Sejak perceraian Laras dan Dimas menjadi keputusan yang semakin nyata, Andi sering hadir dalam kehidupan Laras sebagai sahabat setia.
Setiap kali Laras merasa terpuruk atau terjebak dalam perasaan bimbang, Andi selalu ada untuk mendengarkan, menemaninya melalui obrolan ringan, atau hanya sekadar menemani Laras mengantar anak-anak ke taman.
Kehadiran Andi mulai terasa seperti sandaran yang stabil, memberinya kekuatan untuk melewati hari-hari yang penuh tantangan.
Namun, belakangan ini, Andi mulai merasakan perasaan yang sulit ia jelaskan. Sebagai sahabat dekat Dimas sejak masa kuliah, ia selalu menjaga batas dalam hubungannya dengan Laras, memperlakukan Laras sebagai teman yang butuh dukungan dan tempat bersandar di tengah masa-masa sulit.
Tetapi, kini kehadiran Laras
Hari-hari berlalu dengan perlahan, dan meskipun Laras berusaha fokus pada anak-anak dan kehidupan sehari-harinya, pikirannya terus-menerus terbayang pada Andi. Andi selalu ada di sana, menjadi penopang, memberi rasa aman yang sudah lama tak ia rasakan. Dalam kehadiran Andi, Laras merasakan ketenangan yang tak pernah ia temukan lagi dalam pernikahannya dengan Dimas. Meski ia masih belum menyadari sepenuhnya, rasa nyaman itu telah tumbuh menjadi ketertarikan yang samar, yang kini mulai mengganggu pikirannya.Namun, setiap kali perasaan itu muncul, Laras merasa bersalah. Di tengah keinginan untuk mengakhiri pernikahannya dengan Dimas, perasaan terhadap Andi membuatnya merasa seolah-olah ia sedang berkhianat. Dimas mungkin telah mengkhianatinya berkali-kali, tetapi Laras tidak ingin menjadi seseorang yang melupakan ba
Nina duduk di apartemennya, pandangannya tertuju pada ponselnya yang sunyi. Sudah beberapa hari sejak Dimas terakhir kali mengunjunginya, dan hal itu membuatnya merasa terabaikan dan marah. Nina tahu bahwa ia telah mengorbankan banyak hal demi hubungan ini. Ia telah menggantungkan harapan masa depannya pada Dimas, tetapi kini ia merasa seolah-olah ditinggalkan dalam ketidakpastian. Sementara kehamilannya semakin besar, Nina membutuhkan kepastian, dan yang lebih penting, tanggung jawab dari Dimas.Dalam keheningan malam itu, Nina memikirkan semua waktu yang telah ia habiskan bersama Dimas. Awalnya, hubungan mereka memberinya kebahagiaan dan perhatian yang selama ini ia dambakan. Tetapi sekarang, ia merasa seperti terjebak dalam kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian. Dimas telah menjanjikan banyak hal, namun ke
Malam itu, Laras dan Dimas terlibat dalam percakapan yang intens di ruang tamu. Laras, yang kelelahan secara emosional, akhirnya tak mampu lagi menahan perasaannya dan mulai mempertanyakan keputusan Dimas dengan nada penuh kepedihan. Ia tahu perceraian sudah di ambang pintu, tetapi perasaan sakit akibat pengkhianatan itu tetap tak kunjung hilang."Aku sudah mencoba, Mas. Tapi aku tidak bisa terus hidup seperti ini. Bagaimana kamu bisa memilih untuk tetap bersama Nina, bahkan setelah semua yang kita lalui?" tanya Laras dengan suara yang penuh luka.Dimas menunduk, merasa bahwa semua usahanya untuk memperbaiki keadaan hanya membuat segalanya semakin sulit. "Aku tidak pernah bermaksud menyakiti kamu, Laras. Tapi Nina... dia memiliki anakku. Aku tidak bisa mengabaikan itu."
Minggu itu, Laras terpaksa menghadiri pertemuan keluarga besar Dimas di rumah mertua mereka. Ia merasa enggan datang, tetapi panggilan dari ibu mertuanya terlalu sulit untuk diabaikan. Keluarga besar Dimas telah mengetahui sebagian dari masalah rumah tangga mereka, meskipun rincian sebenarnya masih tersembunyi. Laras dapat merasakan bahwa pertemuan ini bukanlah sekadar acara keluarga biasa. Ada ketegangan di udara, dan ia tahu bahwa percakapan yang terjadi hari ini akan penuh dengan tekanan dan harapan yang sulit ia penuhi.Setibanya di rumah mertuanya, Laras disambut oleh beberapa kerabat yang menatapnya dengan wajah muram. Tidak ada sapaan ceria seperti biasanya, hanya tatapan penuh kekhawatiran, namun juga seolah menyiratkan sesuatu yang tersembunyi. Ketika mereka
Dimas duduk sendirian di ruang kerjanya, menatap kosong ke arah berkas-berkas yang berantakan di mejanya. Tekanan yang ia rasakan semakin berat, seolah-olah seluruh dunia menuntut jawaban dari dirinya. Laras sudah hampir tak terbendung lagi, keluarganya mulai mendesaknya untuk mempertahankan pernikahan mereka, dan Nina menuntutnya untuk bertanggung jawab atas anak yang dikandungnya. Tak ada lagi tempat bagi Dimas untuk melarikan diri; ia tahu bahwa kini ia harus membuat keputusan yang jelas dan tegas.Setiap kali ia mencoba membayangkan hidup tanpa Laras dan anak-anak, hatinya terasa berat, seperti ada bagian dari dirinya yang hilang. Laras adalah wanita yang selama ini ia cintai dan hormati, seseorang yang selalu ada di sisinya. Ia tahu bahwa tindakannya telah mengha
Laras duduk di ruang tamu sendirian, merenung dalam keheningan yang terasa semakin menyesakkan. Sejak Dimas memutuskan untuk tetap bersama keluarga mereka dan berjanji akan memperbaiki semuanya, Laras merasa bahwa bebannya bukannya berkurang, tetapi malah bertambah. Setiap janji yang diucapkan Dimas seperti pengingat akan semua pengkhianatan yang telah terjadi. Meskipun hatinya masih menyimpan kenangan manis tentang Dimas, ia tidak bisa mengabaikan luka yang begitu dalam.Hari-hari berlalu dalam kebimbangan. Setiap kali Laras memandang Dimas, ia merasakan perasaan yang campur aduk—rasa cinta yang samar, tetapi juga amarah dan kekecewaan yang sulit dilenyapkan. Laras mulai mempertimbangkan perceraian dengan lebih serius. Namun, setiap kali ia mencoba memikirkan langkah nyata untuk berpisah, bayangan masa lalu
Malam itu, Laras duduk di ruang tamu, pikirannya dipenuhi oleh keraguan yang semakin mengganggu. Sejak Dimas berjanji untuk tetap berkomitmen pada keluarga mereka, Laras merasa bahwa ada sesuatu yang tidak sepenuhnya jujur dari sikap suaminya. Meskipun Dimas terlihat berusaha memperbaiki hubungan mereka, sering kali ia pergi dengan alasan yang tidak jelas, menghilang di saat-saat yang tak terduga, meninggalkan Laras dengan perasaan cemas dan curiga.Kecurigaan Laras semakin menjadi ketika ia melihat Dimas menerima telepon di tengah malam, suaranya berbisik, dan raut wajahnya tampak gelisah. Dimas cepat-cepat keluar dari kamar dan berbicara dengan suara rendah di luar ruangan, seolah-olah tidak ingin Laras mendengar percakapannya. Perasaan was-was dan ketidakpercayaan mulai merayap dalam hati Laras. Ia mulai bertan
Beberapa hari setelah kejadian di kafe, Laras merasa hatinya semakin kosong. Meskipun ia telah melihat kebenaran yang tak bisa lagi ia abaikan, menghadapi kenyataan bahwa pernikahannya berada di ambang kehancuran tetaplah sulit. Namun, di tengah kehampaan itu, Andi muncul sebagai satu-satunya orang yang selalu ada untuknya. Tanpa banyak bertanya atau menuntut, Andi hanya memberikan kehadiran yang tenang, menjadi tempat bagi Laras untuk mengalirkan semua beban yang selama ini ia pikul sendiri.Suatu malam, Andi mengajak Laras keluar untuk makan malam di sebuah restoran kecil yang tenang di pinggir kota. Andi tahu bahwa Laras butuh tempat di mana ia bisa merasa nyaman tanpa khawatir akan pandangan orang lain. Restoran itu sepi, hanya ada beberapa meja yang terisi. Mereka duduk di sudut ruangan yang tenang, dan Andi
Pagi itu, Laras terbangun lebih awal dari biasanya. Cahaya matahari yang masuk melalui jendela kamar menyinari wajahnya, memberikan kehangatan yang menenangkan. Namun, ada kekosongan dalam dirinya yang tak bisa ia hindari, sebuah kehampaan yang tertinggal setelah perpisahan. Meskipun ia merasa lega karena telah lepas dari hubungan yang penuh kebohongan, ia menyadari bahwa luka emosional yang ia alami masih meninggalkan jejak.Hari-harinya kini dipenuhi dengan tanggung jawab yang tak ringan. Sebagai ibu tunggal, Laras harus memastikan bahwa anak-anaknya tetap merasa dicintai dan dilindungi. Di satu sisi, ia harus menjalani pekerjaan penuh waktu untuk mencukupi kebutuhan mereka. Di sisi lain, ia juga harus memainkan peran ayah dan ibu sekaligus. Perasaan lelah sering kali menyergapnya, tetapi ia tahu bahwa anak-anak
Laras menatap rumah baru mereka dengan senyuman kecil yang penuh arti. Rumah ini tidak terlalu besar, hanya memiliki beberapa ruangan yang cukup untuknya dan ketiga anaknya. Tidak ada taman yang luas atau ruang tamu yang megah seperti di rumah lamanya, tapi rumah ini memberi Laras perasaan yang tak bisa ia temukan selama bertahun-tahun terakhir—perasaan damai dan kebebasan. Di sini, ia bisa memulai hidup baru, bebas dari kebohongan dan pengkhianatan yang selama ini membayangi hidupnya.Sarah berdiri di sampingnya, menggenggam erat tangan Laras, sementara Naya dan Raka berlarian di halaman kecil depan rumah, tertawa riang sambil menikmati sore yang cerah. Melihat anak-anaknya tersenyum, Laras merasakan sebuah dorongan dalam hatinya, perasaan bahwa ia telah membua
Pagi itu, gedung pengadilan dipenuhi orang-orang yang sedang menunggu sidang perceraian mereka dimulai. Laras duduk di ruang tunggu dengan hati yang berdebar-debar. Meski sudah lama mempersiapkan diri, ia tak bisa memungkiri bahwa menghadapi perceraian resmi adalah salah satu hal paling berat dalam hidupnya. Ia menatap ruang pengadilan yang dingin dan formal, tempat di mana semua keputusannya akan disahkan secara hukum. Keputusan yang akan menutup bab panjang dalam hidupnya bersama Dimas.Di seberang ruang tunggu, Dimas duduk dengan kepala tertunduk, tampak gelisah. Matanya sedikit merah, seolah ia tak tidur semalam, terjaga dalam perasaan yang penuh dengan sesal dan ketidakpastian. Ia beberapa kali mengangkat kepala, menatap Laras dari kejauhan dengan tatapan yang pe
Sudah beberapa minggu sejak perceraian itu resmi, dan hidup Dimas kini terasa sangat berbeda, lebih sunyi dan kehilangan arah. Ia mulai terbiasa bangun di apartemen kecilnya yang sunyi, tanpa suara tawa anak-anak atau aroma kopi pagi yang biasa disiapkan Laras. Kesendirian ini menjadi pengingat bahwa semua yang ia hancurkan dulu adalah kehidupan yang selama ini ia rindukan.Setiap hari, Dimas bangun dengan perasaan hampa dan penyesalan yang mendalam. Setelah perceraian selesai, ia mulai mencoba memperbaiki hubungan dengan anak-anak, terutama dengan Sarah dan Naya. Dimas tahu bahwa selama ini ia sering mengabaikan mereka, terperangkap dalam hubungan yang seharusnya tak pernah ia mulai. Namun, ketika ia mengulurkan tangan untuk memperbaiki keadaan, ia menemukan kenyataan yang jauh lebih sulit daripada yang pernah ia
Dimas duduk sendirian di apartemennya yang sunyi, menatap kosong ke arah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan kota di malam hari. Lampu-lampu kota berkelip-kelip, tetapi bagi Dimas, semuanya tampak buram dan tak bermakna. Ruangan di sekitarnya tampak bersih dan rapi, tetapi dingin dan sepi, jauh berbeda dari rumah yang dulu ia tinggali bersama Laras dan anak-anaknya.Sudah beberapa hari sejak Laras melayangkan gugatan cerai. Berita itu menghantam Dimas seperti badai yang tiba-tiba datang. Meskipun ia tahu bahwa Laras telah mencapai batas kesabarannya, dan meskipun ia tahu bahwa ini adalah akibat dari segala kesalahannya sendiri, tetap saja kenyataan itu terasa seperti pukulan berat yang membuatnya merasa kosong dan hancur.Dimas mencoba untuk tidak memikirkan
Siang itu, udara terasa panas dan berat di luar gedung pengadilan. Laras baru saja selesai berkonsultasi dengan pengacaranya mengenai langkah-langkah selanjutnya dalam proses perceraian. Dengan perasaan campur aduk, ia berjalan keluar gedung, menuruni anak tangga dengan langkah yang hati-hati. Namun, tepat ketika ia akan mencapai trotoar, ia melihat sosok yang tak asing berdiri di seberang jalan.Nina.Wanita itu tampak sedang menunggu seseorang, mungkin tak menyadari kehadiran Laras. Seketika, perasaan canggung dan tegang menyelimuti Laras. Ia merasa ada rasa enggan untuk berhadapan dengan wanita yang telah menghancurkan keluarganya, tetapi di sisi lain, ia merasa ada sesuatu yang perlu ia sampaikan, sesuatu yang harus diakhiri di antara mereka.
Pagi itu, suasana di rumah terasa lebih sunyi dari biasanya. Laras duduk di ruang tamu, menunggu dengan hati yang berdebar. Ia telah memutuskan untuk berbicara dari hati ke hati dengan putri sulungnya, Sarah, tentang keputusan yang telah ia ambil. Baginya, ini adalah salah satu momen tersulit yang harus ia hadapi, namun ia tahu bahwa kejujuran adalah hal yang terpenting dalam hubungan mereka. Sarah adalah anak yang cerdas, dan Laras ingin putrinya mengerti bahwa keputusan ini bukanlah sesuatu yang ia ambil dengan mudah.Tak lama kemudian, Sarah muncul di ruang tamu, masih mengenakan piyamanya. Wajahnya terlihat mengantuk, namun ada kebingungan dalam matanya saat ia melihat ibunya duduk di sofa, dengan ekspresi yang serius namun penuh kasih.“Mama, kenapa pagi-pag
Pagi itu, Laras duduk sendirian di meja makan dengan secangkir kopi yang hampir tidak tersentuh. Matanya menatap kosong ke luar jendela, memandangi taman kecil di belakang rumahnya. Ia terjebak dalam pusaran pikirannya sendiri, memikirkan keputusan yang selama ini ia hindari, namun yang kini terasa tak terelakkan.Setelah malam yang panjang, penuh dengan perenungan dan perdebatan dalam hati, Laras akhirnya menyadari bahwa ia tak bisa lagi bertahan dalam pernikahan yang penuh dengan kebohongan dan luka. Meskipun berat, meskipun ia tahu ini akan menghancurkan hati anak-anaknya, Laras telah memutuskan untuk menggugat cerai.Hatinya terasa berat, seolah ada beban besar yang menekan dadanya. Ia tahu bahwa keputusan ini tidak hanya akan mengubah hidupnya, tetapi juga akan me
Dimas duduk sendirian di dalam mobilnya, menatap gedung rumah yang dulunya ia anggap sebagai tempatnya pulang. Malam sudah larut, dan lampu di ruang tamu masih menyala, tanda bahwa Laras mungkin belum tidur. Hatinya terasa hampa. Pikiran tentang pertemuannya dengan Laras di ruang tamu beberapa malam lalu terus menghantui, mengingatkan dirinya pada pengakuan yang akhirnya keluar dari mulutnya, sesuatu yang selama ini ia coba hindari.Ia tahu bahwa Laras akan benar-benar pergi kali ini. Tidak seperti sebelumnya, kali ini Dimas merasakan kesungguhan dalam tatapan dingin Laras, dalam suara yang penuh ketegasan ketika ia memutuskan untuk tidak lagi bertahan dalam pernikahan mereka. Dimas menunduk, merasakan kesedihan yang mendalam menyelimutinya, sebuah perasaan yang lama