Beberapa jam Sebelum Pertempuran di Istana Langit. Di sisi lain, di Kota Sonnenstadt, penginapan Fazeela.
*tap* *glek*Suara seseorang menapakkan kakinya di lantai kayu. Itu adalah di kamar penginapan yang ditempati oleh Legio.“Legio...”Dari keheningan terdengarlah suara seorang wanita.“Hm? Ada perlu apa kau kemari ‘The Myth’ Iter, bukan Larissa atau Luna? Aku tidak tau yang mana namamu, karena kau punya banyak sekali nama.”Ternyata seseorang yang datang mengunjungi Legio adalah ‘The Myth’.“Terserah kau saja.”“Kalau begitu Luna. Yang jelas ada apa kau sampai repot-repot kemari? Apakah kau tidak tau aku sedang mencoba untuk beristirahat?”“Aku tau cara kerjamu yang efektif dengan menyuruh pasukanmu mencari hingga ke seluruh kota. Tetapi aku ada informasi penting untukmu. Seltsam Pioneer telah berkurang satu orang.”“Apa?! Siapa dari kita yang sudah gugur"“Dari misi pengambil alihBeberapa saat sebelum pertemuan takdir antara ‘The Myth’ dengan Azzo. (Chapter 11) ‘The Myth’ mencoba menelusuri reruntuhan yang mencurigakan di pinggiran Sonnenstadt.“Hmm... Sisa-sisa reruntuhan di sini tidak seperti biasanya. Beberapa puing masih saja berterbangan meskipun tanpa ada gaya apapun. Apakah ini salah satu bencana teleportasi yang dilaporkan itu? Tetapi jika memang ini salah satunya, kenapa kehancuran gedungnya tidak seperti biasanya dan seharusnya daratan ini rata dengan tanah dan tidak tersisa apapun. Benar-benar penuh pertanyaan. Hm... Ada orang lain di sini selain aku rupanya.”Aku merasakan kehadiran orang lain yang terdeteksi dengan auraku yang telah direnggangkan ke berbagai arah serta dicampur sihir untuk mendeteksi makhluk hidup apapun di sekitarku. Aku menyebutnya sihir deteksi aura. “Itu... Anak-anak? Apa yang sedang dilakukan seorang anak di tempat seperti ini?” Melihat Azzo dari kejauhan.Tetapi, umumnya petualang tidak datang ke tempat ini. Apa karena labi
Seranganku ditangkisnya dan pedang kami pun beradu disertai gelombang angin yang tercipta karena beradunya serangan kami.“Kau kan...”Dengan sekejap dia menekan balik pedangku dengan pedangnya yang membuatku terdorong hingga aku melompat mundur dan membatalkan seranganku.Uwakh!Aku terkejut karena ternyata tenaganya sangatlah besar dalam menghalau serangan dadakanku itu.Aku mendarat dengan bertahan menggunakan pedangku sebagai titik tumpuan yang kutancapkan ke tanah untuk mengurangi kecepatan dari dorongan serangan balasan tadi.“Ukh... Ternyata kau adalah kakak misterius yang waktu itu. Kenapa kakak ada di sini?” Ucapku“Kau... anak yang waktu itu... Tidak disangka kita akan bertemu kembali. Aku sedang melihat-lihat area ini.”“Pasti karena suara keras barusan ya? Ah itu karena aku jatuh hehe...”Gawat aku tidak bisa memberitahunya mengenai Istana Langit di atas sana. Aku harus mengalihkan perhatiannya d
Satu Bulan setelah kejadian di Istana Langit dan pertemuan Delapan Dewa. Saat ini di Penginapan Fazeela.“Huft... Sudah beberapa minggu aku tidak mendapatkan informasi yang bermanfaat sebenarnya ada apa di Sonnenstadt ini? Beberapa minggu lalu aku sempat mendapatkan informasi akan beberapa orang kuat yang memasuki kota, aku bisa merasakan kekuatan sihir dan aura milik mereka. Namun setelah beberapa saat keberadaan mereka menghilang. Sepertinya aku benar-benar terlambat bergerak. Mungkin sesekali aku harus turun tangan sendiri sekalian mencari makanan di sekitar sini.” Ucap Legio di kamarnya sedang bermalas-malasan."Semuanya siap tasku juga sudah, kurasa aku tidak perlu membawa topiku, karena nanti juga pulang ke sini lagi."Setelah beberapa saat berjalan cukup jauh dari penginapan...“Jalanan di sini sepertinya cukup sepi, kata resepsionis di penginapan beberapa penjual makanan lewat jalan ini. Tapi kenapa sepi sekali, mungkin aku kurang jauh menelusuri jalan ini.”Setelah berjalan s
Di dalam Labirin Naga, Azzo dan Lisa ‘The Myth’ bertarung bersama dengan tujuan agar ilmu berpedang yang dimiliki Lisa bisa dipelajari oleh Azzo khususnya mengenai ilmu pedang hampa.Aku tidak tau sudah berapa lama kami menelusuri labirin ini, tetapi kami melakukannya dengan lancar. Kami menyerang para monster yang ada di labirin dengan formasi Kak Lisa yang ada di depan dengan serangan brutalnya dilanjutkan olehku. Mengapa kami melakukan formasi begitu? Karena kak Lisa sepertinya ingin mengajarkanku dengan cara menyuruhku melihatnya langsung. Dia bilang tidak begitu bisa mengajari seseorang jadi aku harus melihatnya sendiri, makanya dia menyuruhku untuk melihatnya langsung dari belakang. Jadi dia menjadi garda depan sekarang sedangkan aku adalah yang memberi serangan penghabisan.“Azzo, kita sudah masuk ke labirin ini selama 2 hari dan ujungnya juga belum terlihat.”“Sudah 2 hari? Pantas saja aku merasa sedikit kelelahan. Hebat juga kakak bisa menghitung waktu di dalam gua ini.” Kata
Saat kami beristirahat, Kak Lisa mulai bercerita sedikit tentang masa lalunya. “Aku juga pernah berada di posisimu, Azzo. Aku pernah merasa ragu dan takut. Tapi dengan tekad yang kuat dan kesungguhanku untuk keluar dari posisi seorang wanita yang lemah, aku pun akhirnya bisa mengatasi semua rintangan.”Cerita Kak Lisa memberikan inspirasi dan semangat baru bagiku. Aku merasa lebih yakin bahwa aku bisa menguasai kekuatanku dan melindungi orang-orang yang aku sayangi, walau sebagian besar mungkin hanya beberapa orang bisa dihitung dengan jari.Setelah istirahat, kami melanjutkan latihan dengan teknik yang lebih kompleks. Kak Lisa mengajarkan cara menggabungkan gerakan dasar dengan serangan dan pertahanan. Setiap gerakan terasa lebih alami dan kuat seiring berjalannya waktu.Latihan berlangsung tanpa henti, dan meskipun lelah, aku merasa puas dengan kemajuan yang telah aku capai. Aku tahu bahwa perjalanan ini masih panjang, tetapi dengan bimbingan K
Sepuluh tahun yang lalu pada tahun D190, adalah kisah saat pertama kali aku tiba di Donya. Saat itu, aku hanyalah seorang anak biasa yang tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Aku membuka mataku perlahan, dan cahaya matahari yang menyilaukan membuatku menyipitkan mata. Aku merasakan tanah yang lembut di bawah tubuhku dan mendengar suara burung-burung berkicau di kejauhan. Aroma segar dedaunan dan tanah basah memenuhi hidungku, memberikan rasa tenang yang aneh. Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana aku berada. Ini bukanlah tempat yang kukenal. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingku, disertai dengan langit biru cerah membentang tanpa awan. Aku merasa seperti berada jauh dari rumah.Aku bangkit dengan bersusah payah, merasakan tubuhku yang lemah dan kepala yang berdenyut. Di sekelilingku, pepohonan tinggi menjulang dengan dedaunan yang berwarna-warni, sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi ingata
Tiga tahun telah berlalu, tepatnya tahun D193. Kami tengah berada di Daratan Netral di pegunungan Elendig, wilayah yang tidak termasuk teritori dari Delapan Dewa Surgawi. Aku telah memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama dengan temanku yang sekarang menjadi sahabatku Ellard. Dia adalah orang pertama yang kutemui dan dia mengajariku semuanya yang ada di dunia ini atau tempat yang disebut sebagai Donya. Dia bahkan mengajariku berbicara menggunakan bahasa di sini juga dengan membaca maupun menulis. Dia benar-benar orang baik yang sudah menyelamatkan hidupku.Aku dan Ellard terus melanjutkan perjalanan kami meskipun aku belum mengingat apapun yang terjadi dengan diriku yang sampai terlempar ke Donya, namun kami menyadari sesuatu hal baru. Seiring berjalannya waktu, tubuhku sama sekali tidak berubah meskipun sudah 3 tahun berjalan. Hal ini sering membuatku menjadi pusat perhatian dan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang yang kami temui, mengingat kami sempat sing
Di tengah hutan yang lebat, dua pemuda Azzo dan Ellard memutuskan untuk beristirahat. Mereka sudah berjalan selama seharian dan rasanya hari mulai gelap. Cahaya matahari tembus melalui dedaunan sore hari, memberikan sentuhan hangat pada kulit mereka. Mereka melepas beban ransel dan duduk di atas akar yang menjulang. Ellard mengeluarkan peralatan makan mereka.“Azzo,” ujar Ellard.“Kita sudah lama berpetualang bersama, tapi ada satu hal yang belum pernah kita coba. Bagaimana kalau kita membuat sate di sini? Aku ingin kau mengajariku bagaimana cara membuatnya, apalagi bumbu yang kau gunakan itu... Apa namanya, saus sambal kacang ya? Itu benar-benar lezat.”Azzo tersenyum pada Ellard, mengangguk setuju. “Baiklah, Ellard,” katanya dengan semangat. “Kita akan membuat sate di tengah hutan ini. Tapi ingat, kita harus berhati-hati agar api tidak merembet ke sekitar dan mengganggu alam.”Mereka berdua mencari kayu-kayu kering untuk membuat api unggun. Azzo mengajari Ellard cara menyusun kayu s
Azzo menggenggam tangan Selene dengan erat, air mata pun mengalir di pipinya. "Kami tidak akan pernah melupakanmu, Selene. Aku juga akan menyelesaikan labirin ini demi dirimu." Kata Ellard dengan suara bergetar. Dia seperti ingin menangin namun ditahannya, karena situasi saat ini yang tidak memungkinkan untuk berhenti dan berduka sejenak.“Selene... Hiks... Hiks...” Azzo menangis tersedu-sedu karena ini pertama kalinya menyaksikan seseorang yang dia kenal dengan sangat dekat pergi dari sisinya.Selene mengangguk pelan, lalu menutup matanya untuk terakhir kalinya. Kepergiannya meninggalkan luka mendalam di hati Azzo dan Ellard. Ellard yang melihat Selene seperti ingin menyerahkan tasnya kepadanya, segera memungut tas itu, dan membukanya.“El... Kenapa kau begitu?! Tidakkah itu kurang terhormat mengambil sesuatu dari mayat seseorang? Apalagi itu teman kita, apa kau sudah gila?!” Teriak Azzo protes terhadap tindakan Ellard.“Aku tau itu, tetapi tadi dia sepertinya berusaha menyerahkan t
Azzo meraba dinding labirin dengan tangan gemetar. Udara di dalamnya terasa lembap dan berbau pengap. Cahaya lilin yang mereka bawa hanya menerangi sedikit sekitar mereka. Azzo, yang biasanya penuh semangat, kini tampak lemah dan pucat. Dia masih terguncang oleh peristiwa tadi ketika Selene diculik oleh seseorang dengan kekuatan misterius.“Kita harus cepat menemukan Selene,” ucap Ellard dengan suara rendah. “Dia adalah kunci untuk mengungkap rahasia piramid ini.”Azzo mengangguk. Dia merasa bertanggung jawab atas nasib Selene, karena dahulu dialah yang menguji kekuatan dari Selene langsung saat pertama dia bergabung ke dalam kelompok. Mereka berjalan lebih dalam, mengikuti lorong-lorong gelap yang bercabang-cabang. Suara langkah mereka bergema di dinding-dinding batu. Tiba-tiba saja seiring mereka melangkah, mereka dihadapkan pada persimpangan tiga jalan.“Kita harus memilihnya dengan hati-hati,” kata Azzo. “Satu jalan bisa membawa kita ke Selene, yang lain mungkin mengarah pada sesu
Ini adalah daftar beberapa karakter yang pertama kali dibuat, sebelum akhirnya cerita dimulai. ------------------------------------------------- Nama : Azzo El-Hassan Alias : Pendekar Abadi, Pendekar Tanpa Suara Ras : Manusia Tidak Sempurna Jenis Kelamin : Laki-laki Umur Tubuh : 13 Tahun Hampir 14 Tahun (Saat Pertama Kali Tiba di Donya) Umur Asli : 24 Tahun (Saat ini) Tinggi Badan : 163cm Pekerjaan : Petualang Pekerjaan Sebelumnya : Pencari Artefak Independen Teknik : Ilmu Pedang Hampa Posisi : Pendekar Pedang Garis Depan Status : Abadi Sihir : - Aura : Abu-abu Tingkat Kekuatan : Perak 2 (Episode 1) Emas 2 (Sekarang, Belum Diukur Lagi) Peralatan : 1 Set Perlengkapan Petualang Warna Hitam Pedang Khas Elendig (Rusak/Diperbaiki) Silver Sword atau Pedang Silver (Sekarang) Kerabat : Ellard Vahran (Sahabat) Selene Aurelia (Sahabat) Seltsam Pioneer Nomor 3 - Iter ‘The Myth’, Larissa, Luna, Lisa (Guru) ------------------------------------------------- Nama : Ellard V
Saat ini kami tengah bersiap untuk menjelajah reruntuhan di dekat perbatasan antara daerah netral pegunungan Elendig dengan wilayah Mili wilayah dari Dewa Samudra Elaine ‘The Octagon’. Kami seringkali bertemu pengelana seperti kami yang memburu artefak dari dalam reruntuhan. Mereka bilang di daerah pegunungan ini terdapat semacam piramid yang menarik perhatian kami. Namun sebelum sampai di sana kami memutuskan untuk berkemah kembali di desa sekitar labirin itu.Malam itu, di bawah langit yang berkilauan, kami berkumpul di sekitar api unggun. Cahaya gemerlap memantul dari wajah-wajah kami yang lelah. Selene, dengan matanya yang tajam dan rambut hitamnya yang terurai, menatapku dengan sedikit kesal. Dia selalu lebih waspada, lebih cerdas dalam membaca tanda-tanda alam. Aku, Azzo, lebih suka bertindak dulu dan berpikir kemudian. Itu sebabnya kami sering berbenturan. Ini adalah kisah sebulan setelah kami bertualang dengan Selene.“Selene, kau bilang apa tadi mengenai daerah ini?” tanyaku.
Di sebuah desa yang diberkahi oleh para pemuda yang sangat berbakat untuk menjadi pendekar ataupun kesatria, terdapat seorang pemuda berambut merah yang sama sekali tidak menunjukkan bakatnya akan menjadi pendekar. Fisiknya sangatlah lemah, dia adalah Ellard Vahran. meskipun dia menyandang keturunan rambut merah yang kebanyakan dari mereka menjadi seorang pendekar.Dia hidup dengan rasa penasaran yang tak terpuaskan, kemana kekuatan pendekar dari keturunan rambut merah miliknya? Pertanyaan itu selalu berputar di benaknya. Meskipun fisiknya lemah dan tidak menonjolkan bakat sebagai pendekar, ada sesuatu yang tersembunyi dalam dirinya. Di mata orang lain, dia hanyalah seorang pemuda biasa yang tidak memiliki potensi. Dia tidak dianggap oleh sekelilingnya. Keluarga besarnya bahkan menolaknya, karena dia dianggap tidak berguna karena tidak bisa meneruskan keturunan pendekar rambut merah keluarga mereka. Meskipun Ellard menghadapi penolakan dari keluarga besarnya dan desa, ada dua orang y
Tahun D194, kami masih berada di daerah netral pegunungan Elendig. Pada suatu hari Aku dan Ellard bertemu dengan seorang petualang perempuan ketika kami sedang berkemah di salah satu puncak gunung di pegunungan Elendig di dekat kota kecil Vreven. Saat itu, angin malam membuat tubuhku menggigil ketika aku dan Ellard berkemah di puncak gunung. Api unggun kami berjuang melawan dingin yang menusuk tulang. Di antara gemuruh angin, sebuah bayangan muncul dari kegelapan. Seorang perempuan, langkahnya ringan seperti hembusan angin, mendekati kami.“Azzo, sepertinya kita kedatangan tamu tak diundang.” Ellard waspada“Beruang atau manusia El?” tanyaku.“Dari ukurannya yang kurasakan dengan sihir deteksiku sepertinya manusia. Hei kau keluarlah aku tau kau ada di sana!” teriak Ellard berusaha menghalau musuh.Bayangan orang yang muncul dari kegelapan itu semakin mendekat. Langkahnya ringan, seolah-olah dia menyatu dengan angin malam. Rambut biru langitnya tergerai, dan matanya memancarkan kecerda
Di tengah hutan yang lebat, dua pemuda Azzo dan Ellard memutuskan untuk beristirahat. Mereka sudah berjalan selama seharian dan rasanya hari mulai gelap. Cahaya matahari tembus melalui dedaunan sore hari, memberikan sentuhan hangat pada kulit mereka. Mereka melepas beban ransel dan duduk di atas akar yang menjulang. Ellard mengeluarkan peralatan makan mereka.“Azzo,” ujar Ellard.“Kita sudah lama berpetualang bersama, tapi ada satu hal yang belum pernah kita coba. Bagaimana kalau kita membuat sate di sini? Aku ingin kau mengajariku bagaimana cara membuatnya, apalagi bumbu yang kau gunakan itu... Apa namanya, saus sambal kacang ya? Itu benar-benar lezat.”Azzo tersenyum pada Ellard, mengangguk setuju. “Baiklah, Ellard,” katanya dengan semangat. “Kita akan membuat sate di tengah hutan ini. Tapi ingat, kita harus berhati-hati agar api tidak merembet ke sekitar dan mengganggu alam.”Mereka berdua mencari kayu-kayu kering untuk membuat api unggun. Azzo mengajari Ellard cara menyusun kayu s
Tiga tahun telah berlalu, tepatnya tahun D193. Kami tengah berada di Daratan Netral di pegunungan Elendig, wilayah yang tidak termasuk teritori dari Delapan Dewa Surgawi. Aku telah memutuskan untuk melakukan perjalanan bersama dengan temanku yang sekarang menjadi sahabatku Ellard. Dia adalah orang pertama yang kutemui dan dia mengajariku semuanya yang ada di dunia ini atau tempat yang disebut sebagai Donya. Dia bahkan mengajariku berbicara menggunakan bahasa di sini juga dengan membaca maupun menulis. Dia benar-benar orang baik yang sudah menyelamatkan hidupku.Aku dan Ellard terus melanjutkan perjalanan kami meskipun aku belum mengingat apapun yang terjadi dengan diriku yang sampai terlempar ke Donya, namun kami menyadari sesuatu hal baru. Seiring berjalannya waktu, tubuhku sama sekali tidak berubah meskipun sudah 3 tahun berjalan. Hal ini sering membuatku menjadi pusat perhatian dan menimbulkan banyak pertanyaan dari orang-orang yang kami temui, mengingat kami sempat sing
Sepuluh tahun yang lalu pada tahun D190, adalah kisah saat pertama kali aku tiba di Donya. Saat itu, aku hanyalah seorang anak biasa yang tidak tahu apa-apa tentang dunia luar. Aku membuka mataku perlahan, dan cahaya matahari yang menyilaukan membuatku menyipitkan mata. Aku merasakan tanah yang lembut di bawah tubuhku dan mendengar suara burung-burung berkicau di kejauhan. Aroma segar dedaunan dan tanah basah memenuhi hidungku, memberikan rasa tenang yang aneh. Aku mengedipkan mata beberapa kali, mencoba memahami di mana aku berada. Ini bukanlah tempat yang kukenal. Pepohonan tinggi menjulang di sekelilingku, disertai dengan langit biru cerah membentang tanpa awan. Aku merasa seperti berada jauh dari rumah.Aku bangkit dengan bersusah payah, merasakan tubuhku yang lemah dan kepala yang berdenyut. Di sekelilingku, pepohonan tinggi menjulang dengan dedaunan yang berwarna-warni, sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya. Aku mencoba mengingat apa yang terjadi, tetapi ingata