Pasangan muda itu duduk di bangku belakang mobil mereka. Seorang lelaki muda berambut cokelat dengan mata hazel menggenggam erat tangan perempuan berambut pirang di sebelahnya yang baru saja merapikan tatanan rambutnya.
“Kuharap kau tidak bosan dengan keseharian ini. Aku pun sebenarnya jengah, tapi bagaimana lagi semua sudah berbeda, aku sendiri yang membongkarnya dan ini konsekuensi yang harus kuterima.”
Perempuan berambut pirang ini menghela napas panjang dan tersenyum ke arah lelaki di sampingnya. Jemarinya yang dipoles cat kuku warna nude pun diletakkan ke atas tangan suaminya.
“Nick, tenanglah kau tak perlu merasa tidak enak denganku, ini adalah keseharianmu yang sebenarnya. Sebagai istri sudah seharusnya aku mendampingimu dan melakukan kewajibanku,” jawabnya dengan nada yang lembut.
“Kau tidak masalah dengan kegiatanku seperti ini? Apa kau tidak bosan?”
<Jo menghembuskan napas panjang kemudian menatap layar ponselnya sambil mengeluh.“Apa sebenarnya yang diinginkan dariku,” runtuknya.Namun saat itu ia kembali mendapatkan pesan dari aplikasi chatting. Nomor yang sama dan sangat familiar baginya, yang beberapa menit lalu menghubunginya dengan tergesa-gesa.“Cepat kau menoleh ke belakang dan kau akan mengetahui apa yang sebenarnya kami inginkan,” tulis pengirim pesan itu.Dengan berat hati, Jo pun menoleh ke arah peneleponnya setelah ia mendengkus kesal. Ia tidak kaget dengan orang yang menghubunginya barusan. Nomor itu bukanlah nomor asing, nomor yang sama seperti saat ia masih berada di tempat tinggal lainnya. Yang membuatnya terkejut adalah bagaimana mereka bisa datang ke acara ini.“Ka … kalian! Bagaimana kalian bisa berada di sini?” tanya Jo dengan mata yang membulat karena terkejut.
Jo langsung menatap ke arah dua wanita yang menghadangnya. Sepertinya mereka berdua melakuka ini dengan sengaja. Mungkinkah ada sesuatu yang ingin disampaikan.Ada tatapan tidak ramah dari mereka berdua kepada Jo. Membuat istri Nicko berpikir apakah ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Namun Jo tetap mencoba untuk berbaik sangka pada dua wanita yang menghentikannya. Ia memutuskan untuk bersikap ramah saja pada mereka karena ada nama besar keluarga Lloyd yang harus ia jaga.“Ada apa ya?” tanya Jo mencoba untuk ramah.Dua wanita itu hanya memicingkan mata kemudian mereka saling pandang satu sama lain. Setelah itu dagu mereka pun terangkat memberi tanda kalau sekarang adalah saatnya. Tentu saja Jo tak mengerti akan hal ini.“Hmm aku tahu tentang siapa kau yang sebenarnya,” salah seorang perempuan berambut merah Amanda Morgan mencibirnya.Jo hanya ters
Perlahan-lahan Josephine melebarkan jemari yang menutupi wajah. Mengintip apa yang terjadi barusan. Namun saat ia melihat bayangan yang menolongnya, ia pun kembali menyembunyikan wajahnya. Jo benar-benar tak siap atau mungkin malu saat dirinya dilihat dalam keadaan seperti ini.“Ba … bagaimana bisa?” tanya Eleanor pada rekannya.Baik Eleanor maupun Amanda sama-sama yakin kalau lokasi mereka sekarang benar-benar aman. Tempat ini cukup sepi dan jarang ada yang mengetahui keberadaannya. Namun ternyata diam-diam ada yang mengetahui dan mereaka berdua tidak pernah terpikirkan bagaimana mereka ditemukan.“Kenapa? Kalian kaget aku bisa mengetahui keadaan kalian?” tanya seorang laki-laki berpakaian rapi yang ternyata adalah Nicholas Lloyd.Kedua perempuan yang menjahili Jo tadi tak dapat berkata apa-apa. Mereka berdua pun hanya menunduk dan saling melempar kode satu sama lain. Saling berbisik sepertinya tengah merencanakan sesuatu.“Apa yang kalian lakukan pada istriku? Apa kalian pikir hal i
Jo menurut saja saat sang suami membimbingnya ke toilet wanita. Di depan pintu ada salah satu pengawal Nicko yang berjaga.“Ini yang Anda minta untuk Nyonya, Tuan Muda,” pengawal itu menyerahkan sebuah paperbag berlogo skin care shop yang cukup tenar di westcoast town.Nicko memang memerintahkan salah satu anak buahnya untuk membeli make up remover dan beberapa produk perawatan yang harus dipakai sebelum ia menyapukan make up di wajah.“Pakai ini untu membersihkan wajahmu!” Nicko menyodorkan produk pembersih pada sang istri yang masih mengenakan jas miliknya sebagai tudung kepala.Jo mengangguk dan mulai membersihkan wajahnya. Namun ia tetap saja membelakangi Nicko, malu untuk menunjukkan keadaan yang sebenarnya.“Jangan melihat ke arahku, aku sangat malu!” pintanya pada Nicko yang ternyata masih bisa melihat dirinya dalam pantulan cermin.Nicko hanya tersenyum, “Aku sudah sering melihatmu tanpa riasan, dan kau tetap menjadi yang tercantik untukku.”Namun Nicko tetap memalingkan wajah
“Lepaskan aku, Bodoh!” teriak satu dari dua orang perempuan yang kedua tangannya diikat ke belakang.Kelompok jubah hitam pimpinan Russell itu sudah berhasil membawa kedua perempuan itu saat mereka hendak melarikan diri melalui lorong yang berbeda. Letaknya sedikit lebih jauh dari tempat mereka membully Josephine. Lorong itu memang lebih sering dilewati oleh para pekerja yang hendak membuang sampah.Anggota jubah hitam itu tidak mengindahkan permintaan kedua perempuan yang bersama mereka. Anggota kelompok jubah hitam malah semakin menjadi-jadi. Mereka justru bicara dan berbuat makin kasar dengan perempuan ini.Kini mulut kedua perempuan itu ditutup denan lakban hingga tak bisa bicara apapun. Hanya terdengar mpphh … mppph dan mmmph saja, dan lagi-lagi kelompok jubah hitam itu tak peduli.“Tunggu di sini!” perintah Russell pada dua perempuan yang sekarang berdiri di depannya saat mereka berada tepat di depan toilet yang dijaga ketat oleh pengawal Nicko.Sementara itu di dalam …Nicko se
Kedua perempuan yang membully Jo masih saja bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh Tuan Muda padanya. Sementara Nicko sendiri masih berdiri tegak di hadapan mereka yang tangannya masih dalam keadaan terikat ke belakang.“A … apa yang akan Anda lakukan pada kami Tuan Muda? Bukankah kami berdua hanya bercanda, kami benar-benar tak memiliki maksud buruk pada Josephine,” Amanda memohon.Nicko memalingkan muka. Ia muak melihat kedua perempuan ini, bisa-bisanya memohon untuk belas kasihannya, sementara mereka sendiri enggan untuk meminta maaf pada Jo.“Lakukan sekarang Russell!” seru Nicko.“Baik Tuan Muda.”Russell langsung mengambil tas yang dibawa oleh anak buahnya. Mengeluarkan beberapa kotak palet, tapi bukan untuk tata rias wanita, melainkan cat untuk kulit wajah dan tubuh yang biasa digunakan pada festival.Tanpa ragu, Russell langsung membubuhkan kuas pada tabung-tabung cat dengan warna yang tak beraturan tentunya. Amanda yang tadi mencoba mendandani Jo seperti Joker mendapat g
Jo segera berbalik dan menggenggam tangan suaminya dengan erat. Menatap wajah tampan itu dengan penuh harap.“Sayang, bukankah ia sudah minta maaf dan menyesali perbuatannya padaku. Lagipula mereka berdua belum sempat memotong rambutku,” ucap Jo memperjelas alasan kenapa ia ingin sang suami melepaskan kedua perempuan yang telah membullynya itu.“Kau serius dengan perkataanmu? Maksudku kau benar-benar yakin dengan keputusanmu?”Jo mengangguk, “Aku yakin, Sayang.”Nicko melirik ke arah Russell yang saat ini menghentikan aktivitasnya memotong rambut Amanda yang sudah separuhnya terpotong. Lalu ke arah kedua perempuan yang tengah menengadah penuh harap ke arah Jo.Nicko tersenyum sinis dan menatap tajam ke arah kedua perempuan itu bergantian. Mereka berdua menurunkan kelopak mata saat Nicko mengajak beradu pandang. Ini sudah cukup menjelaskan bagi sang Tuan Muda.“Tolonglah Jo, mintalah pada suamimu untuk membebaskan kami berdua. Kami tak bisa membayangkan bagaimana rupa kami saat ini,” K
Damian langsung mengambil barang-barang yang ada di bagasi mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah Daisy. Entah berapa banyak uang yang mereka habiskan saat itu, berbagai macam logo butik terkemuka ada dalam tas belanja mereka.“Ah Bibi memang sungguh cerdas, aku tak mengira kalau Bibi akan melakukan hal ini.”Daisy tertawa lepas kemudian meminta keponakannya itu untuk menyiapkan anggur Perancis yang tadi baru saja dibeli oleh mereka.“Baiklah Bibi, kita memang harus bersulang merayakan apa yang baru saja kita dapat bersama.”“Kau benar Damian. Kau sendiri tahu bagaimana sifat kedua putriku. Mereka berdua bagaikan bumi dan langit. Jo sangat mengedepankan perasaannya, berbeda sekali dengan Catherine yang selalu menanyakan segala sesuatunya dengan begitu detail. Anak bungsuku itu memang pernah berkata tak akan memberikan fasilitas apapun pada kita, tapi apa kenyataannya?”Kali ini Damian yang tersenyum, ia setuju dengan pendapat sang bibi tentang sepupunya itu. Jo sangat mudah untuk d