"Munafik," ujar Vera, gadis itu tepat berbicara didepan wajah Kanaya.Kanaya terdiam, gadis itu tersentak kaget dengan ucapan rekannya. "Maksudnya?" tanya Kanaya, gadis itu belum memahami maksud ucapan Vera.Vera berjalan mengitari tubuh Kanaya. Sebenarnya dia sangat ingin melampiaskan rasa kesalnya kepada Kanaya, namun sekuat tenaga Vera menahan, dia harus membalas perbuatan Kanaya yang sudah membohongi dirinya. Siapa yang tidak kecewa, jika dibohongi seperti ini, andai Kanaya mengatakan yang sejujurnya, dan tidak pura-pura bodoh seperti ini, sudah tentu Vera akan mengerti.Kini Vera yakin, jika suara yang Ia dengar beberapa hari lalu didalam toilet, itu pastilah suara Rey."Hahaha.. aku hanya bercanda Nay, ayo bersiap, sebentar lagi Pak Erwin akan segera tiba," ucap Vera kemudian, gadis itu berlalu keluar dari dalam tenda.Kanaya terdiam, dia merasa sindiran yang Vera lontarkan tadi bukan lah candaan, namun Kanaya membuang prasangka buruknya, mungkin yang dikatakan Vera memang lah be
"Uhuk... Uhuk.. "Kanaya terbatuk mendengar ucapan Vera. Dengan cepat Rey menepuk bahu istrinya."Kamu nggak apa-apa Nay?" tanya Rey hawatir.Kanaya menggeleng, entah apa maksud ucapan Vera, Kanaya menyadari jika sikap rekannya itu sedikit berbeda. Mungkin hanya prasangkanya saja, atau memang benar jika gadis itu tengah mencoba memojokan dirinya."Kamu baik-baik aja kan Nay?" tanya Fahmi, pria itu memegangi bahu Kanaya, membuat Rey menatap sengit kepadanya.Sedangkan Vera hanya menatap datar ke tiga orang itu, entah apa yang gadis itu fikirkan, hanya dia lah dan tuhan yang tahu.Kanaya mengangguk, seraya menyingkirkan tangan Fahmi dan Rey, merasa tak enak karena menjadi pusat perhatian rekan lainnya. "Aku nggak apa-apa kok, aku kesana dulu ya," pamit Kanaya, diikuti Nina dari belakang. Sepeninggalnya Kanaya, hanya tertinggal Fahmi, Rey dan Vera. Mereka saling tatap dalam diam, sibuk dengan tanda tanya dihati masing-masing. Rey berlalu begitu saja, tujuannya kesana memanglah hanya u
"Kapten Rey, Dokter Kanaya!" ucap mereka yang nampak terkejut dan tidak percaya, terutama Fahmi, pria itu sampai mengerjapkan mata berkali-kali.Bagimana tidak, Kanaya tengah memeluk Rey, bak anak koala memeluk induknya, sedangkan Rey sendiri hanya bertelanjang dada, seraya mendekap erat pinggul Kanaya. Meski mereka pernah mendengar kabar yang beredar jika Kanaya dan Rey bersaudara, namun sepertinya hal seperti ini sama sekali tidak pantas. Didalam kamar mandi, petang dan tidak ada siapapun, pasti semua orang akan berfikir mereka melakukan adegan tidak senonoh.Hanya Rian lah yang mengetahui hubungan mereka, dan pria itu sedang mengawal para Donatur serata kepala Daerah yang tengah kembli ke Kota. Mungkin jika Rian ada disana, dia bisa mencegah hal seperti ini terjadi. Tentu hal seperti ini sangat memalukan.Kanaya nampak bingung, tadi gadis itu terkejut bercampur takut karena melihat sesuatu yang merayap pada dinding kamar mandi, sontak Kanaya menjerit, dan tidak menyadari jika suamin
"Dokter Kanaya dan Kapten Rey sudah menikah," jelas Rian, membuat semua orang yang ada disana menatap tak percaya kepadanya. Apalagi Rey dan Kanaya belum menjelaskan secara langsung.Rian yang merasa gemas karena Rey tidak juga mengatakan kebenaranya, ditambah Kanaya yang terus saja menatap Rey, seolah memohon agar tidak mengatakan kebenaran ini. Pada akhirnya Rian lah yang membuka suara, pria itu sudah tidak lagi bisa menahan diri untuk memberitahu semua orang.Rey dan Kanaya terkesip, lebih tidak menyangka jika Rian akan mengatakan hal itu, tentu saja ini sangat menguntungkan bagi Rey, namu tidak untuk Kanaya.Fahmi dan Vera termangu, merasa tidak percaya dengan apa yang Rian katakan, mana mungkin Kanaya dan Rey sudah menikah. "Ah, Kapten Rian kalau bercanda terlalu berlebihan," sahut Fahmi, tentu pria itu tidak percaya dengan apa yang Rian katakan. "Kapten Rey, bisa tolong dijelaskan? agar kami tidak saling duga dan berprasangka buruk terhadap Kapten Rey dan Dokter Kanaya, bagaim
"Vera," seru Kanaya, sontak membuat gadis bernama Vera itu menoleh.Vera mendengus, manakala Kanaya berjalan cepat menghampiri dirinya. Gadis itu bangkit, dan berniat meninggalkan Kanaya, sebelum akhirnya Kanaya berhasil mencekal lengannya."Ver, tunggu, kita harus bicara," mohon Kanaya."Bicara! soal apa?" sahut Vera datar, kentara sekali jika dia tidak ingin membahas apapun dengan rekannya.Kanaya menghela nafas, dia sendiri bingung harus memulai dari mana. "Ver, aku dan Rey, maksud ku Kapten Re-" belum sempat Kanaya menjelaskan prihal hubungannya, Vera lebih dulu memotong ucapan Kanaya."Denger ya Nay, aku nggak perduli, dan gak mau perduli, kamu fikir setelah ini aku masih percaya sama omongan kamu," jelas Vera."Hahaha.. Gini kan yang kamu mau, membuat aku terlihat seperti orang bodoh," sambung Vera, gadis itu terkekeh seraya menatap wajah Kanaya yang selalu membuatnya iri. "Come on Ver, dengerin dulu penjelasan aku," Kanaya masih mencoba berusaha menjelaskan semua nya kepada Ve
Suasana malam ini begitu ramai, para Anggota Militer sengaja membuat Api unggung yang lumayan besar. Bahkan para warga yang poskonya tidak terlalu jauh dari Camp para relawan pun ikut berkumpul, mereka larut dalam suka cita, mengucapkan banyak trimakasih kepada para Relawan yang telah membantu mereka selama ini, baik dari kalangan Medis maupun Non Medis.Acara malam ini sengaja mereka buat sebagai kenang-kenangan perpisahan, karena esok para Relawan sudah kembali menuju Kota mereka masing-masing.Para Relwan yang berjumlah hampir 150 ditambah Anggota Militer yang jumlahnya berkisar 70 orang itu duduk mengitari Api unggun, ditambah para warga sekitar yang juga ikut meramaikan.Rey dan Rian memberikan sambutan kepada mereka, sebelum esok secara resmi pihak Pemerintah Daerah yang akan memberikan sambutan trimakasih serta melepaskan kepulangan mereka."Tes.. Tes.. " Antensi Rian didepan sana membuat semua orang memandang kedepan.Kanaya duduk bersebelahan dengan Nina dan relawan lainnya.
"Jangan seperti ini mas," keluh Kanaya seraya mendorong tubuh Rey, gadis itu menelisik sekeliling, takut jika ada yang melihat aksi nekat suaminya. Rey menatap istrinya dengan kecewa, rasa rindunya sudah sangat menggunung, nemun Kanaya seolah tak mengerti perasaannya. "Besok aku sudah tidak bisa melihat mu lagi Nay," keluhnya, terdengar sedikit berlebihan. "Ayolah mas, kan nggak lama lagi kamu juga balik," ucap Kanaya sedikit menghibur. Terkadang ia sangat kesal dengan sikap suaminya yang kekanakan. "Janji ya, kalau aku pulang kamu nggak nolak-nolak gini," ucap Rey seraya menatap Kanaya. Kanaya menghela nafas, entah mengapa dia seperti merasa memiliki bayi besar. Sikap Rey yang terkenal dingin, cuek dan tegas, nyatanya begitu mesum dan sangat kekanakan."Iya, aku tunggu kamu dirumah Papa," ucap Kanaya menenangkan.Rey mengangguk setuju. "Tunggu aku disana, aku akan datang menejmput kamu," sahut Rey. "Dan ingat, mulai besok jangan terlalau dekat dengan Fahmi lagi," sambung nya."Iya
"Ayo masuk Nay," Rey meletakan ransel Kanaya diatas jok, dan meminta istrinya masuk kedalam mobil. Kanaya yang masih merasa kesal berjalan malas menghampiri suaminya. "Ini mobil siapa lagi?" tanya Kanaya saat sudah duduk manis didalam mobil.Rey tak menjawab, pria itu mulai melajukan mobil pick-up yang dibawanya dan menyusul rombongan relawan lain. Kanaya semakin dibuat geram dengan tingkah suaminya, bukannya menjawab namun Rey hanya diam saja. "kamu ngeselin banget sih, diajak ngomong diem mulu," keluh Kanaya. Rey menoleh, pria itu tersenyum melihat raut muka Kanaya yang tengah merajuk, begitu sangat menggemaskan. "Ini mobil dinas sayang," sahut Rey, pria itu mengambil tangan Kanaya dan menggenggamnya. "Kamu aneh banget sih, kamu kan tahu aku harus pulang keJakarta mas, kalau aku ketinggalan bus gimana?" omel Kanaya. Rey menghentikan mobil itu, jalan yang mereka lewati sedikit curam dan sepi tentunya. "Jangan hawatir, kamu nggak mungkin tertinggal," sahut Rey dengan entengnya, m
Ceklek.. Pintu ruangan VVIP itu terbuka, terlihat Sarah dan Amy serta seorang bayi mungil dalam dekapannya. Kedua wanita itu menyorot ke atas ranjang, dimana Rey tengah bersandar menatap kedatangan mereka. Sesaat mereka terdiam, benar-benar tidak tahu jika ternyata Rey sudah membuka matanya. Sudut bibir Kanaya terangkat, membentuk lengkungan indah. Dia memang sengaja tidak memberi tahu keluarganya, membiarkan ini sebagai sebuah kejutan. Wanita itu bangkit menghampiri Mama dan Ibu mertuanya, lantas mengambil alih bayi yang Amy gendong. "Kenapa pada diem disini?" Ucapan kanaya menyadarkan dua wanita paruh baya itu dari lamunan mereka, bola mata keduanya berkaca-kaca, memandang penuh haru pada Rey yang juga sedang menatap kearah mereka dengan tetesan air mata."Rey, kamu sudah sadar nak?" Sarah berjalan cepat menghampiri putranya, saat dalam perjalanan dia sempat bertanya-tanya mengapa Rey sudah di pindahkan ke ruang VVIP. Ada harapan jika putranya sudah sadar, namun dia tidak terlal
Disela-sela kesibukan nya menjadi seorang ibu, Kanaya tidak pernah absen mengurus suaminya. Tiga hari sudah berlalu, kondisi Rey pun sudah membaik. Namun sayang pria itu masih belum membuka matanya.Dokter menyatakan jika Rey mengalami patah tulang kaki dan retak bahu sebelah kanan, serta dadanya yang memar akbitan terjatuh dari ketinggian. Jika mendengar penjelasan Rio, bahwa parasut yang berkembang setelah terjadi ledakan hanya milik Rey dan Deri. Namun sayang Deri mendarat di titik lokasi cukup jauh dari mereka. Sedangkan parasut dua prajurit lainnya tidak sempat berkembang ketika mereka jatuh, begitu pun milik Rio, namun dia masih selamat karena Rey membantunya, jadilah mereka terjatuh bersama dan menyebabkan patah tulang dan lain sebagainya. Rey dan Rio masih sempat sadar dan berusaha menolong teman lainnya, namun sayang hanya mereka yang selamat. Mereka tidak sadarkan diri karena dehidrasi dan tidak memiliki tenaga untuk mecari makanan selama tiga hari belum di temukan. Untung
Sirine Ambulance begitu nyaring mengiri perjalanan mereka menuju Rumah Sakit. Seperti tidak ada habisnya, air mata Kanaya terus mengalir membasahi pipinya. Satu tangannya mengusap wajah Rey, sementara tangan lain menggenggam jari jemari Suaminya begitu erat. Sakit ketika melihat suaminya tak berdaya seperti ini, namun ada setitik rasa syukur karena Rey bisa bertahan. Tidak tergambar seperti apa perasaan Kanaya, di satu sisi dia bahagia bisa melihat Rey selamat, namun di sisi lain ia pun terluka karena keadaan Rey seperti ini."Bertahan Mas!" Kanaya terus mengecup punggung tangan suaminya, wajah tampan yang sangat ia rindukan itu sudah ada di hadapannya. Wajah tampan yang selalu tergambar di malam-malam sunyi yang ia rasakan, malam penuh dengan sejuta rindu yang haus akan bertemu."Anak kita sudah lahir, dia sangat tampan seperti kamu Mas. Dia terus menangis, pasti karena dia ingin bertemu ayahnya." Lagi Kanaya terus membisikan kata-kata di telinga Rey, berharap pria itu merespon apa
"Rey.."Pandangan semua orang tertuju pada dua buah Brankar yang mendorong Rey dan Rio. Sesat semua orang yang ada disana termangu, diam dan tak mengatakan apapun. Otak mereka masih mencerna apa yang sebenarnya terjadi."Tuan Adit.." sapa Lukman, pria yang bertugas menyambut kedatangan para anggota Militer itu nampak menghampiri Keluarga salah satu prajuritnya."Komandan Lukman, Rey masih selamat?" tanya Adit dengan raut kagetnya.Lukman mengernyitkan dahi. "Apa Rian belum memberi tahu. Rey memang selamat," jelasnya.Seketika tangis Kanaya kembali pecah, ia yang semula tak percaya buru-buru mengejar Brankar yang tengah di dorong menuju sebuah Ambulance. Disusul Amy yang turut mengejar putrinya. "Jadi Rey masih selamat? Rian bilang dia tidak selamat," sahut Adit.Flashback.."Bertahan Rey, inget Kanaya, anak kalian sudah lahir.." Terus saja Rian membisikan sesuatu ke telinga sahabatnya, berharap Rey bisa bertahan sebelum mereka tiba di Rumah Sakit yang ada di Wamena.Sudah dipastikan t
Matahari bersinar begitu cerah di hari ini. Namun tak secerah wajah Kanaya dan seluruh keluarganya. Dua buah mobil melaju beriringan menuju Bandara Halim Perdana Kusuma, sebab siang ini seluruh korban tragedi meledaknya Helikopter yang tengah bertugas di Irian Jaya akan segera tiba.Semua perisapan pemakaman dan hal lainnya di siapkan oleh Anggota Militer. Karena mereka akan di kuburkan mengikuti prosedur kemiliteran.Pandangan Kanaya terlihat kosong, wanita itu hanya diam memandangi luar jendela. Tidak lagi ada air mata yang mengalir di Pipinya. Semua telah ia tumpahkan ketika dirinya baru tersadar beberapa jam lalu. Tidak ada yang tahu apa yang tengah wanita itu fikirkan, sebab dirinya hanya diam dan enggan membuka suara. Bayi yang baru Kanaya lahirkan pun tak diperdulikannya.Di dalam mobil itu ada Arga kakak iparnya, Amar sang Papa, serta Amy mamanya. Sementara mertuanya membawa mobil lain yang di kemudikan sopir mereka. Sedangakn Bayi Kanaya dan Rey sengaja di tinggalkan bersama
"Kanaya..."Pandangan semua orang tertuju pada Sarah dan Kanaya, rupanya apa yang mereka bahas sedari tadi didengar pula oleh kedua wanita berbeda usia itu."Kalian bohong kan? mas Rey nggak kenapa-napa kan?" Lagi Kanaya mengulangi apa yang sudah ia tanyakan. Berharap jika semua itu hanya candaan seluruh keluarganya.Buru-buru Amy memghampiri putrinya, begitupun dengan Adit yang turut mendekati Sarah."Sayang, bangun nak!" Air mata Amy tak mampu ia tahan lagi, melihat putrinya yang histeris seperti ini membuatnya sedih."Pah, Rey nggak kenapa-napa kan Pah? Dia sudah di temukan dalam keadaan selamat kan?" tanya Sarah penuh harapan.Lidah Adit terasa kelu, mulut nya tak mampu menjawab apa yang istrinya tanyakan. Sungguh dia pun syok dan sedih mengetahui Rey telah ditemukan, namun dalam keadaan tak bernyawa.Perkataan ibu mertuanya sontak membuat Kanaya terdiam, mencerna maksud ucapan wanita paruh baya itu. Dia mulai memahami jika memang telah terjadi sesuatu pada Rey. Namun seluruh kelu
Penyusuran terus dilanjutkan setelah Jenazah Deri di efakuasi menggunakan Helikopter. Rasa sedih mereka belum menghilang, namun tugas harus tetap berjalan, terus melanjutkan pencarian di tengah duka yang di rasa. Namun kali ini tidak seperti sebelumnya, sebab semangat mereka terkikis oleh penemuan Jenazah salah satu rekan mereka."Kap, bagaimana kalau ternyata Kapten Rey sudah tidak ada juga?" Tiba-tiba saja Yanto mengatakan sesuatu yang membuat Rian kesal. "Bicara apa kamu To? Berdoa yang baik-baik, jangan asal bicara," sergahnya tak suka.Yanto menghela napas dalam, terus saja dia teringat akan rekannya Ari yang hingga kini belum juga di temukan.Penemuan tadi seakan menjadi pertanda bahwa tidak akan ada anggota lain yang masih hidup. Apa lagi dihari ke tiga ini.Suara anggota Militer terus saja bersahutan menggema didalam hutan itu. Namun nihil, tetap tidak ada respon, maupun tanda yang menunjukan dimana keberadaan Rey dan tiga rekan lainnya. Jujur, jika sebenarnya Rian pun mulai m
"Hati-hati sayang." Amy membantu putrinya turun dari mobil, sementara Sarah menggendong cucunya. Setelah tiga hari di rawat, akhirnya Mariana memperbolehkan Kanaya pulang. Sedari kemarin kondisinya pun sudah membaik, namun pihak keluarga sengaja menunda kepulangan nya. Ketiga wanita itu berjalan beriringan memasuki kediamana Amar, sementara mereka memutuskan Kanaya untuk tinggal disana. Sebab disana Anita bisa menemani, agar Kanaya tidak terlalu memikirkan suaminya. Tiga hari berlalu, nyatanya hingga kini keberadaan Rey dan ke-4 anggota lain nya tak juga di temukan. Namun mereka tidak menyerah begitu saja, sampai saat ini penyusuran terus dilakukan, bahkan sengaja di perluas.Sempat beberapa kali keluarga memergoki Kanaya menangis seorang diri dikala malam, wanita itu menatap ponselnya seraya terus menghubungi Rey. Membuat keluarga tidak kuasa membendung kesedihan mereka. Pastilah Kanaya sangat hawatir dengan kondisi Rey yang hampir lima hari ini tidak ada kabar beritanya.Perlahan A
Deru Mesin Helikopter beradu dengan suara bising baling-balingnya. Satu persatu anggota Militer turun menggunakan tali guna menyusuri lokasi meledekanya Helikopter yang kemarin tengah melakukan Patroli.Persenjataan lengkap dengan keamanan memadai lah yang di izinkan untuk menyusuri lereng Pegunungan Nduga. Bagaimana pun mereka harus tetap waspada, karena mereka tidak tahu apa yang ada dibawah sana. Bisa saja Klompok kriminal kini ada dibawah mengintai mereka.Rian sebagai Kapten yang lebih dulu memutuskan turun, di susul beberapa anggota lainnya.Sisa puing-puing masih banyak tersangkut diatas pepohonan, parasut milik salah satu anggoa Militer pun nampak terbentang diantara rimbun nya dedaunan.Tentu keberadaan parasut itu menjadi secerca harapan untuk mereka semua. Pandangan Rian mengedar, menilik sekitar lereng, seraya menunggu anggotnya turun."Kap, ada parasut." Salah satu anggota Militer yang pada dadanya tertulis nama Yanto menunjuk parasut itu."Semoga mereka semua selamat, ka