Seketika suasana hening, setelah Ronald berkata-kata. Ketiga anak itu hanya bisa menunduk sepertinya sadar akan kesalahan masing-masing. Tak ada gunanya untuk bertengkar kali ini.“Kalian sadar tidak semakin kita ribut, semakin banyak waktu kita yang terbuang, dan kita semakin banyak kehilangan kesempatan dan menambah penderitaan,” Ronald mengawali.“Pertama kita akan terlambat bertemu Tuan Jims dan otomatis hukuman kita akan ditambah, kedua jika Ian bangun, maka ia bisa melakukan hal yang tidak kita duga.”Kedua temannya masih terdiam dan menyesali apa yang baru saja dikatakan oleh Ronald.“Jerry benar, dia memang tidak bisa melakukan hal seperti ayahnya, tapi dia bisa melapor pada teman-teman ayahnya kalau kita merundung. Itulah kita harus meminta bantuan orang dewasa, dan kebetulan kita akan bertemu Tuan Jims, dia pasti akan membantu kita,” jelas Ronald pada akhirnya.Tuan Jims memang sangat disiplin, mungkin latar belakangnya di bidang militer membuat pria itu begitu tegas dan te
Kini Tuan Jims pun memicingkan mata ke arah Ronald. Ia berdiri dengan kedua tangan dilipat di depan dada dan kaki yang sedikit terbuka lebar. Kepala pengasuhan ini mendongak, terlihat angkuh dan menimbulkan kesan seram di mata ketiga anak nakal itu.“Bisa kau ulangi lagi perkataanmu?” tanya Tuan Jims.Ronald pun mengatakan kembali apa yang tadi ia katakan kalau Ian adalah anak seorang pembunuh yang kejam. Tak hanya itu, Denise yang tadinya diam pun mulai menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, tentang bagaimana kasus ayah Ian tercuat.Denise menceritakan kronologi kasus dengan begitu lancar dan detail sampai tak ada yang terlewatkan. Anak itu terlihat berusaha untuk meyakinkan Tuan Jims.“Hmm,” jawab Tuan Jims.“Benar Tuan, kita semua harus mengambil tindakan, jangan sampai ia membahayakan kita semua,” desak Denise.Tuan Jims yang mendengar penuturan ketiga anak ini hanya mengerutkan alis. Kemudian ia pun tersenyum sinis, seakan meremehkan ucapan anak itu.Ini bukan tanpa alasan, sep
“Hmm, baiklah kalian serahkan saja kepadaku!” seru Denise dengan percaya diri.Anak lelaki berambut ikal itu pun melangkah memecah kerumunan yang sekarang mengerubungi Enrique.“Paman Enrique!” panggilnya dengan keras untuk mencoba menarik perhatian.Tentu saja sebutan paman pada bintang papan atas itu pun menyita perhatian bintang lapangan bola yang sedang dikerubungi anak-anak itu. Perlahan pria dengan kulit tanned yang terbakar matahari itu pun berdiri dan meminta anak-anak yang mengerubunginya untuk membuka jalan.“Anak-anak untuk acara tanda tangannya cukup dulu ya, nanti jika ada waktu senggang bisa kita mulai lagi,” jelas Enrique sambil mengangkat kedua tangannya di depan dada.Lalu pria bertubuh atletis itu pun melangkah membelah kerumunan anak-anak dan mendekati Denise yang menunggu tak jauh darinya.“Hei Denise, apa kabarmu? Akhirnya kau ikut perkemahan ini juga,” kata Enrique sambil merangkul pundak Denise.Denise hanya membalas sapaan itu dengan senyuman.“Ya, aku memang m
“Kau tenang saja Denise, percayakan semuanya pada paman,” kali ini Enrique Ramos menepuk bahu putra dari Sylvia.Denise hanya mengangguk.“Kita bisa menyadarkan anak itu hari ini juga. Kalau sebenarnya ia tidak pantas untuk berada di sini!” tukas Enrique.“Hmm, bagaimana caranya Paman?” Denise tampak penasaran.“Tenang saja, bukankah sore nanti kita akan ke lapangan dan berolahraga bersama. Paman yakin, kalau anak itu akan berusaha untuk mendekatiku,” Enrique bicara dengan percaya diri.Denise dan kedua temannya mengangguk. Memang benar apa yang dikatakan oleh Enrique. Diantara semua peserta memang Ian yang paling ingin dekat dengan Enrique. Sepertinya sifat anak-anaknya muncul hingga ia begitu antusias. Tampaknya Ian begitu menggemari Enrique Ramos.“Hmm Paman tampaknya ia penggemar beratmu,” kata Denise.“Yah aku tahu, sejak tadi ia selalu berusaha untuk mendekatiku. Berulang kali ia mendominasi pertanyaan dan aku meladeninya, nanti dia pasti akan datang untuk mendekat padaku lagi.”
Pandangan perempuan berambut cokelat itu tampak misterius, tapi hanya bisa dilihat oleh Nicko. Jo sendiri hanya melihatnya sebagai tatapan formal oleh dua orang yang baru saja saling mengenal.“Hmm apa yang sebenarnya kau inginkan Nona?” tanya Nicko dalam hati.Perlahan Nicko pun melepaskan tangannya dari teman lama Josephine, dan Karen hanya mengangguk dengan sopan.“Kau dengan siapa kemari?” tanya Josephine ramah.“Aku sendiri,” jawab Karen.“Oh,” jawab Josephine dengan perasaan tidak enak.“Yah, aku belum menikah sepertimu,” jawab Karen.Josephine cukup terkejut saat mendengar jawaban dari Karen. Sepengetahuan Josephine, Karen dulu berkencan dengan Jason Hopkins yang merupakan mahasiswa populer di kampusnya. Jason Hopkins terbilang mapan di usianya saat itu, sudah memiliki sebuah restoran seafood kelas menengah atas.Bahkan saat pertunangan Jason dan Karen, Josephine menghadirinya bersama Gerald saat itu. Namun entah kenapa mereka tidak menikah. Josephine mencoba untuk tidak menany
Kedua wanita itu terus saja berbicara mengenai masa lalu mereka. Banyak hal yang mereka ingin bagikan saat itu.Jo tampak bersemu-semu merah saat mendengarkan cerita dari teman lamanya itu. Semua yang dikatakan olehnya memang benar. Sudah sejak dulu ia melakukan banyak kebodohan, lebih tepatnya sebuah kecerobohan dalam tindakan.Saking cerobohnya Jo saat itu, sampai banyak sekali yang menertawakan tingkahnya.“Ah ya kau benar, aku memang seringkali ceroboh dan melakukan kesalahan. Untung saja aku selalu mendapatkan bantuan dari teman-temanku, hingga aku bisa selamat,” kata Jo menceritakan pengalaman masa lalunya itu.“Yah tentu saja. Untung saja kau dinobatkan menjadi mahasiswi tercantik sepanjang masa, sehingga kecerobohanmu bisa dimaafkan,” balas Karen membuat Jo kembali tertawa.Namun tidak dengan Nicko. Pemuda itu justru mengepalkan tangannya kuat-kuat menahan amarah. Ia benar-benar tidak tahan mendengar ocehan perempuan yang katanya teman lama Jo.“Teman lama? Huh memangnya ada t
Karen dan Jo masih saja saling melempar senyum, tampaknya pertemuan kali ini benar-benar mereka manfaatkan untuk membahas tentang masa lalu mereka.Sejak mereka datang tadi, tak hentinya kedua teman lama ini bicara tentang masa lalunya. Sampai-sampai Nicko merasa bosan dengan ini semua.“Ehem!” Nicko mencoba untuk berdehem dan menunjukkan kepada mereka berdua tentang keberadaannya.“Maafkan aku sayang. Aku terlalu asyik dalam berbincang mengenang masa lalu,” kata Josephine sambil merangkul suaminya.Nicko pun tersenyum saat istrinya kembali memperhatikan dirinya. Ia pun menunjukkan pada wanita yang ada di hadapannya itu tentang bagaimana mesranya dia bersama Josephine.Tanpa ada perasaan malu, Nicko pun mempererat pelukannya pada Jo dan mencium pipi istrinya yang halus. Tidak hanya itu, punggung tangan Nicko pun mulai menusap lengan sang istri dengan lembut.“Apa kau masih bisa tahan melihat kemesraan yang kulakukan bersama dengan istriku?” tanya Nicko dalam hati.Pemuda ini sengaja m
Nicko memijat pelipisnya dengan lembut ia masih mengingat-ingat beberapa kejadian kemarin dan itu sangat-sangat tidak mengenakkan dirinya. Ini sebenarnya bukan tentang Nicko saja, kamu tentang Josephine yang saat itu sedang dipermalukan dengan sangat hina sebagai seorang suami tentu saja ia tidak bisa tinggal diam jika hal ini terjadi. Nicko harus bisa mengambil tindakan, tampaknya hal ini akan terulang lagi kali ini. Diam-diam ia memperhatikan sosok Karen yang ada di depannya, ia mencoba untuk menganalisa dari rambut wajah perempuan itu. "Apa maksudnya untuk menyuruh-nyuruh Josephine, apa ya ingin dia katakan padaku apa yang sebenarnya ia mau," Nicko bertanya dalam hati.Sekali lagi Nicko memandang wajah Karen. Gadis itu tampak tersipu. Pipinya semakin merah layaknya udang rebus."Benar ini sama dengan kejadian waktu itu, siapa dia?" tanya Nicko dalam hati.Kini Nicko kembali menatap mata biru Karen dalam-dalam. Semakin dalam ia melihat, semakin jelas pandangannya."Tak salah lagi