“Lepaskan aku, Bodoh!” teriak satu dari dua orang perempuan yang kedua tangannya diikat ke belakang.Kelompok jubah hitam pimpinan Russell itu sudah berhasil membawa kedua perempuan itu saat mereka hendak melarikan diri melalui lorong yang berbeda. Letaknya sedikit lebih jauh dari tempat mereka membully Josephine. Lorong itu memang lebih sering dilewati oleh para pekerja yang hendak membuang sampah.Anggota jubah hitam itu tidak mengindahkan permintaan kedua perempuan yang bersama mereka. Anggota kelompok jubah hitam malah semakin menjadi-jadi. Mereka justru bicara dan berbuat makin kasar dengan perempuan ini.Kini mulut kedua perempuan itu ditutup denan lakban hingga tak bisa bicara apapun. Hanya terdengar mpphh … mppph dan mmmph saja, dan lagi-lagi kelompok jubah hitam itu tak peduli.“Tunggu di sini!” perintah Russell pada dua perempuan yang sekarang berdiri di depannya saat mereka berada tepat di depan toilet yang dijaga ketat oleh pengawal Nicko.Sementara itu di dalam …Nicko se
Kedua perempuan yang membully Jo masih saja bertanya-tanya apa yang akan dilakukan oleh Tuan Muda padanya. Sementara Nicko sendiri masih berdiri tegak di hadapan mereka yang tangannya masih dalam keadaan terikat ke belakang.“A … apa yang akan Anda lakukan pada kami Tuan Muda? Bukankah kami berdua hanya bercanda, kami benar-benar tak memiliki maksud buruk pada Josephine,” Amanda memohon.Nicko memalingkan muka. Ia muak melihat kedua perempuan ini, bisa-bisanya memohon untuk belas kasihannya, sementara mereka sendiri enggan untuk meminta maaf pada Jo.“Lakukan sekarang Russell!” seru Nicko.“Baik Tuan Muda.”Russell langsung mengambil tas yang dibawa oleh anak buahnya. Mengeluarkan beberapa kotak palet, tapi bukan untuk tata rias wanita, melainkan cat untuk kulit wajah dan tubuh yang biasa digunakan pada festival.Tanpa ragu, Russell langsung membubuhkan kuas pada tabung-tabung cat dengan warna yang tak beraturan tentunya. Amanda yang tadi mencoba mendandani Jo seperti Joker mendapat g
Jo segera berbalik dan menggenggam tangan suaminya dengan erat. Menatap wajah tampan itu dengan penuh harap.“Sayang, bukankah ia sudah minta maaf dan menyesali perbuatannya padaku. Lagipula mereka berdua belum sempat memotong rambutku,” ucap Jo memperjelas alasan kenapa ia ingin sang suami melepaskan kedua perempuan yang telah membullynya itu.“Kau serius dengan perkataanmu? Maksudku kau benar-benar yakin dengan keputusanmu?”Jo mengangguk, “Aku yakin, Sayang.”Nicko melirik ke arah Russell yang saat ini menghentikan aktivitasnya memotong rambut Amanda yang sudah separuhnya terpotong. Lalu ke arah kedua perempuan yang tengah menengadah penuh harap ke arah Jo.Nicko tersenyum sinis dan menatap tajam ke arah kedua perempuan itu bergantian. Mereka berdua menurunkan kelopak mata saat Nicko mengajak beradu pandang. Ini sudah cukup menjelaskan bagi sang Tuan Muda.“Tolonglah Jo, mintalah pada suamimu untuk membebaskan kami berdua. Kami tak bisa membayangkan bagaimana rupa kami saat ini,” K
Damian langsung mengambil barang-barang yang ada di bagasi mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah Daisy. Entah berapa banyak uang yang mereka habiskan saat itu, berbagai macam logo butik terkemuka ada dalam tas belanja mereka.“Ah Bibi memang sungguh cerdas, aku tak mengira kalau Bibi akan melakukan hal ini.”Daisy tertawa lepas kemudian meminta keponakannya itu untuk menyiapkan anggur Perancis yang tadi baru saja dibeli oleh mereka.“Baiklah Bibi, kita memang harus bersulang merayakan apa yang baru saja kita dapat bersama.”“Kau benar Damian. Kau sendiri tahu bagaimana sifat kedua putriku. Mereka berdua bagaikan bumi dan langit. Jo sangat mengedepankan perasaannya, berbeda sekali dengan Catherine yang selalu menanyakan segala sesuatunya dengan begitu detail. Anak bungsuku itu memang pernah berkata tak akan memberikan fasilitas apapun pada kita, tapi apa kenyataannya?”Kali ini Damian yang tersenyum, ia setuju dengan pendapat sang bibi tentang sepupunya itu. Jo sangat mudah untuk d
“Apa kau benar-benar ingin pergi sekarang?” tanya Jo yang duduk di meja makan menikmati sarapan pagi bersama Ian.Sejak awal bulan seluruh properti keluarga Lloyd memang dipegang oleh Nicko. Pasangan suami istri Lloyd tua memutuskan untuk pensiun lebih awal dan menikmati masa-masa tua mereka dengan kegiatan sosial dan berlibur.Nicko yang masih muda dan penuh semangat memang diminta untuk mengurus semua usahanya. Lagipula jika Phillip Lloyd meninggal m bukankah Nicko juga yang akan mewarisi semuanya.“Ya, hari ini aku cukup sibuk. Kau tahu sendiri kan aku tak memiliki asisten saat ini, jadi seringkali aku merasa kewalahan untuk mengurus semuanya,” ucap Nicko kemudian mengambil sepotong toast lalu beranjak.Josephine tampak tak senang dengan perangai suaminya saat ini. Jarang sekali ada waktu untuk mereka bersama. Bahkan ia lupa akan apa yang seharusnya dilakukan hari ini oleh Nicko.“Sayang, apa kepentinganmu benar-benar mendesak?” tanya Jo sambil melirik Ian yang tampak menunduk.Ada
Seminggu sejak kejadian pembullyan terhadap Jo, suaminya mendatangkan seorang pengawal pribadi wanita untuk bisa mengikuti Jo saat berada di area yang hanya boleh dimasuki sesama wanita saja. Seorang pengawal wanita dengan rambut pendek dan bertubuh tinggi, hampir setinggi suaminya selalu menemani Jo, seperti saat ini.“Nyonya, kami sudah menyiapkan transportasi untuk Anda dan Tuan Ian,” lapornya.Jo mengangguk, “Terima kasih Jacklyn.”Jo langsung melirik ke anak angkatnya yang masih duduk sendiri di kursi. Lagi-lagi Ian hanya menunduk dan pasrah menunggu.Kali ini harusnya ia bahagia karena akan bertemu ayah Rodgie, tapi kebahagiaan itu tak akan lengkap tanpa ada kehadiran Nicko menyertai mereka. Ian sangat menikmati saat-saat ayah Rodgie bercanda begitu akrab dengan Nicko.Melihat putra angkatnya yang murung, Jo pun langsung merangkul dan tersenyum kepada anak itu.“Ian sayang sebentar lagi kita akan ke tempat ayah Rodgie, dan makanan kesukaan ayahmu sudah kami siapkan,” kata Jo men
"Ayah, kenapa membuat Ibu menangis?" tanya Ian dengan lirih.Rodgie yang bertampang seram itu hanya menoleh pada putra kecilnya. Anak kecil itu merasa dirinya memiliki kedekatan dengan Josephine, dan itu membuatnya lega."Ah Nyonya maafkan aku. Aku tak bermaksud untuk melukai perasaan Anda. Apa ada sesuatu yang Anda pikirkan?"Cepat-cepat Jo menghapus air matanya dengan punggung tangan, lalu duduk di kursi yang ada di hadapan Rodgie dan tersenyum."Sudah aku tidak apa-apa. Bagaimana keadaanmu Rodgie?" tanya Jo mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.Namun Rodgie tidak yakin akan hal itu. Jo pasti memiliki masalah. Pasti ada sesuatu yang mengganjal pada diri istri sahabatnya itu."Anda yakin Nyonya?" Rodgie mengulangi pertanyaannya. Raut wajah Jo belum berubah. Suaranya masih bergetar menandakan ada sebuah kesedihan yang tengah dipendam olehnya.Pertanyaan Rodgie membuat Jo semakin ingat apa yang dialami suaminya. Lelaki itu sudah banyak berubah. Kalau dibilang kehidupan suami istriny
Jo merangkul putranya begitu turun dari helikopter. Hari ini sungguh melelahkan, dan sepertinya ia bosan dengan kehidupannya yang sekarang."Aku tidak akan pulang, ada yang ingin kuselesaikan. Kalian berdua pulanglah bersama Ian!" perintah Jo pada kedua pengawalnya.Jacklyn yang memang diperintahkan untuk tidak meninggalkan Jo pun memprotes. "Maaf Nyonya, tapi Tuan Muda tidak akan mengijinkan saya untuk membiarkan Anda pergi sendiri!" tolaknya.Josephine mendengkus kesal. Lagi-lagi ia tidak merasa nyaman dengan kehidupan sebagai Nyonya Lloyd. Ia benar-benar tidak bisa menikmati kebebasan."Huh menyebalkan," gumamnya."Tapi aku harus pergi ke rumah keluargaku. Aku ingin menengok bagaimana keadaan Ayahku," protes Jo.Perempuan bertubuh tegap itu pun menggeleng."Maaf Nyonya, tapi Tuan Muda memerintahkan saya untuk melakukannya."Jo pun tersenyum dengan terpaksa. Tak ada pilihan lain untuknya kali ini. Ia pun terpaksa membawa Ian bertemu dengan Ibu dan juga Ayahnya dan membiarkan diriny