"Silahkan dinikmati." Vera meletakan nampan yang dia bawa keatas meja. "Cemilan nya nanti dianterin waiter," sambung Vera. "Wah, jadi kita ditraktir beneran nih," ucap Daus sembari menyeruput kopi pesanan nya. Tidak lama seorang waiter membawakan cemilan yang tadi Vera pesan. "Silahkan dinikmati," ucap pelayan itu dengan ramah. "Trimakasih," ucap Fahmi. Mereka asik berbincang-bincang, membahas kegiatan yang telah mereka ikuti hari ini. Sebagai seorang Dokter tentu kegiatan seperti ini menambah ilmu dan wawasan untuk mereka terutama para Dokter Residen. Kanaya memegangi kepalanya, tiba-tiba saja dia merasa sedikit pusing, namun Kanaya membiarkan saja. Dia fikir ini efek lelah karena seharian melakukan kegiatan yang cukup menguras tenaga, ditambah lagi mereka baru saja melakukan perjalanan. Daus menatap jam pada pergelangan tangannya, pria itu pamit terlebih dahulu karena hari semakin larut malam. "Eh, aku pamit duluan ya, sampai ketemu besok. Thanks traktiran nya Ver," ucap daus s
"Kanaya, kamu dimana sayang?" Rey terus mencoba menghubungi sang istri, namun nomor Kanaya masih saja berada diluar jangkauan.Rey memukul setir kemudi melampiaskan kekesalan nya. Rasa hawatir menyelimuti hati pria tampan itu. Berbagai pikiran buruk memenuhi kepala nya. Dia begitu menyesali keputusan nya mengizin kan Kanaya pergi bersama Fahmi maupun Vera.Rasa hawatir membuat Rey tidak bisa berfikir jernih. Dia terus melajukan kendarannya tanpa arah dan tujuan jelas."Om Erwin." Rey teringat sang paman, dengan cepat dia menghubungi Erwin yang merupakan Direktur Royal Hospital. Barang kali paman nya memiliki nomor ponsel Vera maupun Fahmi, atau bahkan dia bisa membantu mencari tahu keberadaan Kanaya saat ini.Di panggilan pertama Erwin langsung menjawab panggilan dari keponakan nya itu. "Halo Rey, tumben malam-malam telpon?" sapa Erwin dari sebrang telpon."Maaf mengganggu om. Rey mau meminta bantuan om Erwin," ucap Rey sungkan.Erwin mengernyitkan dahi, tidak biasanya Rey meminta ban
"Kamu dimana Rey?" tanya Adit pada sang putra.Rey yang sedari tadi terus melajukan mobilnya tanpa arah mendesah frustasi. "Dijalan Pah, apa Papa sudah tahu dimana lokasi Kanaya sekarang?" tanya Rey penuh harapan."Papa sudah melacak lokasi ponsel Kanaya, dan itu tidak terlalu jauh dari Rumah Sakit," jelas Adit."Papa serius, jadi dimana istriku Pah?" tanya Rey tidak sabaran."Dikawasan Senayan, Ponsel Kanaya terakhir aktif tidak terlalu jauh dari Hotel Mawar. Seperti nya itu Hotel biasa, coba kamu cari kesana! Papa juga akan segera kesana bersama Papa mertua mu," jelas Adit.Napas Rey memburu, degup jantung nya berdebar kencang, dia sudah membayangkan hal yang tidak-tidak. Rey sangat takut jika terjadi sesuatu pada sang istri. Tentu dia tidak akan bisa memaafkan dirinya sendiri jika sampai hal buruk menimpa Kanaya.Berbagai spekulasi memenuhi kepala Rey. Mengapa dan kenapa Kanaya ada disana? Pria tampan itu melajukan mobilnya dengan kecepatan penuh, tanpa perduli jika mungkin saja di
"Bajingan." Rey melangkahkan kakinya dengan lebar. Wajah nya memarah, tangan nya mengepal erat siap menghajar wajah sok alim Fahmi. "Brengsek, laki-laki biadab. Mati kau!" umpat Rey yang sudah berhasil mengungkung Fahmi dilantai.Bagaimana tidak, suguhan pertama saat pintu berhasil dibuka memperlihatkan Fahmi yang sudah mengungkung tubuh Kanaya dengan hampir sebagai tubuh atas Kanaya terbuka.Tentu hal itu membuat mereka semua terkejut. Amar yang menyadari jika putri nya terkapar tidak berdaya berlari menghampiri Kanaya dan menutup tubuh bagian atas nya menggunakan selimut, lantas menggedong sang putri keluar meninggalkan kamar Hotel.Bukan hanya Rey yang emosi dan marah. Mereka semua yang ada disana pun sama. Siapa yang terima jika melihat keluarga nya diperlakukan demikian.Rey seperti kesetan. Pria itu bahkan tidak menyadari jika istrinya telah dibawa keluar. Amarah nya memuncak. Rasanya Rey ingin sekali membunuh Fahmi sekarang juga karena telah melecehkan sang istri.Fahmi yang m
"Pah bagaimana kondisi Kanaya?" tanya Rey dengan raut hawatir.Amar menoleh, pria paruh baya itu menghela napas berat. "Belum tahu nak, Dokter belum keluar," jelas nya.Kedua pria berbeda generasi itu menunggu dengan gelisah. Berharap bisa segera mendapat kabar baik dari seseorang yang ada didalam ruangan itu."Rey, Pah, dimana Kanaya?" tanya Sarah dan Amy yang tiba berbarengan.Belum sempat keduanya menyahut, pintu ruangan itu sudah terbuka menampilkan Erwin dan satu Dokter disamping nya. Sontak Rey bergegas menghampiri mereka."Om, bagaimana kondisi Kanaya? Dia baik-baik saja kan?" tanya Rey tak sabaran."Dokter Kanaya baik-baik saja, beliau hanya sedang dalam pengaruh obat tidur, nanti setelah reaksi obat nya menghilang dia akan kembali sadar," jelas Dokter yang menangani Kanaya.Seketika mereka semua bernapas lega. Bersyukur tidak terjadi sesuatu yang menghawatirkan kepada Kanaya."Apa saya boleh masuk?" mohon Rey."Masuk lah Rey!" timpal Erwin memberi izin. Rey berjalan cepat men
"Hampir saja terjadi apa?" Kanaya mengernyitkan dahi, menatap heran Rey yang menggantungkan ucapan nya.Rey terdiam, dirinya tengah dilema, harus mengatakan apa yang hampir saja terjadi atau tidak. Namun lama kelamaan Kanaya pasti juga akan tahu, apa lagi kasus ini sedang ditangangi oleh pihak berwajib. Pastinya nanti Kanaya akan dimintai kesaksian nya."Fahmi sibajingan itu hampir." Rey kembali menjeda ucapan nya, pria tampan itu menatap intens wajah Kanaya yang nampak menyimpan rasa penasaran."Kenapa sih kok ngomong nya brenti-brenti gitu?" tanya Kanaya mulai tidak sabaran.Terdengar Rey berkali-kali menghela napas sebelum akhirnya mengatakan semuanya pada Kanaya. "Fahmi hampir melecehkan mu Nay!" jelas Rey dengan lirih.Kanaya termangu mendengar apa yang baru saja suaminya katakan. Tentu dirinya sulit percaya, karena selama ini Fahmi terkenal pria yang alim dan sopan."Kamu nggak lagi bercanda kan mas?" tanya Kanaya dengan raut tak percaya.Rey memandangi wajah Kanaya, dia tahu jik
Tepat pukul tujuh pagi Kanaya sudah diperbolehkan pulang, tentu tidak ada yang tahu prihal kejadian pelecehan itu. Hanya orang-orang terdekat dan beberapa Dokter yang menangani Kanaya. Rey sengaja meminta semua orang menutup mulut, agar tidak banyak orang yang menanyakan pristiwa itu pada sang istri.Sepanjang perjalanan pulang Kanaya pun hanya diam saja. Dia masih begitu syok dengan kejadian itu, kepalanya masih dipenuhi bayang-bayang pelecehan yang sama sekali tidak dia sadari.Bahkan Kanaya selalu berfikir jika Fahmi telah menyentuh dirinya, dan Dia merasa Rey sengaja menutupi semua itu.Melihat Kanaya yang sedari tadi hanya diam saja membuat Rey hawatir, pria itu menggenggam tangan sang istri, sesekali mengecup punggung tangan nya."Kenapa, hemm? Kok diem aja?" tanya Rey memecah keheningan diantara mereka berdua. Saat ini keduanya memilih kembali kerumah dinas, meski tadi Amy dan Sarah sudah memaksa Kanaya dan Rey untuk sementara tinggal dirumah besar orang tuanya. Namun nyatanya
Boarding Announcement terdengar menggema hingga seluruh penjuru Bandara Seotta, nampak Vera tengah duduk dengan gelisah menunggu keberangkat pesawat yang akan membawanya menuju Swiss. Ya, Vera memilih melarikan diri ke negara itu, berharap tidak akan ada yang bisa menemukan keberadaan dirinya."Huh, akhirnya Boarding juga," guman Vera seraya membawa tiket dan paspor nya. Seharuanya dia sudah melakukan penerbangan semalam, namun ternyata pesawat menuju Swiss telah berangkat saat dirinya tengah mengantarkan Kanaya ke Hotel. Alhasil Vera baru bisa mengikuti penerbangan menuju Swiss pagi menjelang siang ini.Jujur saja jika sebenarnya sedari tadi Vera tengah harap-harap cemas, dia sangat takut jika aksi nya terbongkar sebelum dia bisa melarikan diri. Entah seperti apa saat ini kondisi Kanaya dan Fahmi, namun Vera berharap semua rencana yang dia susun bisa berjalan dengan lancar. Obat prangsang yang ia berikan kepada Fahmi dalam dosis tinggi, sehingga Vera sangat yakin jika Fahmi tidak aka
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka