BAB 5 Kecelakaan

Beberapa minggu telah berlalu sejak pernikahannya dengan Arshaka, dan malam ini, setelah pria itu kembali dari perjalanan bisnisnya, Varisha akan bertemu dengannya lagi. Sebelumnya, Arshaka telah memberikan pesan kepada sekretarisnya untuk memberitahu Varisha untuk mempersiapkan diri untuk menemuinya.

Saat malam itu tiba, Varisha turun dari mobil yang membawanya ke sebuah rumah mewah yang tidak pernah ia ketahui sebelumnya. Varisha mencoba mengatur detak jantung yang berdebar cukup kencang. Ia memeriksa penampilannya sekali lagi di depan cermin, memastikan bahwa segalanya terlihat baik. Setelah yakin dirinya siap, Varisha melangkah masuk ke dalam rumah tersebut.

Varisha menghentikan langkahnya ketika mendengar suara Arshaka yang sedang berdebat. Varisha terdiam ketika mendengar percakapan itu.

“Papa sudah mengatur pertunanganmu dengan Adelia bulan depan.”

“Saya tidak bisa melakukan pertunangan itu.”

“Papa tidak meminta pendapat kamu, mau tidak mau pertunangan ini akan terjadi.”

“Bagaimana saya bisa bertunangan ketika saya sudah menikah.”

“Apa maksudmu?”

Varisha menahan napasnya saat melihat Arshaka bangkit dari tempatnya. Ia melihat pria itu berjalan ke arahnya. Saat Arshaka mendekatinya, Varisha mencoba menjaga ketenangannya. 

“Tersenyum sekarang,” bisik Arshaka lalu merengkuh pinggang Varisha dan dengan tatapan tajam, Arshaka membimbingnya menuju ruang makan.

“Saya rasa sekarang bukan waktu yang tepat,” gumam Varisha dengan pelan yang tidak dipedulikan oleh Arshaka.

Ketika Varisha melangkah ke dalam ruang makan, pandangan penuh keterkejutan menyapanya dari seluruh anggota keluarga yang hadir di meja makan, termasuk Arini dan Arseno.

Arshaka, yang tampaknya tidak terpengaruh dengan ketegangan di ruangan, memperkenalkan Varisha sebagai istrinya dengan tegas kepada seluruh anggota keluarga yang hadir di sana. 

“Apa maksud Kakak? Bagaimana bisa Kakak menikah dengan perempuan ini?” tanya Arini dengan geram, tatapannya tajam melintas ke arah Varisha, dan kemarahan terpancar jelas di matanya.

“Jaga ucapan kamu, Rin, karena sekarang Varisha sudah menjadi istri Kakak. Jadi, mulai sekarang Kakak mau kamu juga menghormatinya,” jelas Arshaka dengan tegas.

Sementara itu, Varisha merasa tidak nyaman dengan situasinya, apalagi setelah melihat Arseno yang terus memandangnya dengan penasaran dan keterkejutan. Namun, setelah mendengar ucapan Arshaka malah membuat Varisha semakin muak, ia tidak menyangka bahwa pria itu bisa bersandiwara di depan semua orang.

“Menghormati? Sampai mati pun aku nggak mau menghormati perempuan ini. Apa Kakak lupa apa yang sudah dia lakukan?” tanya Arini dengan kesal. 

“Cukup! Hentikan omong kosong ini!” seru Cakra yang bangkit dari tempatnya. 

“Papa akan menganggap kamu tidak mengatakan apapun hari ini,” tegas Cakra lalu melirik sekilas ke arah Varisha  lalu berbalik pergi. 

 “Mau sampai kapan Papa bersikap seperti ini?” tanya Arshaka dengan geram.

“Sampai kamu mendengar apa yang Papa katakan. Sampai saat itu tiba Papa akan bersikap seperti apa yang kamu inginkan.”

“Segera ceraikan dia!” lanjut Cakra dengan tenang.

“Tidak akan, sampai kapanpun saya tidak akan menceraikannya,” balas Arshaka dengan ketegasan di wajahnya.

“Kalau begitu silakan pergi dan jangan harap kamu bisa menjadi penerus perusahaan,” ujar Cakra dengan penuh penekanan.

Varisha merasa rengkuhan Arshaka di pinggangnya semakin menguat. Akhirnya sebelum Arshaka sempat membalas ucapan Cakra, Varisha berusaha menghentikannya. 

“Maaf, Om. Maaf kalau misalkan saya lancang karena sudah ikut campur, tapi sepertinya saat ini Mas Shaka sedang sensitif karena dia baru saja pulang dari perjalanan bisnisnya. Sekali lagi saya minta maaf atas sikap Mas Shaka.” Varisha menundukkan kepalanya lalu menatap Cakra dengan tatapan penuh penyesalan.

Varisha menahan napasnya ketika melihat ekspresi Cakra yang tidak berubah sejak ia datang. Namun, sekilas Varisha bisa melihat sedikit kelembutan dalam tatapannya. 

“Ikut saya! Ayo kita pergi.” Arshaka menggenggam tangan Varisha dengan kuat dan membawanya pergi dari sana. Sementara Varisha mencoba tersenyum sebelum meninggalkan ruangan itu.

Arshaka menghempaskan tubuh Varisha ke dalam mobil dengan kasar, membuat gadis itu meringis kesakitan. 

Arshaka mencengkeram kedua bahu Varisha dengan erat, tatapannya yang tajam dan kemarahan terpancar jelas di wajahnya.“Apa yang sudah kamu lakukan, huh?”

“Memangnya kenapa?” tanya Varisha dengan tenang.

Varisha mengangkat wajahnya, mata cokelatnya bertemu dengan pandangan tajam Arshaka. “Saya hanya ingin membantu.”

“Saya tidak butuh bantuanmu. Jadi, lebih baik mulai sekarang jangan pernah ikut campur urusan saya,” bentak Arshaka dengan suara mendalam sementara cengkeramannya pada bahu Varisha menjadi lebih kuat.

“Tersenyum saat saya bilang tersenyum, diam saat saya bilang diam, dan jangan lakukan apapun ketika tidak saya perintahkan,” lanjut Arshaka dengan nada sinis, dan matanya berkilat tajam. lalu menghempaskan tubuh Varisha dan mulai melajukan mobilnya dengan cepat.

"Bagaimana mungkin saya tidak bisa ikut campur sementara Anda terus memanfaatkan saya?”

“Apa semua ini hanya alasan? Selama ini Anda memaksa saya menikah bukan karena Arseno mendekati saya, tapi karena Anda memang ingin memanfaatkan saya untuk tujuan Anda?” tanya Varisha yang sudah tidak bisa menahan amarahnya.

"Kamu tidak berhak mempertanyakan apa pun. Selama kamu menikah dengan saya, kamu hanya perlu tunduk pada perintah yang saya katakan."

"Anda tidak bisa memperlakukan saya seperti ini! "Saya bukan boneka yang bisa Anda mainkan sesuka hati!" bentak Varisha dengan nada marah. 

“Saya sudah menepati syarat yang kamu ajukan untuk menjaga dan membantu keluargamu. Jadi, sekarang kamu harus sadar dan jangan melewati batas.” lanjut Arshaka dengan ketus.

"Kesabaran juga ada batasnya dan saya tidak akan membiarkan Anda mempermainkan saya seenaknya!" 

Arshaka yang kesal mendengar ucapan Varisha semakin melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi membuat Varisha semakin cemas.

“Apa yang Anda lakukan? Hentikan mobilnya sekarang!” teriak Varisha.

Arshaka tetap diam, matanya fokus pada jalan di depannya, dan ekspresinya dingin seperti batu. Varisha mencoba untuk tidak panik, tetapi kecepatan mobil yang semakin tinggi membuatnya merasa semakin takut.

“Apa sekarang kamu takut?” tanya Arshaka dengan sinis.

“Jangan gila! Kalau Anda tidak menghentikan mobil ini, bukan hanya saya yang bisa terluka,” ujar Varisha dengan suara gemetar.

Tiba-tiba, Arshaka menginjak pedal gas dengan lebih keras, dan mobil meluncur dengan kecepatan yang sangat tinggi. Mereka mendekati sebuah tikungan tajam, dan Varisha merasa jantungnya berdegup lebih cepat. Dia mencoba menggenggam pegangan mobil, tetapi ketika Arshaka tidak mengurangi kecepatan, ia merasa tak bisa berbuat apa-apa.

Seketika, mobil mereka menabrak pembatas jalan dengan keras. Suara benturan yang mengerikan menggema di malam yang sunyi. Varisha merasa tubuhnya terlempar ke depan, dan kemudian semuanya menjadi gelap.