“Morgan? Kau dari mana?” Xena menatap Morgan yang baru saja masuk ke dalam kamar. Waktu menunjukan pukul 8 pagi. Awalnya, Xena pikir Morgan berangkat ke kantor, tapi saat Xena bertanya pada pelayan, malah pelayan mengatakan Morgan tak mungkin pergi ke kantor, karena pria itu hanya memakai pakaian biasa, bukan pakaian formal kantor. Terbukti benar. Xena melihat sendiri Morgan hanya memakai celana jeans dan kaus polos berwarna hitam serta jaket kulit hitam yang ada di genggaman tangan pria itu.Morgan melangkah mendekat pada Xena, memeluk pinggang Xena, dan memberikan lumatan di bibir Xena. “Aku bertemu dengan teman lamaku. Dia sedikit memiliki masalah di perusahaan. Jadi aku datang, untuk membantunya.” Morgan menarik tubuh Xena, untuk duduk di sofa terdekat dengan mereka. Ya, Morgan tak mungkin bercerita pada Xena kalau dirinya tadi pergi menemui Biana.Xena mengendus-endus pakaian Morgan. “Kausmu aroma alkohol dan rokok. Apa kau pergi menemui temanmu di klub malam?”Morgan mengangguka
Xena menguap di kala terbangun tengah malam. Perlahan-lahan mata Xena mengerjap beberapa kali dan menoleh ke samping—ranjangnya sudah kosong tak ada siapa pun di sana. Raut wajah Xena berubah sedikit bingung tak ada Morgan di sampingnya. Padahal, tadi dirinya terlelap dalam pelukan Morgan.Xena mengalihkan pandangannya, menatap ke jam dinding—waktu menunjukan pukul 12 malam. Xena yakin pasti Morgan berada di ruang kerjanya. Rasanya tak mungkin Morgan pergi tengah malam.“Lebih baik aku ke ruang kerja Morgan saja.” Xena bergumam pelan, seraya menyibak selimut, dan turun dari ranjang. Xena melangkah keluar meninggalkan kamar. Rasa kantuknya mulai hilang. Mungkin Xena akan kembali mengantuk lagi, jika Morgan ada di sampingnya. Tinggal bersama dengan Morgan, membuat Xena sudah terbiasa akan kehadiran pria itu.“Nona Xena?” sapa sang pelayan di kala Xena baru saja keluar kamar.Xena menatap pelayan itu. “Apa kau melihat Morgan?” tanyanya.“Tuan Morgan ada di ruang kerjanya, Nona,” jawab sa
Keesokan hari, Xena bangun pagi bersamaan dengan Morgan. Tatapan wanita itu menunjukan jelas kemuramannya. Hari ini Morgan akan terbang ke Athena. Akan tetapi, hati Xena benar-benar tak rela Morgan pergi. Sejak Xena menjalin hubungan dengan Morgan, ini pertama kalinya Morgan meninggalkan Xena untuk berpergian jauh.Xena ingin sekali bersikap egois, namun tak mungkin dia melakukan itu. Terlebih tadi malam Morgan bilang ada masalah dipekerjaan, maka mau tak mau Xena harus merelakan Morgan untuk terbang ke Athena. Berat, tidak mudah, namun Xena tetap berusaha untuk menekan ego dalam dirinya.Suara dering ponsel terdengar. Refleks, Xena mengambil ponselnya yang ada di atas meja, menatap ke layar tertera nama Audrey—kakak iparnya. Beberapa detik, Xena terdiam. Awalnya, Xena ingin mengabaikan panggilan telepon dari kakak iparnya itu, namun Xena tak enak mengabaikan panggilan telepon dari kakak iparnya.Tanpa lagi berpikir, Xena menutuskan menjawab panggilan telepon itu…“Hallo, Kak?” jawab
Athena, Yunani. Morgan melepaskan kaca mata hitamnya, lalu masuk ke dalam mobil bersama dengan sang asisten. Raut wajah Morgan dingin dan sorot mata tajam. Pria itu nampak menunjukan rasa cemas dan penuh khawatir.Sepanjang perjalanan, Morgan melihat ke luar jendela, menatap perkotaan di ibu kota Yunani itu. Bertahun-tahun lamanya, dia mencari Angie. Namun tak sama sekali menuaikan hasil. Sekarang, sudah waktunya Morgan untuk membawa Angie. Kali ini, Morgan bersumpah tidak akan pernah kembali ke Paris, jika tak bersama dengan Angie.“Hemlet, apa kau sudah mendapatkan signal keberadaan Angie?” tanya Morgan seraya menatap Hemlet dingin.“Tuan, mohon ditunggu sebentar. Saat tadi kita landing, saya mendapatkan informasi bahwa Nona Angie akan hadir di pelelangan yang diadakan salah satu orang cukup berkuasan di Athena. Saya masih menunggu untuk mendapatkan informasi lebih lanjut,” jawab Hemlet serius.Morgan mengembuskan napas panjang. Kegelisahan semakin menjadi di kala mendengar ucapan
Mata Angie mengerjap beberapa kali. Aroma pengharum musk bercampur lavender menyeruak ke indra penciumannya, seolah memberikan sedikit rasa tenang dalam pikirannya. Perlahan saat kesadaran wanita itu sudah pulih, tatapan wanita itu terkejut melihat punggung kokoh seorang pria.“K-kau siapa?” Suara Angie tersirat bergetar ketakutan. Ingatannya langsung tergali tentang kejadian di pesta pelelangan. Harusnya dia berada di pesta pelelangan, namun tiba-tiba saja gedung mati lampu, dan berakhir membuatnya diculik.Morgan membalikan badannya, menatap Angie yang telah siuman. Dan seketika mata Angie melebar terkejut melihat sosok pria yang ada di hadapannya. Angie menyibak selimut, menatap Morgan dengan mata yang berkaca-kaca.“M-Morgan? Is that you?” Air mata Angie sudah berlinang menyentuh pipi mulusnya.Morgan tersenyum menatap Angie penuh kerinduan. “Ya, ini aku. Maaf, aku baru bisa menjemputmu sekarang, Angie.”Tangis Angie pecah. Wanita itu berlari menghampiri Morgan, melompat dalam pel
“Akh—” Morgan meringis kala Hemlet mencabut peluru di lengan Morgan. Darah mengalir di lengan Morgan begitu banyak. Dengan sigap, Angie menutup luka di lengan Morgan menggunakan kain bersih demi menghentikan darah.“Tuan, minum obat menahan rasa sakit. Ini akan sedikit membantumu.” Hemlet memberikan obat pada Morgan. Pun Morgan menerima obat itu dan meminumnya.Ya, Hemlet dan Angie memberikan pertolongan pertama untuk Morgan. Mereka semua berada di dalam helikopter, tak memungkinkan mereka untuk menemui dokter sekarang. Lagi pula, luka tembak Morgan hanya mengenai lengan, tidak sampai organ vital.“Morgan, maafkan aku,” ucap Angie dengan raut wajah penuh penyesalan. Angie merasa bersalah, dengan apa yang terlah terjadi. Jika saja Morgan tak menyelamatkannya, maka Morgan tak mungkin sampai terkena luka tembak.Morgan mengalihkan pandangannya menatap Angie. “Ini hanya luka kecil. Tenanglah, tidak usah mencemaskanku.” Morgan membelai pipi Angie menenangkan Angie dari rasa cemas.Angie na
Paris, Prancis. Morgan membawa Angie ke salah satu penthouse miliknya yang cukup jauh dari pusat kota Paris. Saat ini Morgan dan Angie telah berada di Paris. Morgan sengaja membawa Angie ke Paris menggunakan pesawat pribadinya, demi Bashan Myron tak langsung bisa menemukan keberadaannya dan Angie. Tentunya, di area lobby apartemen, Morgan telah meminta anak buahnya untuk berjaga-jaga. Morgan sangat memperketat keamanan Angie.“Morgan, ini penthouse-mu?” tanya Angie yang kagum akan penthouse milik Morgan. Tatanannya indah dengan nuansa silver dipadukan warna putih. Begitu menenangkan mata.“Ya, ini penthouse-ku.” Morgan mengecup leher Angie.Angie tersenyum. “Lalu di mana kamar kita, Morgan?” tanyanya tak sabar.Morgan menggenggam tangan Angie, membawa Angie menuju ke kamar yang paling ujung sebelah kanan. Morgan tentu tak mungkin membawa Angie ke mansion-nya, karena ada Xena di sana. Itu kenapa Morgan memutuskan membawa Angie ke salah satu penthouse-nya yang terletak cukup jauh dari
Xena melangkah masuk ke dalam kamar bersama dengan Morgan. Gadis itu memeluk pinggang Morgan seraya membenamkan wajahnya di dada bidang Morgan. Xena nampak sangatlah merindukan Morgan.Tampak Morgan bergeming kala Xena memeluknya. Pria memang membalas pelukan Xena. Akan tetapi, perasaan Morgan kini dilingkupi rasa bersalah mendalam. Rasa bersalah pada Xena dan juga rasa bersalah pada Angie. Tak menampik, Morgan memang sangat teramat merindukan Xena. Hanya saja, kondisinya sekarang terlalu rumit.Xena mendongakan kepalanya, menatap Morgan penuh kehangatan. “Kau tahu? Aku tidak betah tidur tanpamu. Biasanya setiap malam kau memelukku.”“Bukankah dulu, sebelum kau tidur denganku, kau sudah terbiasa tidur sendiri? Kenapa sekarang sulit, hm?” Morgan mencubit hidung mancung dan mungil Xena.Xena mencebikan bibirnya seraya memukul lengan kekar Morgan, namun di kala Xena memukul lengan kekar Morgan; Morgan sedikit meringis. Sontak Xena pun terkejut melihat ringisan Morgan. Detik itu juga Xena