit.Sementara itu di ruang periksa. Seorang pria masuk. Di ruangan itu sudah tidak ada orang kecuali bayi yang terkapar lemah.Pria itu menahan air mata yang mengalir begitu deras. Dia membelai wajah mungil yang saat ini terlihat begitu pucat. Beberapa alat medis di pasang di tubuhnya kecil tak berdaya itu.Hati Dion han
Revan menginjak pedal gas, mobil yang dia kemudi melaju meninggalkan rumah Flora. Wanita yang duduk disampingnya menatap lurus kedepan, wajahnya masih cemberut."Ayolah Flo, sudah. Nanti kalau Key sama Rey tanya gimana?" bujuk Revan.Masih tak bergeming, keberadaan Revan tidak di anggap ada oleh Wanita bergaun putih dengan motif bunga warna-warni."Nanti mampir ke taman bermain yuk!" ucap Revan mencoba membujuk Wanita tersebut.Tetep diam, hal ini membuat jiwa usil Revan meronta-ronta. Dia menginjak pedal rem saat mobil melewati jalan sepi.Mobil berhenti lama, pada akhirnya Flora melempar wajahnya pada Revan. Pria itu tersenyum penuh arti menatap Flora."Apa maksudmu?" tanya Flora sinis."Setelah di pikir-pikir yang harusnya tidak di pikir. Sepertinya aku harus melakukan sesuatu," ucap Revan menaik-turunkan alisnya."Nggak jelas banget, cepetan jalan," ucap Flora memicing."Baik, setelah pekerjaanku selesai," jawab Revan singkat."Pekerjaan ..." ucapan Flora terpotong.Revan menangku
Rebecca dan Dion duduk di salah satu cafe terdekat dari rumah sakit. Keduanya memasang wajah serius. Saat ini Demian sedang menjaga Lydora dan ini adalah kesempatan yang tepat bagi mereka membicarakan masalah.Wanita yang memakai blazer hitam itu meminum segelas teh hangat hanya dengan satu kali tegukan. Masalah ini membuatnya menjadi depresi.Dion tak kalah pusing, otaknya berpikir keras bagaimana caranya dia bisa mendorong darah tanpa sepengetahuan Demian."Kau sudah cek darah?" tanya Dion cemas."Belum lah, aku bilang kalau aku sedang sakit. Hanya Demian yang cek," ucap Rebecca memainkan gelas yang ada di genggamannya."Syukurlah." Dion menarik napas lega."Baik, sekarang pikirkan caranya. Bagaimana kita menukar Sempel darahku dengan darahmu? aku tidak punya kenalan orang dalam sama sekali," ucap Rebecca sambil meremas kepalanya."Kita bisa nyewa OB mungkin," sahut Dion meneguk kopi."Astaga, ini bukan sinetron ataupun novel Dion. Siapa yang mau kehilangan pekerjaannya di zaman sul
Di rumah sakit Demian sedang duduk di tepi ranjang. Pandangannya tertuju pada bayi mungil yang saat ini tertidur lelap.Banyak alat medis yang terpasang di tubuhnya, melihatnya saja tidak tega. Bila biasanya anak itu selalu menangis dan rewel, tapi lain saat ini. Bibir mungilnya mengatup rapat.Ingin sekalian Demian mendengar tangisan yang riuh itu kembali. Dirinya menyesal terkadang sering mengeluh saat bayinya rewel."Makan dulu Mas," ucap Rebecca yang baru saja datang dan membawa kantong plastik.Demian melempar pandangan ke arah pintu dan tersenyum teduh. Setidaknya dia lega karena sang istri tidak merasakan kepedihan lagi."Iya, kamu sudah makan belum?" tanya Demian bangkit dari ranjang dan melangkah menuju sofa. "Belum, ini kita makan sama-sama. Aku nggak bisa makan di luar," ucap Rebecca sambil menatap Lydora."Yaudah, sini kita makan barengan," ucap Demian yang segera membuka kantong plastik dan mengeluarkan dia bungkus nasi.Meskipun tidak sehancur tadi pagi, masih terlihat
Revan menghempaskan tubuhnya di kasur. Disaat bersamaan ponselnya berdering. Dengan melawan rasa malas dia merogoh benda pilih yang berada di saku celananya itu."Halo Maa, ada apa?" tanya Revan malas."Bisa ke perusahaan Mama sekarang?" ucap Risa menekan suaranya."Untuk?" tanya Revan singkat."Mama sudah memberi kelonggaran untukmu menikahi janda itu bukan, jadi sekarang kau harus kembali ke perusahaan ini lagi bukan," ucap Risa datar.Revan menghela napas panjang. Suasana hatinya sedang buruk, kenapa Mamanya selalu datang tidak tepat waktu?"Mama, lalu yang ngurus perusahaan Flora siapa dong? Revan masih banyak kerjaan di sini," jawab Revan."Apa yang kau andalkan di perusahaan kecil seperti itu. Lagian furniture cuma membutuhkan tukang dan kayu kan, tidak ada urusan yang penting," sahut Risa tidak mau kalah."Aku masih mau ngurus surat ekspor-impor Maa," jawab Revan.Risa mencengkram genggamannya. Terdengar suara tarikan napas panjang. Wanita paruh baya itu tidak menyangka akan me