“Apa kau benar-benar ingin pergi sekarang?” tanya Jo yang duduk di meja makan menikmati sarapan pagi bersama Ian.Sejak awal bulan seluruh properti keluarga Lloyd memang dipegang oleh Nicko. Pasangan suami istri Lloyd tua memutuskan untuk pensiun lebih awal dan menikmati masa-masa tua mereka dengan kegiatan sosial dan berlibur.Nicko yang masih muda dan penuh semangat memang diminta untuk mengurus semua usahanya. Lagipula jika Phillip Lloyd meninggal m bukankah Nicko juga yang akan mewarisi semuanya.“Ya, hari ini aku cukup sibuk. Kau tahu sendiri kan aku tak memiliki asisten saat ini, jadi seringkali aku merasa kewalahan untuk mengurus semuanya,” ucap Nicko kemudian mengambil sepotong toast lalu beranjak.Josephine tampak tak senang dengan perangai suaminya saat ini. Jarang sekali ada waktu untuk mereka bersama. Bahkan ia lupa akan apa yang seharusnya dilakukan hari ini oleh Nicko.“Sayang, apa kepentinganmu benar-benar mendesak?” tanya Jo sambil melirik Ian yang tampak menunduk.Ada
Seminggu sejak kejadian pembullyan terhadap Jo, suaminya mendatangkan seorang pengawal pribadi wanita untuk bisa mengikuti Jo saat berada di area yang hanya boleh dimasuki sesama wanita saja. Seorang pengawal wanita dengan rambut pendek dan bertubuh tinggi, hampir setinggi suaminya selalu menemani Jo, seperti saat ini.“Nyonya, kami sudah menyiapkan transportasi untuk Anda dan Tuan Ian,” lapornya.Jo mengangguk, “Terima kasih Jacklyn.”Jo langsung melirik ke anak angkatnya yang masih duduk sendiri di kursi. Lagi-lagi Ian hanya menunduk dan pasrah menunggu.Kali ini harusnya ia bahagia karena akan bertemu ayah Rodgie, tapi kebahagiaan itu tak akan lengkap tanpa ada kehadiran Nicko menyertai mereka. Ian sangat menikmati saat-saat ayah Rodgie bercanda begitu akrab dengan Nicko.Melihat putra angkatnya yang murung, Jo pun langsung merangkul dan tersenyum kepada anak itu.“Ian sayang sebentar lagi kita akan ke tempat ayah Rodgie, dan makanan kesukaan ayahmu sudah kami siapkan,” kata Jo men
"Ayah, kenapa membuat Ibu menangis?" tanya Ian dengan lirih.Rodgie yang bertampang seram itu hanya menoleh pada putra kecilnya. Anak kecil itu merasa dirinya memiliki kedekatan dengan Josephine, dan itu membuatnya lega."Ah Nyonya maafkan aku. Aku tak bermaksud untuk melukai perasaan Anda. Apa ada sesuatu yang Anda pikirkan?"Cepat-cepat Jo menghapus air matanya dengan punggung tangan, lalu duduk di kursi yang ada di hadapan Rodgie dan tersenyum."Sudah aku tidak apa-apa. Bagaimana keadaanmu Rodgie?" tanya Jo mencoba untuk mengalihkan pembicaraan.Namun Rodgie tidak yakin akan hal itu. Jo pasti memiliki masalah. Pasti ada sesuatu yang mengganjal pada diri istri sahabatnya itu."Anda yakin Nyonya?" Rodgie mengulangi pertanyaannya. Raut wajah Jo belum berubah. Suaranya masih bergetar menandakan ada sebuah kesedihan yang tengah dipendam olehnya.Pertanyaan Rodgie membuat Jo semakin ingat apa yang dialami suaminya. Lelaki itu sudah banyak berubah. Kalau dibilang kehidupan suami istriny
Jo merangkul putranya begitu turun dari helikopter. Hari ini sungguh melelahkan, dan sepertinya ia bosan dengan kehidupannya yang sekarang."Aku tidak akan pulang, ada yang ingin kuselesaikan. Kalian berdua pulanglah bersama Ian!" perintah Jo pada kedua pengawalnya.Jacklyn yang memang diperintahkan untuk tidak meninggalkan Jo pun memprotes. "Maaf Nyonya, tapi Tuan Muda tidak akan mengijinkan saya untuk membiarkan Anda pergi sendiri!" tolaknya.Josephine mendengkus kesal. Lagi-lagi ia tidak merasa nyaman dengan kehidupan sebagai Nyonya Lloyd. Ia benar-benar tidak bisa menikmati kebebasan."Huh menyebalkan," gumamnya."Tapi aku harus pergi ke rumah keluargaku. Aku ingin menengok bagaimana keadaan Ayahku," protes Jo.Perempuan bertubuh tegap itu pun menggeleng."Maaf Nyonya, tapi Tuan Muda memerintahkan saya untuk melakukannya."Jo pun tersenyum dengan terpaksa. Tak ada pilihan lain untuknya kali ini. Ia pun terpaksa membawa Ian bertemu dengan Ibu dan juga Ayahnya dan membiarkan diriny
Josephine masih merangkul Ian saat dirinya berbicara dengan sang Ibu. Ian yang berdiri di situ diam-diam memperhatikan sosok wanita yang bicara dengan Ibu angkatnya itu."Kenapa aku merasa aneh dengan wanita tua ini, apa mungkin ia bermaksud jahat padaku atau Ibu," pikirnya.Sama halnya dengan Daisy, ia diam-diam memperhatikan sosok Ian yang merupakan anak adopsi dari putrinya. Dia bukan anak kandung, artinya tak memiliki ikatan darah dalam keluarga, bukan keturunan Lloyd yang tentunya hanya aib. "Huh, hanya seorang anak pungut, kenapa suami Jo senang sekali membuat aib bagi kehidupan kami," keluh Daisy dalam hati.Daisy menghembuskan napas panjang, melirik Ian sekilas lalu kembali pada putrinya. Ia mulai berkacak pinggang dan mendongakkan kepala dengan dagu mengarah pada putrinya."Ada apa kau kemari. Kukira kau sudah lupa dengan kami berdua?" sindirnya.Jo mencoba untuk tersenyum dengan terpaksa. Ia tak mau putranya melihat ada keributan kali ini."Aku hanya ingin melihat keadaan A
“Tuan Muda, kandidat untuk calon asisten anda sudah datang, mereka semua berada di ruang tunggu sekarang,” kata Kyle Brenan yang sekarang menjabat sebagai penasihat bagi Nicko.Pekerjaan Nicko semakin lama memang semakin berat, semenjak kedua orang tuanya memutuskan untuk tidak lagi mengurus bisnis raksasa mereka. Nicko yang masih berusia muda tentunya ;ebih enerjik dan memiliki ide-ide yang spektakuler.Jiwa muda Nicko yang dinamis akan lebih mudah berkompromi dengan perubahan. Kreativitasnya yang tanpa batas akan membuat inovaso-inovasi baru yang unik dan akan mendatangkan berbagai keuntungan tentunya.Namun tampaknya mereka lupa, di balik energi dan kreativitas anak muda masih ada emosi yang labil serta pengalaman yang tidak terlalu banyak. Hingga Nicko membutuhkan seseorang untuk memberikan bimbingan agar tidak salah langkah.Awalnya Kyle enggan untuk bergabung dengan perusahaan milik keluarga Lloyd saat Lloyd senior memutuskan untuk berhenti. Namun Nicko meminta dan adanya doron
Suara yang berdentum keras dan bunyi rem yang berdecit memekakan telinga membuat Ian terpaksa menghentikan larinya dan menoleh untuk mengetahui apa yang terjadi. Saat itulah ia tersentak dan tak bisa menyembunyikan tangis.Ian yang tadinya menghindar dari panggilan sang Ibu pun berbalik dan menuju ke arah suara itu. Apa yang ia lihat benar-benar hal yang tak ingin ia lihat sebenarnya.“Ibuuuu!” teriaknya kencang sambil menyentuh seorang perempuan muda yang terbujur di atas jalanan. Sementara sebuah mobil SUV tampak berhenti di depan perempuan yang dipanggil Ibu oleh Ian.“Apa dia Ibumu?” tanya salah satu dari laki-laki yang barusan keluar dari mobil SUV itu, sedangkan rekannya yang juga seorang lelaki hanya diam di belakangnya.Ian mengangguk lemah.Sang pengemudi berjongkok dan memperhatikan sosok Josephine yang kini terbaring dan memperhatikan wajahnya dengan seksama.“Cantik sekali, ini bukan salahku menabrakmu, tapi kilauan di wajahmu lah yang mengalihkan pandanganku,”pikir lelaki
Dua orang paramedis langsung mendekat ke arah James yang tengah menggendong tubuh Jo dan akan membawa ke sisi belakang mobil SUV nya. Kehadiran kedua mobil itu menjadi kabar baik bagi Ian. Apalagi mobil hitam yang menyertai ambulance begitu dikenal baik olehnya.Kedatangan mobil itu tak disia-siakan oleh Ian tentunya. Ia langsung menggerakkan tubuhnya, menggigit James dan melepaskan diri.Mobil itu memang yang membawanya bersama Jo ke rumah Daisy. Saat itulah Jacklyn langsung melingkarkan lengannya pada Ian dan menarik anak itu ke dalam pelukannya.“Kau sudah aman sekarang,” bisik Jacklyn mencoba menenangkan Ian yang masih saja menangis sesenggukan.“Ibu … Ibu.”Hanya itu kata-kata yang keluar dari mulut Ian. Meski bukan seseorang yang melahirkannya, tapi Ian memiliki kedekatan emosional yang sangat mendalam dengan Josephine. Dari Josephinelah ia merasakan kasih sayang seorang Ibu.“Kalian siapa? Apa kalian bermaksud membawa perempuan ini ha?” teriak Benjie.James yang baru saja hilan