Tepat pukul empat sore. Para Dokter yang sudah menyelsaikan tugasnya berbondong-bondong pulang. Kanaya keluar dari dalam ruangannya, bertepatan dengan Vera yang hendak pulang dan melawati ruang praktek Kanaya."Hey Nay," sapa Vera dengan ramah."Hey Ver, kebetulan selesai bareng," sahut Kanaya.Mereka berjalan beriringan menuju lobby. Ada beberapa hal yang sempat mereka bahas, sebelum akhirnya Kanaya lebih dulu berpamitan karena Rey sudah nampak menunggu dirinya."Aku duluan ya Ver. Pak suami udah jemput," pamit Kanaya seraya menepuk bahu Vera dengan pelan.Vera hanya mengangguk seraya menampilkan senyum palsunya. Pandanganya fokus memperhatikan Rey yang tengah tersenyum manis membukakan pintu mobil untuk Kanaya. Terlihat Kanaya melambaikan tangan saat mobil itu melaju meninggalkan area Rumah Sakit. "Cih, apa maksud nya?" umpat Vera kesal dengan sikap sok baik yang dimiliki Kanaya."Gimana pekerjaan nya hari ini Dokter kanaya?" tanya Rey sembari fokus mengendari mobilnya.Kana mengh
"Hey sayang," sapa Rey yang baru saja keluar dengan handuk masih melilit perut nya. Kanaya menoleh. "Cepet banget mandi nya," sahut Kanaya."Kalau sama kamu mungkin bisa lebih lama." Rey berjalan mendekati Kanaya yang tengah duduk didepan meja rias. Pria itu mengecup pipi sang istri dengan gemas."Lihatin apa sih?" tanya Rey saat melihat sebuah album foto dalam genggaman Kanaya."Aku nemu album foto kami waktu masih jadi taruna," timpal Kanaya.Rey ikut membungkuk kan badan nya, dia sudah tidak ingat jika memiliki foto-foto itu. "Nemu dimana?" tanya Rey."Dilaci kamu, ini siapa mas?" Kanaya menunjuk foto Rey dan seorang gadis.Rey mengernyitkan dahi, mengingat-ingat siapa gerangan wanita didalam foto tersebut. "Kayaknya anak komandan Antoni deh, aku juga nggak inget," jawab Rey, sembari berlalu memakai pakaian yang sudah Kanaya siap kan.Kanaya terus memperhatikan setiap gerak-gerik Rey dari pantulan cermin dihadapan nya. Meski itu foto lama, namun Kanaya menyimpan sedikit cemburu di
"Bagaimana pekerjaan mu Nay?" tanya Adit disela-sela makan malam mereka.Suasana meja makan itu terasa hidup. Biasanya hanya ada Adit dan Sarah yang duduk disana, dan kini dengan kehadiran anak dan menantunya membuat Sarah begitu senang. "Alhamdulilah lancar Pah," jawab Kanaya.Dibawah meja kaki Rey terus saja bergerak nakal mengganggu Kanaya. Pria itu masih dalam mode bingung mengapa istrinya mendiamkannya begini."Kamu marah?" bisik Rey tepat ditelinga KanayaKanaya melirik suaminya, wanita itu tidak menjawab apapun membuat Rey semakin gundah gulana. Mendapati sang istri yang terus saja mendiamkan nya membuat tangan nakal Rey terulur mengusap paha Kanaya.Sontak apa yang Rey lakukan mendapat tatapan tajam dari Kanaya, dia begitu shyok dengan ulah nakal sang suami. Kanaya berusaha menyingkirkan tangan Rey, namun lagi dan lagi Rey terus berulah, membuat Kanaya kesal dan mencubit lengannya."Awww." Rey terpekik membuat orang tuanya mendongak menatap dirinya."Kamu kenapa Rey?" tanya S
Beberapa hari berlalu paca kunjungan Rey dan Kanaya dari kediaman Hamzah, dan kini mereka sudah kembali kerumah dinas. Jadwal Kanaya dan Rey sedang padat-padat nya. Dimana saat ini Kanaya akan menghadiri acara peringatan Hari Dokter. Sedangkan Rey sendiri akan kembali ke Barak untuk melakukan latihan dengan para anggotanya. Penugasan para anggota Militer beberapa bulan kedepan membuat jadwal latihan mereka cukup padat. Meski begitu sebagai prajurit Rey tidak pernah mengeluh, apa yang ia lakoni saat ini merupakan cita-cita yang ia harap kan sedari dulu. Sepuluh tahun mengabdikan diri pada Negera, dan ini merupakan tugas terakhir yang akan ia emban sebelum pensiun dini."Hati-hati ya!" Rey mengecup kening Kanaya sebelum dia berlalu turun dari mobil. Hari ini sang istri akan mewakili rumah sakit dalam memperingati Hari Dokter, yang akan diselenggarakan dikota Bogor. Kanaya tersenyum, wanita itu mencium punggung tangan suaminya. Sebenar nya Rey sedikit berat membiarkan Kanaya mengikuti
"Silahkan dinikmati." Vera meletakan nampan yang dia bawa keatas meja. "Cemilan nya nanti dianterin waiter," sambung Vera. "Wah, jadi kita ditraktir beneran nih," ucap Daus sembari menyeruput kopi pesanan nya. Tidak lama seorang waiter membawakan cemilan yang tadi Vera pesan. "Silahkan dinikmati," ucap pelayan itu dengan ramah. "Trimakasih," ucap Fahmi. Mereka asik berbincang-bincang, membahas kegiatan yang telah mereka ikuti hari ini. Sebagai seorang Dokter tentu kegiatan seperti ini menambah ilmu dan wawasan untuk mereka terutama para Dokter Residen. Kanaya memegangi kepalanya, tiba-tiba saja dia merasa sedikit pusing, namun Kanaya membiarkan saja. Dia fikir ini efek lelah karena seharian melakukan kegiatan yang cukup menguras tenaga, ditambah lagi mereka baru saja melakukan perjalanan. Daus menatap jam pada pergelangan tangannya, pria itu pamit terlebih dahulu karena hari semakin larut malam. "Eh, aku pamit duluan ya, sampai ketemu besok. Thanks traktiran nya Ver," ucap daus s
"Kanaya, kamu dimana sayang?" Rey terus mencoba menghubungi sang istri, namun nomor Kanaya masih saja berada diluar jangkauan.Rey memukul setir kemudi melampiaskan kekesalan nya. Rasa hawatir menyelimuti hati pria tampan itu. Berbagai pikiran buruk memenuhi kepala nya. Dia begitu menyesali keputusan nya mengizin kan Kanaya pergi bersama Fahmi maupun Vera.Rasa hawatir membuat Rey tidak bisa berfikir jernih. Dia terus melajukan kendarannya tanpa arah dan tujuan jelas."Om Erwin." Rey teringat sang paman, dengan cepat dia menghubungi Erwin yang merupakan Direktur Royal Hospital. Barang kali paman nya memiliki nomor ponsel Vera maupun Fahmi, atau bahkan dia bisa membantu mencari tahu keberadaan Kanaya saat ini.Di panggilan pertama Erwin langsung menjawab panggilan dari keponakan nya itu. "Halo Rey, tumben malam-malam telpon?" sapa Erwin dari sebrang telpon."Maaf mengganggu om. Rey mau meminta bantuan om Erwin," ucap Rey sungkan.Erwin mengernyitkan dahi, tidak biasanya Rey meminta ban
"Kamu dimana Rey?" tanya Adit pada sang putra.Rey yang sedari tadi terus melajukan mobilnya tanpa arah mendesah frustasi. "Dijalan Pah, apa Papa sudah tahu dimana lokasi Kanaya sekarang?" tanya Rey penuh harapan."Papa sudah melacak lokasi ponsel Kanaya, dan itu tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit," jelas Adit."Papa serius, jadi dimana istriku Pah?" tanya Rey tidak sabaran."Dikawasan Senayan, Ponsel Kanaya terakhir aktif tidak terlalu jauh dari Hotel Mawar. Seperti nya itu Hotel biasa, coba kamu cari kesana! Papa juga akan segera kesana bersama Papa mertua mu," jelas Adit.Napas Rey memburu, degup jantung nya berdebar kencang, dia sudah membayangkan hal yang tidak-tidak. Rey sangat takut jika terjadi sesuatu pada sang istri. Tentu dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai hal buruk menimpa Kanaya.Berbagai spekulasi memenuhi kepala Rey. Mengapa dan kenapa Kanaya ada disana? Pria tampan itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tanpa perduli jika mungkin saja di
"Bajingan." Rey melangkahkan kakinya dengan lebar. Wajah nya memarah, tangan nya mengepal erat siap menghajar wajah sok alim Fahmi. "Brengsek, laki-laki biadab. Mati kau!" umpat Rey yang sudah berhasil mengungkung Fahmi dilantai.Bagaimana tidak, suguhan pertama saat pintu berhasil dibuka memperlihatkan Fahmi yang sudah mengungkung tubuh Kanaya dengan hampir sebagai tubuh atas Kanaya terbuka.Tentu hal itu membuat mereka semua terkejut. Amar yang menyadari jika putri nya terkapar tidak berdaya berlari menghampiri Kanaya dan menutup tubuh bagian atas nya menggunakan selimut, lantas menggedong sang putri keluar meninggalkan kamar Hotel.Bukan hanya Rey yang emosi dan marah. Mereka semua yang ada disana pun sama. Siapa yang terima jika melihat keluarga nya diperlakukan demikian.Rey seperti kesetan. Pria itu bahkan tidak menyadari jika istrinya telah dibawa keluar. Amarah nya memuncak. Rasanya Rey ingin sekali membunuh Fahmi sekarang juga karena telah melecehkan sang istri.Fahmi yang m