“Xena, putriku.” Angela berlari menelusuri koridor rumah sakit bersama dengan Marco. Tampak jelas raut wajah Angela dan Marco begitu mencemaskan kedua putri mereka. Derai air mata berlinang menyentuh wajah Angela. Ya, kedua orang tua Xena terbang dari Roma ke Paris di kala mendengar kabar putri mereka, menjadi korban penculikan.“Mom? Dad?” Audrey yang duduk di depan ruang ICU bersama dengan Xander, dan Zack menatap terkejut akan kehadiran mertuanya. Audrey sedikit tak mengira kalau mertuanya akan datang secepat ini. “Audrey? Di mana Xena?” Angela menatap Audrey dengan air mata yang tak henti berlinang.Audrey langsung memberikan pelukan pada ibu mertuanya. “Mom, tenangkan dirimu. Xena ada di ruang ICU.”“Xander, bagaimana keadaan adikmu?” tanya Marco panik dan cemas. Pria paruh baya itu begitu gelisah. Matanya memancarkan jelas rasa takut akan terjadi sesuatu hal buruk pada putri bungsunya.“Xena koma. Luka di kepalanya cukup parah,” jawab Xander dengan raut wajah begitu putus asa.
Morgan menatap Angie dengan tatapan penuh rasa bersalah. Tampak mata Angie sembab, akibat tangis yang tak kunjung reda. Sejak kejadian di mana Angie telah mengetahui segalanya; Angie tak henti menangis. Menangis karena hatinya yang telah hancur berkeping-keping. Wanita itu tak pernah mengira kalau Morgan akan memberikan luka padanya sedalam ini. Keheningan membentang. Angie memang sudah tak lagi terisak menangis, namun air mata masih kerap berlinang begitu saja jatuh membasahi pipinya. Belum ada kata yang mampu Angie ucapkan. Hanya tatapan nanar penuh kecewa yang wanita itu berikan pada Morgan. “Maaf.” Sebuah ucapan maaf, tiba-tiba saja lolos di bibir Morgan. Seolah sebagai kata pembuka, sebelum memulai percakapan.“Kenapa, Morgan?” Angie menjawab dengan nada menahan pilu dan sesak di hati.Morgan memejamkan mata singkat. “Aku bukan pria yang baik, Angie. Sejak kau menghilang, aku bagaikan orang yang putus asa. Aku kerap mengencani beberapa wanita hanya untuk menghilangkan stress-
Morgan dan Xander berlari di koridor rumah sakit, menuju ruang ICU Xena. Untuk kali ini, Xander tak mengahalangi Morgan, karena pusat pikiran Xander hanya tertuju pada kondisi adiknya. Begitu juga Morgan, tak memedulikan apa pun. Yang ada di dalam pikiran Morgan adalah kondisi Xena. Pancaran mata Morgan menunjukan rasa takut serta panik.Tiba-tiba, langkah Morgan dan Xander terhenti bersamaan di kala mendengar suara isak tangis. Xander langsung maju mendekat pada istri dan ibunya yang tak henti menangis. Tampak kepanikan melingkupi.“Audrey, bagaimana keadaan Xena?” tanya Xander cepat.Audrey memeluk Xander, menangis dalam pelukan suaminya. Tak ada kaya yang bisa Audrey ucapkan. Audrey hanya menangis. Pun Angela menangis dalam pelukan Marco. Kedua orang tua Xena dan Xander tak menyadari kehadiran Morgan.“Dokter sudah melakukan tindakan. Kita tunggu.” Zack mulai mencairkan suasana, agar sedikit lebih tenang. Xander mendekat ke arah jendela ruang ICU. Begitu juga Morgan mendekat ke
Satu minggu sudah Xena dirawat di rumah sakit. Meski kondisi Xena berangsur membaik, namun Xena belum juga membuka matanya. Semua keluarga begitu mencemaskan keadaan Xena. Akan tetapi mereka semua selalu yakin bahwa Xena akan sembuh.Tidak ada pembahasan tentang kandungan Xena. Kedua orang tua Xena memilih untuk tak membahas itu. Termasuk Xander yang juga tak mau membahas tentang kehamilan Xena. Yang mereka fokuskan adalah kondisi kesehatan Xena. Mereka akan membahas tentang kehamilan Xena nanti setelah Xena pulih, tidak sekarang.Selama satu minggu ini, Morgan kerap datang mengunjungi Xena, namun butuh perjuangan untuk Morgan datang, karena Marco dan Xander selalu mengusir Morgan. Yang membujuk agar mengizinkan Morgan bisa menjenguk Xena adalah Angela dan Audrey. Entah apa yang terjadi pada hubungan Morgan dan Xena, tapi Angela dan Audrey memutuskan membiarkan Morgan melihat keadaan Xena. Tentunya hanya menjenguk tak boleh menjaga. Karena jika sampai Morgan terlalu lama di ruang rawa
Keheningan membentang ruang rawat Xena, di kala mendengar permintaan Xena. Terlihat pancaran mata Marco dan Xander seakan tak setuju dengan apa yang Xena inginkan. Mereka tak mau sampai Morgan memanfaatkan kondisi Xena yang lemah.“Sayang, kau masih membutuhkan istirahat. Daddy minta, jangan dulu membahas masalahmu.” Marco membelai pipi Xena, berusaha membujuk putrinya untuk istirahat. Sejatinya, apa yang telah pria paruh baya itu putuskan memang terbaik untuk Xena. Marco tak mau Xena harus terbebani masalah.“Xena, kau belum sepenuhnya pulih. Kau butuh banyak istirahat.” Xander membelai pipi Xena, dan memberikan kecupan di kening adiknya itu.“Dad, Kak, aku butuh bicara dengan Morgan. Aku baik-baik saja. Kalian tidak perlu mencemaskanku.” Xena menatap Marco dan Xander bergantian, memohon agar ayah dan kakaknya memberikan izin padanya untuk berbicara dengan Morgan.“Marco, Xandcr. Biarkan Xena berbicara dengan Morgan. Mungkin ada hal yang harus mereka selesaikan,” ucap Angela pelan.M
“Nona Angie, tolong buka pintunya, Nona. Dari pagi Anda belum makan. Anda bisa sakit.” Seorang pelayan menggedor-gedor pintu kamar Angie, namun sayangnya tak ada respon sama sekali dari dalam. Beberapa jam lalu, Angie sudah mengusir pelayan itu, dan ketika sekarang sang pelayan berusaha kembali membujuk Angie, malah tak ada respon dari dalam. Itu yang membuat sang pelayan begitu cemas dan takut.“Nona, saya mohon buka pintunya. Tuan Morgan bisa marah pada saya kalau Anda belum juga makan.” Pelayan itu berusaha keras membujuk Angie lagi. Raut wajah pelayan itu sudah ketakutan. Tentu, dia khawatir terjadi sesuatu hal yang buruk pada Angie. Sang pelayan sudah berusaha membuka menggunakan kunci kamar cadangan, tapi tidak bisa sepertinya Angie telah mengunci menggunakan pengaman pintu di dalam kamar. “Ada apa ini?” Morgan yang baru saja pulang, menatap bingung sang pelayan yang menggedor-gedor pintu kamar Angie.Pelayan itu menatap takut dan cemas pada Morgan yang baru datang. “T-tuan, N
Hari telah berganti hari. Waktu seakan bergerak sangat lambat. Hidup Morgan merasakan kehampaan dan merasa kosong. Meski Angie ada di sisinya, tapi hatinya tetaplah tak bisa menampik bahwa Morgan kesepian. Hidupnya bagaikan warna hitam putih, tanpa ada penghias warna indah. Akan tetapi, pria itu tak bisa melangkah maju keluar dari lingkaran walau dia tahu bagaimana cara untuk berhenti. Lebih dari dua minggu, Xena berada di rumah sakit. Selama Xena berada di rumah sakit, Morgan tentu sering datang, hanya saja Morgan cukup melihat wanita itu dari balik kaca. Dia sengaja tak menemui Xena karena setiap kali melihat Xena hanyalah dilingkupi rasa bersalah.Morgan ingin memeluk erat tubuh Xena, namun pria itu takut semakin melukai hati Xena. Itu kenapa akhirnya dia memilih untuk mengawasi Xena dari kejauhan. Bersatu dengan Xena adalah hal yang tak mungkin. Morgan tak akan membiarkan Angie kembali terluka seperti dulu kala. Ya, yang Morgan tanamkan dalam pikirannya adalah perjuangan dulu s
Marco menatap foto Xena semasa kecil tengah berpelukan dengan Xander. Raut wajah pria paruh baya itu menunjukan jelas kemuraman dan tersirat menyimpan luka. Manik mata tegasnya telah terselimuti awan gelap yang menyimpan segudang kesedihan.“Marco?” Angela mendekat pada Marco, menatap suaminya itu tengah melihat foto masa kecil Xena dan Xander.“Aku tidak bisa menjaga Xena dengan baik,” ucap Marco penuh penyesalan.Angela memeluk lengan Marco. “Jangan salahkan dirimu atas apa yang telah terjadi. Kita bisa menjaga Xena dengan baik. Mungkin ini memang perjalanan hidup Xena yang harus dia tempuh untuk menjadikannya jauh lebih dewasa. Sekarang lebih baik kita keluar berkumpul dengan anak dan menantu kita. Tidak baik mengurung diri di kamar.”Marco tersenyum dan menganggukan kepalanya. Detik selanjutnya, Marco meletakan bingkai foto anak-anaknya—melangkah keluar kamar bersama dengan sang istri. Raut wajah muram Marco kini berusaha dia hilangkan agar Xena tak melihatnya sedih.Di depan, Mar