"Bajingan." Rey melangkahkan kakinya dengan lebar. Wajah nya memarah, tangan nya mengepal erat siap menghajar wajah sok alim Fahmi. "Brengsek, laki-laki biadab. Mati kau!" umpat Rey yang sudah berhasil mengungkung Fahmi dilantai.Bagaimana tidak, suguhan pertama saat pintu berhasil dibuka memperlihatkan Fahmi yang sudah mengungkung tubuh Kanaya dengan hampir sebagai tubuh atas Kanaya terbuka.Tentu hal itu membuat mereka semua terkejut. Amar yang menyadari jika putri nya terkapar tidak berdaya berlari menghampiri Kanaya dan menutup tubuh bagian atas nya menggunakan selimut, lantas menggedong sang putri keluar meninggalkan kamar Hotel.Bukan hanya Rey yang emosi dan marah. Mereka semua yang ada disana pun sama. Siapa yang terima jika melihat keluarga nya diperlakukan demikian.Rey seperti kesetan. Pria itu bahkan tidak menyadari jika istrinya telah dibawa keluar. Amarah nya memuncak. Rasanya Rey ingin sekali membunuh Fahmi sekarang juga karena telah melecehkan sang istri.Fahmi yang m
"Pah bagaimana kondisi Kanaya?" tanya Rey dengan raut hawatir.Amar menoleh, pria paruh baya itu menghela napas berat. "Belum tahu nak, Dokter belum keluar," jelas nya.Kedua pria berbeda generasi itu menunggu dengan gelisah. Berharap bisa segera mendapat kabar baik dari seseorang yang ada didalam ruangan itu."Rey, Pah, dimana Kanaya?" tanya Sarah dan Amy yang tiba berbarengan.Belum sempat keduanya menyahut, pintu ruangan itu sudah terbuka menampilkan Erwin dan satu Dokter disamping nya. Sontak Rey bergegas menghampiri mereka."Om, bagaimana kondisi Kanaya? Dia baik-baik saja kan?" tanya Rey tak sabaran."Dokter Kanaya baik-baik saja, beliau hanya sedang dalam pengaruh obat tidur, nanti setelah reaksi obat nya menghilang dia akan kembali sadar," jelas Dokter yang menangani Kanaya.Seketika mereka semua bernapas lega. Bersyukur tidak terjadi sesuatu yang menghawatirkan kepada Kanaya."Apa saya boleh masuk?" mohon Rey."Masuk lah Rey!" timpal Erwin memberi izin. Rey berjalan cepat men
"Hampir saja terjadi apa?" Kanaya mengernyitkan dahi, menatap heran Rey yang menggantungkan ucapan nya.Rey terdiam, dirinya tengah dilema, harus mengatakan apa yang hampir saja terjadi atau tidak. Namun lama kelamaan Kanaya pasti juga akan tahu, apa lagi kasus ini sedang ditangangi oleh pihak berwajib. Pastinya nanti Kanaya akan dimintai kesaksian nya."Fahmi sibajingan itu hampir." Rey kembali menjeda ucapan nya, pria tampan itu menatap intens wajah Kanaya yang nampak menyimpan rasa penasaran."Kenapa sih kok ngomong nya brenti-brenti gitu?" tanya Kanaya mulai tidak sabaran.Terdengar Rey berkali-kali menghela napas sebelum akhirnya mengatakan semuanya pada Kanaya. "Fahmi hampir melecehkan mu Nay!" jelas Rey dengan lirih.Kanaya termangu mendengar apa yang baru saja suaminya katakan. Tentu dirinya sulit percaya, karena selama ini Fahmi terkenal pria yang alim dan sopan."Kamu nggak lagi bercanda kan mas?" tanya Kanaya dengan raut tak percaya.Rey memandangi wajah Kanaya, dia tahu jik
Tepat pukul tujuh pagi Kanaya sudah diperbolehkan pulang, tentu tidak ada yang tahu prihal kejadian pelecehan itu. Hanya orang-orang terdekat dan beberapa Dokter yang menangani Kanaya. Rey sengaja meminta semua orang menutup mulut, agar tidak banyak orang yang menanyakan pristiwa itu pada sang istri.Sepanjang perjalanan pulang Kanaya pun hanya diam saja. Dia masih begitu syok dengan kejadian itu, kepalanya masih dipenuhi bayang-bayang pelecehan yang sama sekali tidak dia sadari.Bahkan Kanaya selalu berfikir jika Fahmi telah menyentuh dirinya, dan Dia merasa Rey sengaja menutupi semua itu.Melihat Kanaya yang sedari tadi hanya diam saja membuat Rey hawatir, pria itu menggenggam tangan sang istri, sesekali mengecup punggung tangan nya."Kenapa, hemm? Kok diem aja?" tanya Rey memecah keheningan diantara mereka berdua. Saat ini keduanya memilih kembali kerumah dinas, meski tadi Amy dan Sarah sudah memaksa Kanaya dan Rey untuk sementara tinggal dirumah besar orang tuanya. Namun nyatanya
Boarding Announcement terdengar menggema hingga seluruh penjuru Bandara Seotta, nampak Vera tengah duduk dengan gelisah menunggu keberangkat pesawat yang akan membawanya menuju Swiss. Ya, Vera memilih melarikan diri ke negara itu, berharap tidak akan ada yang bisa menemukan keberadaan dirinya."Huh, akhirnya Boarding juga," guman Vera seraya membawa tiket dan paspor nya. Seharuanya dia sudah melakukan penerbangan semalam, namun ternyata pesawat menuju Swiss telah berangkat saat dirinya tengah mengantarkan Kanaya ke Hotel. Alhasil Vera baru bisa mengikuti penerbangan menuju Swiss pagi menjelang siang ini.Jujur saja jika sebenarnya sedari tadi Vera tengah harap-harap cemas, dia sangat takut jika aksi nya terbongkar sebelum dia bisa melarikan diri. Entah seperti apa saat ini kondisi Kanaya dan Fahmi, namun Vera berharap semua rencana yang dia susun bisa berjalan dengan lancar. Obat prangsang yang ia berikan kepada Fahmi dalam dosis tinggi, sehingga Vera sangat yakin jika Fahmi tidak aka
"Siapa yang telpon mas?" tanya Kanaya yang baru saja keluar dari toilet. Rey meletakan ponselnya diatas nakas. Pria tampan itu berjalan mendekati sang istri. "Reno," jelas nya."Kenapa?" Kanaya menatap wajah suami nya."Vera sudah tertangkap," jawab Rey.Seketika Kanaya terdiam, wanita itu terduduk dibibir ranjang, entah harus senang atau sedih, yang jelas saat ini perasaan Kanaya benar-benar tengah kecewa. Hanya dalam waktu satu malam semua nya berubah drastis, teman-teman yang selama ini begitu dekat dengan nya sekita menjadi musuh."Reno bertanya, apa kamu mau menemui Vera?" ucap Rey kemudian.Nampak Kanaya berulang kali menghela napas, sebelum akhirnya menanggapi ucapan Rey. "Iya, aku ingin menemui Vera mas, aku harus bertanya kenapa dia tega melakukan ini," sahut Kanaya.Rey menangkub bahu Kanaya. "Apa kamu yakin Nay?" tanya nya.Kanaya mengangguk, tentu Kanaya masih sangat berharap jika semua ini hanya sebuah kesalah pahaman semata. Kanaya masih berfikir jika Vera tidak mungkin
"Sudah dari dulu aku membenci mu Nay, aku sangat membenci kamu! Kamu selalu mendapat pujian dan sanjungan, bahkan ketika aku yang bekerja keras, tapi tetap hanya kamu yang didaulat Dokter terbaik." Tangis Vera pecah, raut wajahnya memerah, kedua tangan nya mengepal menahan kesal."Kamu terlahir dari keluarga kaya, kamu memiliki segalanya, kamu hidup berkecukupan, kamu bisa mendapatkan apapun dengan mudah. Tapi kenapa hal sepele pun tetap kamu perebutkan Nay? Seakan tidak ada celah walau sedikit untuk aku menunjukan diri," gadis itu memegangi tiang besi dihadapan nya, kedua bola matanya menatap penuh kebencian pada Kanaya.Setiap kata yang keluar dari mulut Vera membuat Kanaya termangu, rasanya Kanaya masih tidak percaya jika Vera mengatakan hal demikian. Selama ini dia tidak pernah protes, namun nyatnya dia menyimpan begitu banyak keluhan."Bahkan ketika aku bertanya tentang Rey, kamu mengatakan dia saudara mu. Aku tahu kalau kamu hanya ingin mencari sensasi, seolah tidak mau mengakui
"Hati-hati dijalan ya sayang! Nikmati liburan nya, lupain semua kejadiaan kemarin. Semoga setelah kembali dari Bali, Mama dapat kabar baik dari kalian." Sarah memeluk menantunya sebelum mereka bertolak menuju Bandara."Amin.. makasih ya Mah, udah terus suport Naya, semoga doa baik Mama di ijabah Allah," sahut Kanaya haru.Sarah menyunggingkan senyum, melepaskan kepergian anak dan menantunya dengan bahagia. Tentu Sarah sangat berharap jika setelah ini kehidupan Rey dan Kanaya tidak lagi mendapat masalah berat, apa lagi seperti kemarin."Ya sudah, kalian hati-hati ya!" pesan Adit pada putra dan menantunyaSebelum berlalu masuk kedalam mobil, Rey dan Kanaya mencium punggung tangan kedua orang tuanya.Rey mengulum senyum melihat Kanaya yang sudah kembali seperti sedia kala. Wanita itu sudah tidak lagi bersedih dan terus menduga jika Fahmi telah melakukan sesuatu padanya."Apa kamu bahagia Nay?" tanya Rey.Kanaya yang tengah sibuk bertukar kabar dengan Dinda menoleh, menatap Rey yang duduk