Hay semua, maaf baru bisa melanjutkan, tadinya aku fikir untuk menghentikan novel ini, karena sadar tulisan ku yang masih berantakan, dan koin untuk membuka tiap Bab nya mahal. Aku fikir nggak akan ada yang mau membaca, toh nggak ada yang pernah komentar juga. Tapi setelah mendaptkan beberapa komentar, dan meminta untuk melanjutkan, aku putuskan untuk meneruskan novel ini lagi. maaf ya masih berantkan, terimakasih sudah mampir ššš
"Uhuk... Uhuk.. "Kanaya terbatuk mendengar ucapan Vera. Dengan cepat Rey menepuk bahu istrinya."Kamu nggak apa-apa Nay?" tanya Rey hawatir.Kanaya menggeleng, entah apa maksud ucapan Vera, Kanaya menyadari jika sikap rekannya itu sedikit berbeda. Mungkin hanya prasangkanya saja, atau memang benar jika gadis itu tengah mencoba memojokan dirinya."Kamu baik-baik aja kan Nay?" tanya Fahmi, pria itu memegangi bahu Kanaya, membuat Rey menatap sengit kepadanya.Sedangkan Vera hanya menatap datar ke tiga orang itu, entah apa yang gadis itu fikirkan, hanya dia lah dan tuhan yang tahu.Kanaya mengangguk, seraya menyingkirkan tangan Fahmi dan Rey, merasa tak enak karena menjadi pusat perhatian rekan lainnya. "Aku nggak apa-apa kok, aku kesana dulu ya," pamit Kanaya, diikuti Nina dari belakang. Sepeninggalnya Kanaya, hanya tertinggal Fahmi, Rey dan Vera. Mereka saling tatap dalam diam, sibuk dengan tanda tanya dihati masing-masing. Rey berlalu begitu saja, tujuannya kesana memanglah hanya u
"Kapten Rey, Dokter Kanaya!" ucap mereka yang nampak terkejut dan tidak percaya, terutama Fahmi, pria itu sampai mengerjapkan mata berkali-kali.Bagimana tidak, Kanaya tengah memeluk Rey, bak anak koala memeluk induknya, sedangkan Rey sendiri hanya bertelanjang dada, seraya mendekap erat pinggul Kanaya. Meski mereka pernah mendengar kabar yang beredar jika Kanaya dan Rey bersaudara, namun sepertinya hal seperti ini sama sekali tidak pantas. Didalam kamar mandi, petang dan tidak ada siapapun, pasti semua orang akan berfikir mereka melakukan adegan tidak senonoh.Hanya Rian lah yang mengetahui hubungan mereka, dan pria itu sedang mengawal para Donatur serata kepala Daerah yang tengah kembli ke Kota. Mungkin jika Rian ada disana, dia bisa mencegah hal seperti ini terjadi. Tentu hal seperti ini sangat memalukan.Kanaya nampak bingung, tadi gadis itu terkejut bercampur takut karena melihat sesuatu yang merayap pada dinding kamar mandi, sontak Kanaya menjerit, dan tidak menyadari jika suamin
"Dokter Kanaya dan Kapten Rey sudah menikah," jelas Rian, membuat semua orang yang ada disana menatap tak percaya kepadanya. Apalagi Rey dan Kanaya belum menjelaskan secara langsung.Rian yang merasa gemas karena Rey tidak juga mengatakan kebenaranya, ditambah Kanaya yang terus saja menatap Rey, seolah memohon agar tidak mengatakan kebenaran ini. Pada akhirnya Rian lah yang membuka suara, pria itu sudah tidak lagi bisa menahan diri untuk memberitahu semua orang.Rey dan Kanaya terkesip, lebih tidak menyangka jika Rian akan mengatakan hal itu, tentu saja ini sangat menguntungkan bagi Rey, namu tidak untuk Kanaya.Fahmi dan Vera termangu, merasa tidak percaya dengan apa yang Rian katakan, mana mungkin Kanaya dan Rey sudah menikah. "Ah, Kapten Rian kalau bercanda terlalu berlebihan," sahut Fahmi, tentu pria itu tidak percaya dengan apa yang Rian katakan. "Kapten Rey, bisa tolong dijelaskan? agar kami tidak saling duga dan berprasangka buruk terhadap Kapten Rey dan Dokter Kanaya, bagaim
"Vera," seru Kanaya, sontak membuat gadis bernama Vera itu menoleh.Vera mendengus, manakala Kanaya berjalan cepat menghampiri dirinya. Gadis itu bangkit, dan berniat meninggalkan Kanaya, sebelum akhirnya Kanaya berhasil mencekal lengannya."Ver, tunggu, kita harus bicara," mohon Kanaya."Bicara! soal apa?" sahut Vera datar, kentara sekali jika dia tidak ingin membahas apapun dengan rekannya.Kanaya menghela nafas, dia sendiri bingung harus memulai dari mana. "Ver, aku dan Rey, maksud ku Kapten Re-" belum sempat Kanaya menjelaskan prihal hubungannya, Vera lebih dulu memotong ucapan Kanaya."Denger ya Nay, aku nggak perduli, dan gak mau perduli, kamu fikir setelah ini aku masih percaya sama omongan kamu," jelas Vera."Hahaha.. Gini kan yang kamu mau, membuat aku terlihat seperti orang bodoh," sambung Vera, gadis itu terkekeh seraya menatap wajah Kanaya yang selalu membuatnya iri. "Come on Ver, dengerin dulu penjelasan aku," Kanaya masih mencoba berusaha menjelaskan semua nya kepada Ve
Suasana malam ini begitu ramai, para Anggota Militer sengaja membuat Api unggung yang lumayan besar. Bahkan para warga yang poskonya tidak terlalu jauh dari Camp para relawan pun ikut berkumpul, mereka larut dalam suka cita, mengucapkan banyak trimakasih kepada para Relawan yang telah membantu mereka selama ini, baik dari kalangan Medis maupun Non Medis.Acara malam ini sengaja mereka buat sebagai kenang-kenangan perpisahan, karena esok para Relawan sudah kembali menuju Kota mereka masing-masing.Para Relwan yang berjumlah hampir 150 ditambah Anggota Militer yang jumlahnya berkisar 70 orang itu duduk mengitari Api unggun, ditambah para warga sekitar yang juga ikut meramaikan.Rey dan Rian memberikan sambutan kepada mereka, sebelum esok secara resmi pihak Pemerintah Daerah yang akan memberikan sambutan trimakasih serta melepaskan kepulangan mereka."Tes.. Tes.. " Antensi Rian didepan sana membuat semua orang memandang kedepan.Kanaya duduk bersebelahan dengan Nina dan relawan lainnya.
"Jangan seperti ini mas," keluh Kanaya seraya mendorong tubuh Rey, gadis itu menelisik sekeliling, takut jika ada yang melihat aksi nekat suaminya. Rey menatap istrinya dengan kecewa, rasa rindunya sudah sangat menggunung, nemun Kanaya seolah tak mengerti perasaannya. "Besok aku sudah tidak bisa melihat mu lagi Nay," keluhnya, terdengar sedikit berlebihan. "Ayolah mas, kan nggak lama lagi kamu juga balik," ucap Kanaya sedikit menghibur. Terkadang ia sangat kesal dengan sikap suaminya yang kekanakan. "Janji ya, kalau aku pulang kamu nggak nolak-nolak gini," ucap Rey seraya menatap Kanaya. Kanaya menghela nafas, entah mengapa dia seperti merasa memiliki bayi besar. Sikap Rey yang terkenal dingin, cuek dan tegas, nyatanya begitu mesum dan sangat kekanakan."Iya, aku tunggu kamu dirumah Papa," ucap Kanaya menenangkan.Rey mengangguk setuju. "Tunggu aku disana, aku akan datang menejmput kamu," sahut Rey. "Dan ingat, mulai besok jangan terlalau dekat dengan Fahmi lagi," sambung nya."Iya
"Ayo masuk Nay," Rey meletakan ransel Kanaya diatas jok, dan meminta istrinya masuk kedalam mobil. Kanaya yang masih merasa kesal berjalan malas menghampiri suaminya. "Ini mobil siapa lagi?" tanya Kanaya saat sudah duduk manis didalam mobil.Rey tak menjawab, pria itu mulai melajukan mobil pick-up yang dibawanya dan menyusul rombongan relawan lain. Kanaya semakin dibuat geram dengan tingkah suaminya, bukannya menjawab namun Rey hanya diam saja. "kamu ngeselin banget sih, diajak ngomong diem mulu," keluh Kanaya. Rey menoleh, pria itu tersenyum melihat raut muka Kanaya yang tengah merajuk, begitu sangat menggemaskan. "Ini mobil dinas sayang," sahut Rey, pria itu mengambil tangan Kanaya dan menggenggamnya. "Kamu aneh banget sih, kamu kan tahu aku harus pulang keJakarta mas, kalau aku ketinggalan bus gimana?" omel Kanaya. Rey menghentikan mobil itu, jalan yang mereka lewati sedikit curam dan sepi tentunya. "Jangan hawatir, kamu nggak mungkin tertinggal," sahut Rey dengan entengnya, m
"Vera," pekik Kanaya saat gadis itu terhuyung disamping nya. Vera memegangi kepalanya, entah apa yang terjadi kepada rekan kerjanya itu, namun melihat Vera yang hampir terjatuh, membuat Kanaya panik. "Kenapa sayang?" tanya Rey saat sampai didekat Kanaya. "Mas, Vera bareng kita boleh nggak?" tanya Kanaya mengiba. Melihat kondisi Vera seperti ini tentu Kanaya tidak kuasa menolak permintaan rekan nya itu. Rey tersentak kaget mendengar permintaan Kanaya, entah apa yang terjadi sehingga Kanaya meminta ijin memberikan tumpangan kepada rekan kerjanya itu. Padahal Rey sudah mengatakan ingin membawa Kanaya kesuatu tempat terlebih dahulu. "Boleh ya," buju Kanaya. Rey menelisik Vera yang hanya menundukan kepala, sebenarnya dia merasa aneh, mengapa tiba-tiba saja gadis itu ingin kembali bersama mereka, padahal Bus sudah tersedia disana. "Emang dia kenapa sih?" tanya Rey sedikit tidak suka. Alih-alih menghabiskan waktu bersama istrinya, namun kini dia harus membawa wanita lain juga. "Saya n