Henry Davis merebahkan tubuhnya di atas ranjang secara kasar. Beberapa waktu lalu ia baru saja menghabiskan waktu berdua dengan Daisy Windsor dan berharap mereka berdua dapat menikmati keberhasilan mereka untuk mengalahkan Nicko.Sempat ia kecewa karena ternyata anak buahnya datang kembali mengabarkan kalau ada sekelompok orang yang menolong Nicko saat penyerangan itu terjadi. Namun ternyata seorang Henry Davis masih memiliki plan B. Ia meminta anak buahnya pergi dan mencari tahu keberadaaan Nicko, hanya untuk memantau pemuda itu dan mengabarkan hasilnya.Saat tubuhnya tengah merebahkan diri dan merasakan relaksasi pada punggungnya, ponsel pintar yang ia letakkan di sisi kanan ranjang pun berbunyi. Ia mendapatkan nama Christopher tertulis di sana.“Huh kau mau apalagi Bodoh? Jangan pernah menghubungiku jika bukan ada kabar gembira!” bentak Tuan Davis.Christopher adalah soerang yang bekerja sebagai asisten pribadinya. Mengatur segala keperluan pribadi maupun bisnis. Bagi Tuan Davis, s
Nicko melirik ke arah istrinya yang masih tertidur lelap. Ia mengusap rambut pirang sang istri yang sebagian menutupi wajahnya yang seperti Barbie.Istrinya masih terlihat cantik walaupun tampak kelelahan setelah melewati malam panjang nan panas bersama suaminya. Kekhawatiran Jo yang berlebihan semalam akibat menonton film dan suaminya yang mengemudi sendirian dibayar dengan dimanjakan oleh Nicko.Nicko yang saat itu telah berpakaian rapi karena harus kembali bekerja pun kembali mendekat pada istrinya dan mencium keningnya. Jo mulai membuka matanya perlahan dan mendapati suaminya tengah menatap dirinya.“Eh sayang, kau sudah rapi?” tanyanya sambil bangun dari tidur perlahan-lahan.Jo menggelengkan kepala ke kanan dan kiri lalu merengganggkan kedua tangannya untuk melemaskan otot-ototny yang kaku semalam.“Tidurlah lagi Jo, kau terlihat sangat lelah,” kata Nicko.“Ah kau ingin berangkat kerja?” tanya Jo yang sudah sepenuhnya sadar dari tidurnya.“Ya sayang, ini masih belum weekend dan
Sedan mewah milik Tuan Davis tiba di kawasan pabrik miliknya. Di hadapan mereka masih ada beberapa mobil pemadam kebakaran yang memenuhi sekitar pabrik miliknya.Asap hitam masih mengepul, sepertinya kobaran api ini sudah mulai menghilang sedikit demi sedikit. Samar-samar ia melihat puing-puing penyangga pabrik yang tersisa, dan pria itu pun mengggeleng tak percaya.“Tidak … ini tidak mungkin semuanya telah habis,” batinnya.Henry Davis menjatuhkan tubuhnya dalam posisi berlutut, tak mempedulikan kalau lututnya yang mulai renta termakan usia membetur permukaan yang keras. Ia memegang kepala dengan kedua tangannya sambil terus berteriak meratapi nasib pabriknya kini.“Tidak mungkin! Aku tidak mungkin kehilangan semuanya!” teriaknya.Lalu ia memikirkan dan mengingat-ingat kembali apa yang dilakukan olehnya belakangan ini. Saat itu seorang petugas asuransi kerugian datang menemuinya untuk menyarankan agar Tuan Davis melanjutkan pembayaran premi yang sudah menunggak. Dengan pongahnya ia m
Russell harus melepaskan pelukannya pada Raina yang masih terbaring tanpa busana di sisinya. Raina yang baru saja kembali dari perjalanan bisnisnya di timur tengah pun memilih untuk bermalam di apartemen Russell dan melepas rindu dan saling berbagi kehangatan. Sudah menjadi kebiasaan mereka berdua untuk berpelukan setelah berbagi keringat.“Ada, apa?” tanya Raina yang tampak tidak senang dengan sikap kekasihnya yang tiba-tiba terbangun.Russell mengangkat tangan ke arah Raina dan mengambil ponselnya, dan bibirnya membentuk kata Tuan Muda. Raina pun mendengkus kesal tapi ia harus maklum karena ini adalah pekerjaan Russell.“Huh, Kau ini mengganggu saja Nick,” gumamnya tampak tak suka sambil menyandarkan tubuh pada dinding dan mengambil ponsel yang ada dalam tas tangannya di atas nakas.“Tuan Muda,” sapa Russell mengawali.“Russell, aku ingin tahu bangaimana perkembangan dari eksekusi Henry Davis?” tanya Nicko.“Anda tak perlu khawatir Tuan Muda, sampai saat ini api belum juga berhasil
Tentu saja ucapan Christopher dipercaya oleh para karyawan Tuan Davis yang sekarang tengah berdemo. Christopher yang selama ini menduduki jabatan asisten pribadi Tuan Davis dianggap memiliki akses untuk mengetahui banyak hal dari pria yang tengah ditimpa musibah ini.Sementara Tuan Davis hanya menggelengkan kepala tak percaya akan apa yang ia lihat barusan.“Tidak … tidak, ini tidak mungkin.”Kalimat itu berulang kali keluar dari mulutnya. Christopher, asisten yang selama ini ia hina tampak berdiri dengan gagah memimpin kawanan pendemo itu. Henry Davis yang melihatnya hanya bisa menghembuskan napas secara memburu dan matanya memerah penuh amarah.“Sial! Ternyata dia yang ada di balik semua ini?” gumamnya sambil terus melirik sinis ke arah Christopher.Tampaknya mantan asisten pribadinya itu mengerti kalau dirinya tengah diperhatikan oleh Henry Davis dengan penuh kebencian. Dengan tenang lelaki itu pun melangkah mendekat pada Henry Davis dan melipat tangan di depan dada.“Tuan Davis, a
Bruk!Lututnya benar-benar lemas sampai tak kuat untuk menyanggah tubuhnya yang cukup berisi. Perasaannya sekarang campur aduk antara marah dan juga kecewa.Kini pria yang selalu angkuh dan merendahkan semua karyawannya tengah menjadi tontonan bagi mereka. Kini giliran karyawan yang berdemo itu mentertawakan dirinya seolah menjadi pria yang tak memiliki harga dan kebanggaan.“Ka … kalian!” ungkapnya, tapi sangat lirih dan tak mampu membuat mereka mendengar keluhannya.Dalam posisi masih jatuh berlutut, tangan Henry Davis pun mengepal kuat. Napasnya mulai memburu mengumpulkan kekuatan.“Tidak … aku tidak bisa tinggal diam. Aku harus menghadapi serangan dari Christopher. Kurasa aku akan membalikkan keadaan, dia sudah berhasil menguasai para karyawan untuk menjauhiku, aku harus merebutnya kembali,” batinnya menjerit.Perlahan Hnery Davis pun bangkit berdiri dan mulai mendekati Christopher. Pengeras suara yang tadi dipegang mantan asistennya itu pun direbut olehnya.“Kalian semua dengar y
Henry Davis masih berdiri di depan rumahnya dengan tidak bersemangat. Ia memegang pagar hitam yang melindungi bangunan kokoh di hadapannya.“Huh apa aku bisa bertahan di rumah ini?” tanyanya sambil bergumam sendirian.Beberapa waktu lalu pekerjanya yang dipimpin oleh Christopher mendatangi tempat tinggalnya untuk mendapatkan surat-surat aset miliknya. Bagai seorang terpidana Henry Davis harus merelakan dirinya digiring oleh karyawannya menuju bank dan mengajukan untuk pinjaman dana.Di dalam bank ia didampingi oleh dua orang saat mengajukan pinjaman. Untung saja apa yang dijaminkan olehnya berupa barang mewah hingga prosesnya mudah dan bisa mendapat pinjaman maksimal.“Huh, sudah maksimal tapi tak juga menutup kerugianku,” pikir Tuan Davis.“Bagaiaman Tuan, apa Anda akan membayar pesangon atau gaji kami?” tanya para karyawan nyaris bersamaan.Henry Davis hanya diam. Ia masih mengatur napasnya setelah melihat semua surat-surat asetnya disita oleh bank.“Sebenarnya uang ini cukup untuk
Tuan Davis perlahan-lahan mengangkat wajahnya, kini pria berambut kelabu itu kembali percaya diri sambil melihat ke arah Christopher yang tampil sok pahlawan terhadap karyawan wanitanya.“Huh, apa maksudnya?Apa dia ingin mencoba untuk tampil sempurna di hadapan semuanya. Huh dasar penjilat. Dia kira dia sudah bisa tampil sebagai pahlawan?” tanya Tuan Davis dalam hati.Kini kepercayaan diri Henry Davis mulai tumbuh, ia menyisir rambutnya ke belakang dengan tangan kemudian menantang Christopher yang berdiri dengan gagah di depannya.“Huh, kau kira kau bisa mencari nama baik di depan semua karyawan. Apa perlu bukti kalau kalian tidak melakukan persekongkolan? Ha ha dengar ya kalian semua! Dia mentransfer semuanya dalam satu waktu dan saat itu juga kalian semua secara bergantian memeriksa ponsel kalian seolah-olah telah mendapatkan uang gaji. Apa kalian pikir aku bodoh? Kalian semua pasti berakting saat melihat ponsel. Pasti perempuan ini memindahkan semua uangku pada rekening pribadinya